Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags dan tidak mencerminkan pandangan editorial Cinemags. Andapun bisa membuat artikel serupa di sini.
The Hunger Games, Divergent, hingga Mad Max. Dalam beberapa tahun terakhir dystopian-future movie menjadi ladang uang bagi hollywood untuk mengeruk keuntungan, selain film superhero tentu saja. Dan hampir semuanya berjaya di box office. Entah kenapa kita selalu tertarik cerita tentang masa depan yang suram. Mungkin jauh di lubuk hati kita semua ingin menjadi pahlawan di post-apocalyptic era. After all, kita “hanya” harus menghadapi zombie, monster, atau mungkin alien, bertemu belahan jiwa kita di “medan perang”, happily ever after. Tapi tentu saja akhir dunia tidak akan semudah itu. Hal itulah yang diangkat di The Survivalist – film panjang pertama dari sutradara Inggris, Stephen Fingleton. Ketika tatanan masyarakat sudah hancur, hukum dan aturan sudah ditinggalkan.
Film dibuka dengan grafik yang menggambarkan bagaimana populasi manusia menurun akibat produksi minyak yang sudah berhenti. Pembukaan sederhana tapi cukup powerful, apalagi dibarengi dengan scoring yang mencekam. Cukup untuk memberi kita gambaran dan persiapan untuk menyambut hal-hal buruk yang akan terjadi selanjutnya.
Kita akan dibawa mengikuti kehidupan seorang pria (namanya tidak pernah disebutkan dalam film) yang diperankan Martin McCann (’71) jauh di dalam hutan sendirian. Dia mempunyai sebuah kabin dan menggarap sedikit ladang di sekitarnya. Memiliki ladang dan makanan di masa yang sulit ini adalah kemewahan yang tak ternilai harganya. Dan dia sangat melindungi kabinnya agar tidak diketahui orang lain. Karena siapapun, berpotensi membahayakan hidupnya. Membunuh atau dibunuh, begitulah kehidupannya saat itu. Masalah datang ketika dua wanita, seorang ibu dan anak perempuan remajanya, menemukan kabinnya dan mengancam kehidupan yang telah ditatanya dengan hati-hati. Memanfaatkan kesepiannya setelah hidup sendiri sekian lama, mereka memberinya penawaran yang tidak bisa dia tolak dengan imbalan makanan dan untuk diperbolehkan ikut tinggal di situ. Tapi bisakah dia mempercayai mereka? Apakah mereka ancaman bagi kehidupannya?
Dengan cerita berpusat hanya pada tiga orang saja, menuntut penampilan terbaik dari para aktornya. Dan mereka tidak mengecewakan kita. McCann berhasil memerankan si pria dengan cemerlang. Ekspresinya dingin, kita akan kesulitan menerka apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya. Olwen Fouere (This Must Be The Place) mengimbanginya sebagai Kathryn, ibu yang siap melakukan apapun untuk bertahan hidup dan melindungi anaknya. Dan Mia Goth (Nymphomaniac : Vol. II), model yang berubah haluan sebagai aktris, berhasil membuat kita bersimpati padanya. Kelihatan rapuh di luar, tapi ketika segalanya berjalan buruk, dia siap bertahan dan menghadapinya.
Cinematography dan tata cahaya dari film ini juga sangat apik. Terutama untuk adegan dengan pencahayaan yang minim. Pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak dekat juga menjadi nilai plus film ini. Karena membuat kita seperti dibawa masuk ke dalam kehidupan mereka. Penggunaan suara alam sebagai backsound juga menambah keindahan film ini.
Minim dialog, film ini mungkin membosankan bagi yang tidak terbiasa menonton thriller dengan alur lambat. Mungkin film yang bisa dijadikan perbandingan adalah Primer (2004), Under The Skin (2013), ataupun Upstream Color (2013). Bagi anda yang menyukai film-film tersebut, The Survivalist haruslah anda tonton. Jikapun kalian merupakan penikmat film blockbuster, tidak ada salahnya untuk menengok film ini. Karena walaupun lambat, alurnya mengalir dengan lancar, dan pastinya menyimpan kejutan-kejutan di dalamnya. Sebagai catatan, ada beberapa adegan yang mungkin sedikit disturbing bagi beberapa orang. Walaupun tidak sampai ke level gore film.