Pada akhir tahun 2021, Cinemags diundang untuk menghadiri pemutaran film Preman karya Randolph Zaini
Film yang berdurasi 92 menit ini, telah berhasil mendapatkan perhatian di ajang Festival Film Indonesia 2021 dan meraih dua Piala Citra untuk kategori Penata Rias Terbaik dan Penata Efek Visual Terbaik dari delapan nominasi
Dalam kesempatan tersebut Cinemags, juga berkesempatan untuk mendengarkan penjelasan dari Randolph Zaini, akan film karyanya ini yang ditulis dan disutradarai oleh dirinya.
Berikut ini adalah rangkumannya
Menurut Randolph Zaini, film preman ini merupakan sebuah karya gotong royong dari semua kru dan pemain, ini merupakan hasil karya mereka semua. Adapun plot dari film ini adalah mengenai ayah dan anak yang sedang berusaha melarikan diri dari grup preman yang dikhianati oleh ayahnya. Namun jika berbicara mengenai story, ini adalah cerita ayah dan anak serta bagaimana mereka menembus tembok kaca yang memisahkan mereka.
Lebih lanjut disampaikan pemilihan film preman ini identik sekali dengan kondisi di Indonesia, namun di balik semua itu, ada sesuatu yang sangat universal dalam perkumpulan premanisme. Preman asal usulnya dari masa penjajahan Belanda-VOC , mereka mengangkat beberapa budak yang kuat dari Jawa dijadikan preman untuk memandorkan budak-budak lain. Jadi ini bisa jadi bahan pertanyaan, siapa yang lebih parah, diperbudak dan menderita atau orang-orang yang diperbudak menindas sesamanya namun tidak sadar, dan inilah lingkaran setan yang kita alami dan ini sesuatu yang sangat universal. Ini sesuatu yang terjadi di semua lini dan dapat disalahgunakan.
Pertimbangan pemilihan karakter difabel sebagai tokoh utama , fungsinya dari segi plotting adalah mengisolasikan dirinya dari tindakan komplotannya yang ia tidak setujui dan ia tidak cocok dengan mereka semua, karena itu ia selalu terisolasi. Di sisi lain pula, ia sebagai kaum tuli, seringkali dalam hidup, termajinalisasi (terpinggirkan) , dalam film akan banyak representasi dari kaum-kaun yang dimarjinalkan dalam masyarakat, baik melalui prejudise (dugaan) , kurangnya informasi, dan yang paling pentingnya ia ingin karakter utama didefinisikan dengan perbuatannya , bukan dengan kata-kata. Di awal film ia juga didefinisikan dari kepasifannya.
Pemilihan lagu cublak cublak suweng sebagi penutup film , mengandung arti bagaimana orang-orang , terutama lelaki yang tumbuh dewasa selalu mencari harta dan tidak pernah menemukan. Padahal harta yang sesungguhnya adalah hati nurani dan itu merupakan perjalanan dari tokoh utama yang tidak tahu apa yang ia cari, sampai akhirnnya ia sadar, bahwa harta yang paling mulia adalah hati nuraninya, dan ia disadarkan akan hal ini oleh anaknya saat akhir cerita.
Film ini diproduksi selama 25 hari untuk principal fotography , lokasi syuting berada di tempat yang sulit didatangi , terkadang juga menemukan kendala di lapangan seperti genset yang terendam karena banjir dan membuat proses syuting terpaksa dihentikan. Bahkan sempat juga diganggu oleh preman yang berada di lokasi syuting. Namun semua ini membuat seluruh kru dan pemain menjadi kompak dan bersatu menghadapi semua kendala, saat syuting berlanjut kembali semua kembali dikerjakan dengan sepenuh hati. Lokasi syuting berada di sekitar Jakarta, Bekasi, Cibarusah, hingga Jonggol. Untuk pembelajaran bahasa isyarat, koreografi dan pendalaman karakter untuk para pemain , diperlukan waktu sekitar 2 bulan.
Untuk koreografi lebih menunjukkan bahwa film ini merupakan film drama yang berbalut sedikit laga. Ini bukanlah film aksi, oleh karena itu preman adalah bukan ahli bela diri dan cara berantemnya sangat kasar , ceroboh. Mereka saat mengayunkan barang, bisa tidak kena sasaran. Bisa terpeleset dan bahkan senjata utama tokoh utama adalah kepala monyet yang pada dasarnya bukanlah senjata. Itu merupakan benda yang dipakai oleh pelaut pada jaman dahulu dan saat mereka sedang mabuk, saat mereka berantem di bar, mereka akan mengayunkan benda itu sebagai senjata improvisasi diri mereka. Jadi sisi-sisi keteledoran dan kecerobohan, benar-benar diambil dan ditampilkan pada film Preman ini.
Hingga kini, film Preman masih diputar di festival-festival, hingga menunggu waktu yang tepat akan tayang di bioskop Indonesia.