Sebanyak 16 cerita hebat telah berhasil diproduksi menjadi 16 film pendek oleh hampir 700 pelajar dan talenta lokal dari 16 kotamadya dan kabupaten, dengan semangat merayakan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli
Baca : Viu Shorts! Peringati Hari Anak Nasional, Rilis 16 Film Pendek Karya Anak Indonesia
Inilah sinosis 16 film pendek Viu Shorts! Season 2:
1.Memargi Antar (Klungkung),
Mepandes dalam tradisi masyarakat Bali merupakan upacara potong gigi yang tujuannya menghilangkan sifat-sifat sad ripu dalam diri manusia.
Sad ripu artinya sebagai enam musuh yang ada dalam diri manusia, yaitu kama (hawa nafsu), lobha (keserakahan), kodha (amarah), mada (bermabuk-mabukan), matsarya (iri hati) dan moha (kebimbangan).
2.Kalang Obong (Kendal),
Kalang Obong adalah upacara yang telah dilakukan secara turun temurun oleh suku Kalang di daerah Kendal Upacara ini bertujuan mengirimkan barang-barang kesukaan dari almarhum dengan cara dibakar agar arwah yang bersangkutan dapat hidup tenang di alamnya yang telah berbeda dari orang-orang yang masih hidup.
3.Penari Larangan (Majalengka),
Dahulu kala ada sepasang suami istri, dimana istrinya yang seorang sinden sangat sibuk dengan jadwal pentasnya yang padat sehingga rumah tangganya terbengkalai.
Larangan si suami tidak digubris sehingga membuat suaminya mengutuk dan membuat istrinya mendapatkan malapetaka.
Di Desa Sukaraja Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka, kutukan tersebut masih dipercaya sampai sekarang. Jika ada perempuan desa yang menari di panggung, maka tiba-tiba akan ada hujan dan angin kencang, seakan-akan merupakan larangan bagi perempuan desa untuk menari.
4.Kakaluk Fulan Fehan (Atambua),
Dahulu kala saat bumi dipenuhi air laut, ada seorang raja. Raja Mau Si’at.
Dia memiliki seorang putri yang sangat cantik, karena kecantikannya itu bulan pun jatuh hati kepadanya dan menjelma menjadi manusia yang bernama Fula Mauk.
Suatu ketika sang putri itu pun hamil dan diasingkan disebuah daratan bersama seorang dayang. Setiap bulan purnama mereka bertemu di daratan itu yang bernama Fulan Fehan.
5.Dawuk (Cilacap),
Lengger Dempet salah satu dari sekian banyak cerita rakyat di Cilacap.
Konon katanya dahulu ada seorang penari yang selalu menggendong anaknya kemanapun dia menari. Hingga suatu hari anaknya jatuh sakit dan meninggal dunia. Sang ayah yang sungguh terpukul lantas membuat boneka kayu dan memahatnya mirip dengan wajah anaknya.
Boneka tersebut digendong, lalu dibawa mengamen dari rumah ke rumah. Anehnya keadaan ini malah membawa keberuntungan bagi penarinya. Kisah ini telah berkembang dan terkenal hingga diikuti oleh beberapa orang.
6.Danau Pengantin (Tangerang),
Di Kota Tangerang, ada sebuah danau yang dinamakan Danau Pengantin.
Konon dahulu pernah ada sepasang pengantin baru yang tewas di danau tersebut.
Mereka ditemukan di dasar danau dalam keadaan berpelukan.
Semenjak itu danau tersebut menjadi angker dan selalu memakan korban jiwa.
Menurut warga setempat, di danau tersebut sering terlihat sosok wanita berpakaian pengantin sampai saat ini.
7.Bulu Mata (Jakarta Selatan)
Mitos bulu mata adalah Ketika bulu mata kita rontok dan kita gunakan untuk mengetahui jika ada seseorang yang menyukai kita atau bahkan merupakan jodoh kita dengan cara menepuk-nepuknya dengan kedua belah tangan sambil menghitung secara alphabet.
Jika tepukan bulu mata menempel ditelapak kita pada huruf alphabet tertentu, kemungkinan huruf itu adalah inisial dari pasangan kita.
8. Melaiq (Mataram),
MELAIQ adalah sebuah tradisi dalam budaya sasak yang mana calon pengantin laki-laki akan menculik calon istrinya pada malam hari, ini cara menguji keseriusan dan keberanian laki-laki dalam membangun rumah tangga.
9. Ikan Merah (Magelang),
Di sebuah pesantren di Kabupaten Magelang terdapat mitos tentang ikan merah.
Konon ikan merah akan menampakkan dirinya kepada santri yang secara keilmuannya telah mendapatkan restu dari Abah yang merupakan pendiri pesantren tersebut
10.Kelar Kelor (Kulon Progo),
Pohon kelor merupakan salah satu tanaman berkhasiat dan banyak manfaat. Dalam kepercayaan masyarakat jawa, daun kelor dipercaya dapat menangkal roh jahat, menyembuhkan kesurupan dan melunturkan susuk atau guna-guna.
11. Limo Wasto (Surakarta),
Dalam kepercayaan orang jawa, seorang pria yang telah dewasa tidak akan dianggap sebagai lelaki dewasa jika tidak memiliki burung perkutut sebagai hewan peliharaannya.
Hal ini berhubungan dengan pakem orang jawa yang menganut prinsip “Lima Wasto” yaitu lima hal yg membuat hidup seorang pria sempurna.
Kelima hal tersebut adalah “Wisma” (rumah), “Curigo” (keris/senjata andalan), “Kukila” (burung), “Turangga” (kuda/kendaraan), dan “Garwa” (istri/pendamping hidup).
12.Pohon Pengantin (Salatiga),
Di Salatiga ada pohon unik yang berbentuk seperti bonsai rasaksa. Pohon itu dikenal dengan sebutan Pohon Pengantin.
Dipercaya bahwa pohon itu merupakan jelmaan dari sepasang pengantin karena cinta abadi mereka. Mitos yang dipercaya adalah pasangan yang datang ke pohon tersebut akan memiliki hubungan yang langgeng.
13.G-Rain (Batu),
Masyarakat punya acara dan ritual untuk mendatangkan hingga memindahkan hujan. Hujan di Kota Batu tidak bisa di prediksi akibat kepentingan dua kelompok masyarakat.
Kelompok pertama membutuhkan hujan untuk bercocok tanam berbagai sayuran. Sedangkan kelompok kedua yaitu para pemilik usaha wisata yang menginginkan cuaca panas agar mendapat banyak pengunjung.
14.Lae Pandaroh (Dairi),
Nama Lae Pandaroh diambil dari dua kata. Yakni Lae yang berarti air dan Daroh yang berarti darah. Konon air terjun ini sering berwarna merah. Orang-orang tua, mengatakan pamalih untuk bermain-main di Kawasan Lae Pandaroh.
Jika berada di kawasan tersebut kita harus sopan, baik sikap, perkataan maupun pakaian agar tidak mendapat celaka.
Kain ulos yang ditenun secara tradisional dipercaya dapat menghindari si pemakai dari bahaya atau bencana.
15. Kanak Kembar (Sangatta)
Beberapa masyarakat Sangatta, Kab. Kutai Timur percaya bahwa seorang anak yang lahir memiliki kembaran buaya dan jika mereka dipertemukan/bertemu
akan membawa kebaikan
16.La Love (Palu).
Lalove adalah alat musik tiup tradisonal berbahan bambu yang dimiliki suku Kaili di Sulawesi Tengah. Pada mulanya lalove ini tidak sembarang ditiup, alat musik ini digunakan sebagai alat pengiring di kegiatanbesar dan ritual yang biasanya disebut Ritual Balia. Seiring beriringnya waktu lalove, kini banyak dimainkan di beberapa acara besar.