Oppenheimer dan Christopher Nolan
Sejak berita bahwa Christopher Nolan menggarap film dokumenter dari sosok perubah dunia, Oppenheimer.
Maka rasa penasaranpun , mulai menggerogoti penonton setianya.
Tebakan utama, adalah pasti akan mempergunakan kamera canggih, lalu pada perjalanannya terjawab menggunakan kamera IMAX
Ini sudah menjanjikan akan pesona yang nantinya dihadirkan.
Review Oppenheimer
Bagi penontonnya , ada satu hal yang terlihat dibedakan oleh Christopher Nolan, yaitu:
- penggunaan warna,
- saat berbicara adegan thriller dan
- saat berbicara adegan penjelasan dokumenter.
Warna-warna ini , disertai pula dengan alur cerita menggunakan maju mundur ruang waktu, memberikan suatu penanda.
Babak-babak tertentu telah dilewati, dan ini saatnya penonton merubah pola pemikiran.
Sebenarnya sangat mudah untuk mempelajari siapa Oppenheimer, beragam narasi dengan cepat dan sederhana ditampilkan baik melalui online maupun offline.
Namun meramu menjadi sesuatu hal sederhana, membekas di pikiran penonton, serta ikut serta merasakan beban yang dihadapi oleh Oppenheimer.
Ini adalah pekerjaan yang luar biasa rumit, dan dengan mudah dikerjakan oleh sutradara ini.
Perhatian Cinemags adalah pada cara bagaimana penonton dibawa untuk memahami pola pemikiran Oppenheimer, yang sangat kompleks.
Cillian Murphy, sebagai sosok yang dipercaya untuk menghidupkan karakter Oppenheimer.
Secara perlahan, berhasil membuat penonton memahami pola pikirnya.
Dalam diamnya , Cillian menampilkan sosok karakter yang dalam pemikirannya , telah menjelajah semesta lain
Semesta lain , dimana masih jarang orang mampu memikirkannya.
Namun saat ia mulai mempelajari dan mengajarkan, terasa pula bagaimana sebuah dunia bergerak ke era baru yang mempesona.
Pesona yang Menyakitkan
Melalui rangkaian pola atom, tampilannya yang ada di benak Oppenheimer, dihadirkan kepada penonton.
Penonton digiring untuk mengagumi dunia atom , yang ternyata sangat indah dan imajinatif.
Kamu dapat menjadi apapun di dunia ini, namun juga terasa ada misteri yang perlu diungkap.
Namun ini ternyata, seperti membuka kotak pandora.
Secara teori , semua hal yang berbau ledakan, tumbukan, efek dan lain-lain , seakan dunia imajinatif. Sebuah dunia dimana , seluruh manusia aman.
Secara kenyataan, dampaknya ternyata sangat mengerikan , sehingga dapat merubah wajah dunia.
Lalu mengapa manusia, tetap masih mau membuka kotak pandora ini?
Melalui serangkaian dialog, berlatar belakang situasi dan politik pada masa itu, penonton juga dibawa untuk mengambil sebuah keputusan.
Setuju atau tidak setuju? Untuk membuat sebuah bom, demi menghentikan sebuah perang yang telah menghabiskan banyak hal.
Bagi yang setuju, alasannya dapat dipertanggung jawabkan.
Bagi yang tidak setuju, sisi kemanusiaan dan humanisme pasti sangatlah tinggi, hingga mencari alternatif lain.
Namun layaknya jargon Amereika sebagai negara adi kuasa.
Penonton pun diperlihatkan, bagaimana politisi tetap berupaya tetap menjadikan Amerika sebagai negara unggul.
Diketahui secara umum tentunya , cara sederhana adalah menggunakan kekerasan, pemaksaan.
Ini tetap lebih efektif. Maka terciptalah “The Manhattan Project”
Filsafat, Agama, Humanisme dan Thriller
Melalui babak terakhir, penonton kemudian diminta untuk memikirkan sebab akibat . Melalui dialog-dialog yang mengusung nilai-nilai filsafat, agama dan humanisme.
Kemudian penonton juga dibawa kepada sebuah alur teka-teki misteri, yang membawa unsur thriller.
Siapakah sebenarnya yang sangat ingin menjatuhkan Oppenheimer?
Dalam kondisi kemanusiaan yang merasa bersalah, karena ciptaannya ternyata membawa bencana luar biasa di negara lain.
Oppenheimer pun seolah pasrah, saat banyak temannya, berbalik menyerang dirinya.
Ia merasa tangannya sangat berlumuran darah, tak peduli apa yang dikatakan oleh politisi.
Ia pun terdiam dalam kejatuhannya, dan terkaget-kaget saat istri (Emily Blunt) dan koleganya ternyata masih tetap mendukung dirinya.
Oppenheimer adalah sosok yang bermain-main dalam dunia teori dan imajinasi.
Ia lalu tersentak dan merasakan rasa bersalah mendalam saat memahami akibat dari penemuannya.
Film ini, cocok untuk ditonton, untuk menyadarkan betapa rapuhnya manusia di dunia ini
Juga sebagai pengingat , bahwa manusia hanya memiliki satu tempat berpijak, yaitu bumi.