A Man Called Otto, telah tayang di bioskop dan banyak mendapatkan reaksi positif dari penontonnya.
Film ini merupakan adaptasi dari novel Fredrik Backman yang luar biasa lucu dan memilukan, berjudul A Man Called Ove.
Film ini disutradarai oleh Marc Forster (World War Z , Christoper Robin) , yang dalam film-film sebelumnya memang banyak menghadirkan sisi humanis sebagai pengingat manis akan kehidupan, bagi para penonton dan penggemarnya.
Film ini akan banyak menggunakan alur maju mundur dalam menceritakan ceritanya, ini adalah kisah dua manusia yang saling mencintai dan tragedi demi tragedi yang kemudian menimpa mereka berdua. Namun tanpa mereka sadari, karakter dan pribadi mereka , membawa harapan, memberikan tujuan bagi orang di sekelilingnya.
Marc Forster , menyampaikan terkait adaptasi. Ia banyak sekali merubah dari buku dan film adaptasinya dari negara Swedia. Di film A Man Called Otto , ada banyak hal yang ia sisipkan sebagai pengingat akan kehadiran Ayahnya dan kehidupan yang telah dijalani.
Hal ini memang terasa kental dirasakan dalam adegan-adegan saat Otto berinteraksi dengan tetangganya . Tom Hanks yang memerankan karakter Otto, mampu menampilkan sosok orang yang tak sabar akan keadaan sekelilingnya, ia sangat kesal jika ada orang yang tak mentaati aturan yang telah dibuat, tidak memiliki prinsip dan juga “bodoh”.
Memilik sifat yang mengharapkan kesempurnaan, maka ia pun akhirnya turun tangan sendiri , agar hal-hal yang ia anggap seharusnya seperti itu, tetap berjalan sebagaimana semestinya.
Ini adalah sisi humor yang ditampilkan dan segera hal ini menjadi sebuah alasan yang menggagalkan, setiap usaha percobaan bunuh dirinya.
Otto memang telah mempersiapkan segala sesuatu, agar ia dapat meninggal dengan “sempurna”, dari pemutusan telpon, listrik dan lain-lain, hingga akhirnya ketidaksempurnaan itu hadir dalam bentuk kehadiran tetangga barunya, Marisol (Mariana Treviño) dan Tommy ( Manuel Garcia-Rulfo) yang tak dapat memakirkan mobil sesuai versi kesempurnaan Otto.
Segera hal ini, menjadi sangat mengganggu dirinya yang memang selalu menginginkan kesempurnaan, lalu iapun ikut campur dan turun tangan untuk membereskan. Inilah awal dari kegagalan , setiap tindakan bunuh dirinya.
Pada akhirnya, Otto pun seakan menyadari bahwa mungkin ini adalah cara almarhum istrinya menyampaikan , bahwa ia harus tetap menjalani hidupnya, karena inilah hidup yang sebenarnya.
Hal yang menonjol dari film A Man Called Otto adalah bagaimana budaya Amerika ditampilkan secara periodik, melalui alur cerita maju mundur tersebut. Sejarah hidup Otto yang memilik jantung lebih besar , dari rata-rata manusia pada umumnya, seolah-olah menggambarkan kepeduliannya pada dunia sekitarnya.
Ini tidak hanya berlaku pada tatanan sosial, namun juga pada pribadi orang-orang yang ia anggap dekat. Inilah alasan utama mengapa ia ingin mengakhiri hidupnya, karena setelah istrinya meninggal, ia kehilangan semua yang ia anggap dekat dengan dirinya, sesuatu hal yang ia anggap perlu ia perhatikan. Padahal ini hanyalah dari sisi sudut pandangnya saja yang berubah, karena orang-orang di sekelilingnya tetap memperhatikan dirinya dan mencemaskan keadaan dirinya.
Hal ini ditampilkan dengan baik, oleh para tetangga yang selalu ingin mengajaknya kembali ke masyarakat , saat ia bertemu dengan mereka pada sesi patroli pagi dirinya. Tanpa ia sadari, ia menolak semua undangan dan ajakan untuk bersosialisasi, karena sibuk tenggelam dalam keputusasaan dan ini ditambah lagi puncaknya karena menurutnya tak masuk akal jaman sekarang ini berjalan.
Ini sebenarnya adalah jeritan hati dari setiap manusia yang semakin menua dan jika manusia ini termasuk karakter yang menginginkan keteraturan, akan merasakan bahwa hidup di masa kini sangatlah mengerikan dan tidak sama lagi dengan tatanan yang ia bangun dalam dirinya sedari kecil.
Film ini mengandung cerita yang sangat bagus untuk disaksikan sekeluarga dan jika sampai pada momen akhirnya saling mendiskusikan perasaan masing-masing anggota keluarga, akan memperjelas tercapainya tujuan dari sutradara Marc Forster “ Inilah kehidupan dan Otto adalah siluet bayang dari sepenggal kepribadian sang Ayah.”