Perang Kota merupakan karya terbaru dari sutradara Mouly Surya
Cinemags dan beberapa media di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa, 25 Maret 2025, berkesempatan untuk berbincang dengan Mouly Surya
Film ini adalah adaptasi dari karya sastrawan Indonesia, Mochtar Lubis, “Jalan Tak Ada Ujung.”atau “A Road with No End”
Dari berbagai sumber Cinemags , menemukan bahwa novel ini cukup ekspresif dan juga novel ini menarik perhatian karena kemampuan Mochtar Lubis dalam menggambarkan kehidupan manusia dengan kompleksitas dan kedalaman yang luar biasa.
Selain itu, novel ini juga memberikan gambaran tentang keadaan sosial dan politik Indonesia pada masa itu, sehingga menjadi sumber yang berharga bagi mereka yang ingin memahami sejarah dan budaya Indonesia.
Berlatar perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1946
Film Perang Kota menceritakan mengenai Isa, pahlawan perang dan guru sekolah, yang bermasalah di ranjang
perkawinannya.
Ia dipercayakan sebuah misi untuk menghabisi petinggi kolonial Belanda dalam usaha mempertahankan kemerdekaan.
Di sisinya ada Hazil yang tampan dan bersemangat tinggi ,yang diam-diam berupaya memenangkan hati
Fatimah, istri Isa.
Proses pra produksi film ini adalah sekitar bulan April 2024
Terkait akan judul pemilihan menjadi Perang kota, ternyata ini ada ceritanya sendiri yaitu
Menurut Mouly , ia sedang riset dengan salah seorang sejarawan.
Saat itu belum ada skrip naskahnya . Saat sedang mengobrol, sejarawan ini menyebutkan peristiwa dan kejadian saat waktu yang digambarkan dalam novel tersebut.
Saat itu Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya dan saat itu sejarawannya tinggal di jalan Jaksa. Disana dapat dikatakan waktunya adalah sebelum agresi militer.
Kira-kira saat alm. Presiden Soekarno keluar dari Jakarta, kemudian beliau pindah ke Yogyakarta.
Nah pada saat itu , kondisi kedua kota itu sendiri adalah dalam masa Perang Kota.
Hal ini membuat Mouly tertarik , jadi akhirnya diputuskan dipilih saja sebagai judul filmnya.
Pemilihan rasio 4:3 untuk film Perang Kota bukan tanpa alasan
“(Rasio) itu memang (ditentukan) lewat pemikiran yang cukup panjang dan cukup ekstensif ya istilahnya. Karena kita selama development kita bolak-balik tuh sama tim kreatif, sama DOP aku, Roy Lolang, sama Rama Adi juga produser aku, tentang aspek rasio yang mau kita pakai gitu,” ungkap Mouly Surya, sutradara film Perang Kota,
Jadi itu memang lewat pemikiran yang cukup panjang dan cukup ekstensif ya istilahnya.Karena kita selama development kita back and forth sama tim kreatif.Sama DOP aku Roy Lolang.
Sama Ramadi juga sama produserku. Tentang aspek ratio yang mau kita pakai. Biasanya no question ya zaman sekarang karena pastinya biasanya 2.35 atau 1.85. Kalau 2.35 itu yang panjang banget yang di isi. Kalau 1.85 itu yang slightly lebih tapi widescreen juga.
Cuma aku entah kenapa, karena memang treatment yang aku mau di film ini kan memang banyak kamera movement .
*suatu kondisi dimana ameranya itu selalu bergerak mengikuti karakter-karakter.
Dan pengen fokus ke mereka, mengikuti perjalanan mereka. Jadi lebih terasa pas jika ratio nya 4-3
Ini karena genrenya juga agak-agak American Classic , ini lebih terasa pas untuk semuanya.
Adapun akan skrip yang telah disiapkan, ia telah mempersiapakkan agar jeda antara pengambilan gambar dari lokasi hingga ke penggunaan green screen dan cgi. Tetaplah berkesinambungan. "Script continuity ini adalah pekerjaan kami sehari-hari, jadi aman", tutup Molly
Baca juga : Ini Komentar Mouly Surya akan Penayangan Perdana This City is a Battlefield / Perang Kota