Ada pasar besar untuk sekuel, prekuel, kebangkitan, maupun reboot di Hollywood, dan meskipun hanya sedikit yang berhasil, mereka terus dibuat. Franchise horor film Scream hanyalah yang terbaru dari deretan panjang film seperti Halloween, Ghostbusters, The Matrix, Jurassic Park, Star Wars dan banyak lagi, menggabungkan sekuel dan upaya soft reboot yang sangat bergantung pada franchise, tetapi menemukan cara baru untuk membuka babak baru, dengan pemeran dan karakter baru sambil mengikat karakter lama untuk mendatangkan penggemar lama.
Itulah juga yang coba dibidik oleh franchise film Scream, untuk installment kelimanya yang disutradarai Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett. Meski kini tanpa dukungan Wes Craven, pencetus sekaligus visioner di balik saga ini yang tutup usia pada tahun 2015.
Bergulir 25 tahun dari kejadian di film pertamanya, seorang pembunuh baru berkeliaran, sekali lagi mengenakan topeng dan kostum Ghostface. Sam (Melissa Barrera) dan Tara Carpenter (Jenna Ortega) adalah kakak beradik yang mendapati bahwa mereka sebagai pusat aksi pembunuh psikopat Ghostface baru ini. Awalnya berusaha menghindar, keduanya mendapati bahwa satu-satunya jalan menghentikan ini semua adalah dengan cara harus mencari tahu mengapa pembunuh Ghostface baru ini menargetkan mereka sebelum terlambat.
Mencoba belajar dari kesalahan masa lalu, Sheriff Judy Hicks (Marley Shelton) yang mengusut kasus ini langsung mencurigai lingkaran pertemanan Tara yang meliputi sahabat Amber (Mikey Madison, Better Things), mantan pacarnya, Wes (Dylan Minnette, 13 Reasons Why ), si kembar Chad ( Mason Gooding, Love Victor) dan Mindy (Jasmin Savoy Brown, For the People) dan pacar baru Chad, Liv (Sonia Ammar). Seperti yang kita semua tahu, si pembunuh selalu orang yang dekat dengan korbannya. Aspek ‘whodunit’ inilah yang membuat Scream menyenangkan meskipun itu notabene ide yang sama sekali baru atau segar.
Itulah premis yang dikedepankan dalam Scream, installment kelima dari franchise slasher remaja Scream. Sempat mengesankan iterasi Ghostface yang lebih serius, film sekuel keempat ini bisa dikatakan berhasil mempertahankan unsur humor menyelenehnya. Tidak hanya itu, di luar dugaan mampu mengapus suara-suara skeptis yang tadinya pesimis dengan kehadirannya, dengan sajian yang tidak hanya sekadar menghibur, namun juga menohok telak dengan sindiran-sindiran sarkas meta cerdasnya.
Dalam penceritaannya, tim kreator Scream secara teratur mengolok-olok franchise fiksi Stab yang bisa dikatakan notabene adalah franchise Scream itu sendiri. Tilik dari lapisan lain dan Anda menemukan Bettinelli-Olpin dan Gillet bergulat dengan aturan membuat film Scream; maap, maksud kami sekuel warisan Scream, sub-sub-genre relatif baru yang hadir dengan seperangkat aturannya sendiri, yang kemudian tumpang tindih dengan seribu keinginan, kebutuhan, dan harapan yang berbeda.
Membenturkan perkembangan film horor era 1990an dengan film horor masa kini yang dikatakan sebagai horor dengan formulanya “lebih meningkat”, seperti The VVitch, Hereditary, pun juga Babadook. Scream juga mengenalkan istilah baru perfilman yakni “requel” yang menjadi titik persinggungan antara reboot dengan sekuel. Belum ditambah dengan perihal sindiran sorotan terhadap tren budaya dan iklim perkembangan mengenai ranah perfilman terkini.
Sebagaimana banyak film “requel” lainnya, Scream menyatukan campuran karakter lama dengan karakter generasi barunya. Neve Campbell, Courteney Cox, dan David Arquette semuanya kembali melanjutkan peran ikonik mereka.
Bettinelli-Olpin dan Gillett memahami apa yang diinginkan penggemar Scream modern secara visual. Kentara benar Scream berusaha menghidupkan kembali kejayaannya, namun hebatnya duo sineas beserta timnya mampu mengedepankan pelbagai topik yang mengasyikkan dan menemukan daya tariknya tersendiri, yang rasanya menjadi salah satu aspek paling menarik di film ini. Didukung dengan permainan para pemainnya yang lumayan mampu menghidupkan perannya masing-masing, membuat sajian film ini semakin hidup.
Bersama dengan duo penulis James Vanderbilt dan Guy Busick, secara impresif Bettinelli-Olpin dan Gillett mampu merekonstruksi adegan-adegan nostalgik ini dengan sentuhan yang kreatif untuk sekadar disebut sebagai fans service sederhana. Kecintaan mereka pada franchise ini begitu nyata dan sangat dalam.
Anda tidak perlu mengetahui perihal film orisinalnya ataupun film-film sekuelnya untuk dapat menikmati Scream. Karena, film ini juga secara solid mampu berdiri sendiri. Namun, jika Anda adalah kalangan yang tumbuh besar dengan film-film ini, Scream tak ubahnya seperti pesan cinta berdarah untuk Anda sekaligus kado ulangtahun yang indah bagi franchise yang kini berusia 25 tahun ini.
Scream sedang tayang di bioskop tanah air