Film babak pertama Fear Street, Fear Street Part One: 1994 akhirnya hadir. trilogi horor adaptasi dari seri novel horor remaja ini menghidupkan kisah saga Fear Street yang ditulis R.L.Stine. Seri novelnya pertama kali dipublikasikan dan beredar dari tahun 1989 hingga 1999, dengan variasi penghidupan kembali hingga 2014. Kalau mau ditotal, mungkin ada sekitar lebih dari 100 buku yang ditulis pada dua kurun waktu itu, yang terbukti masih digemari dan dihormati fansnya sampai sekarang. Terlebih dengan upaya Netflix mengembuskan kembali kepopulerannya lewat perilisan tiga babak filmnya yang masing-masingnya dirilis selama tiga minggu berturut-turut pada bulan Juli ini oleh Netflix.
Fear Street merupakan karya populer lain Stine selain Goosebumps, yang juga sudah diadaptasi ke medium serial televisi dan juga film layar lebar. Meski penuangan layar lebarnya lebih ke arah pendekatan horor komedi, alih-alih horor murni.
Kembali pada Fear Street, ketiga film ini sudah dipercayakan pada sineas Leigh Janiak, yang sebelumnya mengawali debut penyutradaraannya lewat film misteri horor berjudul Honeymoon yang dibintangi Rose Leslie dan Harry Treadaway. Tanpa berpanjang lebar lagi, mari kita simak bagaimana performa film Fear Street babak pertama ini.
Dengan setting kota Shadyshide, Ohio pada tahun 1994, film babak pertama ini berfokus pada sepak terjang sekelompok remaja yang berhasil menguak kebenaran yang berkaitan dengan peristiwa perburuan penyihir di masa lalu. Rasa penasaran mereka membawa penemuan pada sosok jahat dari masa lalu yang bertanggung jawab pada serangkaian peristiwa pembunuhan brutal yang menghantui kota itu selama lebih dari 300 tahun. Apakah para remaja ini bisa mengakhiri kutukan berabad-abad ini tepat pada waktunya sebelum mereka sendiri menjadi korbannya?
Sedikit banyak, sajian film ini mungkin akan mengingatkan audiens pada seri It, yang berhasil dihidupkan kembali dengan gemilang oleh Andy Muschietti ataupun Scream, seri film horor slasher remaja 1990an. Sama seperti dua judul tersebut, terasa benar nuansa dan vibe film horor era 1990an di sini. Mulai dari dandanan para karakternya hingga musik-musik yang dipilih mewarnai adegan-adegannya, dijamin akan mengundang perasaan nostalgia.
Salah satu hal yang paling menarik di sini adalah, Fear Street Part One: 1994 berhasil dalam memadukan apa yang tersaji di versi novelnya dengan atmosfer thriller film-film slasher remaja era 1990an yang, pada masa itu mencapai sukses besar, seperti seluruh seri Scream, seri I Know What You Did Last Summer, Halloween H20, maupun Urban Legends. Namun, dengan rating R yang diusungnya, karena sajiannya dibuat jauh lebih tajam, dengan tambahan kata-kata umpatan kotor, adegan seks, dan kesadisan yang lebih tinggi.
Sama seperti Scream menggunakan pengetahuan penonton tentang klise horor 80-an untuk menumbangkan harapan, Fear Street Part One: 1994 memanfaatkan banyak kiasan terkenal dari film slasher 90-an untuk menyesatkan audiens, memberikan rasa nyaman sesaat sebelum memberikan kejutan yang di luar dugaan. Dan, meskipun novel-novel yang menjadi inspirasi film ini ditujukan langsung pada penonton remaja, sang sineas ibarat tidak mengerem dalam hal memberikan adegan gore.
Sebagai film babak pertama dalam trilogi, Fear Street Part One: 1994 bisa dikatakan berhasil menunaikan misinya film yang menghibur seraya menjadi pembuka yang bagus dan menarik. Yang rasanya bakal membuat penontonnya, terlepas itu kalangan awam atau penggemar seri novelnya menaruh harapan yang lebih besar lagi pada dua film babak lanjutannya.
Fear Street Part One: 1994 dapat disaksikan secara streaming di Netflix