Sebelum berbicara mengenai review film Mission:Impossible – Fallout, mari sedikit menilik ke belakang. Sejak menemukan momentumnya dan seakan terlahir kembali di installment keempatnya: Ghost Protocol, franchise M:I terus menjadi anomali tersendiri di Hollywood. Karena, tidak hanya menjadi satu-satunya film hasil adaptasi serial televisi lawas yang paling sukses dan masih bertahan hingga sekarang, namun juga mampu bertransformasi sempurna menjadi saga solid yang mampu berdiri sendiri. Istimewanya, itu diwujudkan tanpa meninggalkan karakteristik khas serialnya.
Hebatnya lagi, saga yang dimotori megabintang Tom Cruise ini tidak seperti kebanyakan franchise berumur panjang lainnya di Hollywood yang makin lama makin lesu darah, justru sebaliknya, semakin solid saja. Kunci kesuksesannya, aksi-aksi stunt berbahaya inovatif Cruise, dan dukungan storyline dari skrip yang berkualitas. Itu pula yang demikian kentara dari installment paling gresnya ini.
Mengusung tajuk Fallout, berbeda dengan storyline installment-installment sebelumnya, yang tidak berkaitan satu sama lain, apa yang dituangkan di sini merupakan kelanjutan dari Rogue Nation. Konfliknya masih menyangkut gembong kriminal Solomon Lane dan sisa dari organisasi bentukannya, Syndicate yang kini mengusung nama baru, The Apostles. Misi kali ini adalah upaya Ethan Hunt beserta timnya menebus kegagalan misi awal mereka sebelumnya dan mencegah konsekuensi yang terjadi karenanya. Situasi ini bertambah pelik dengan kehadiran agen CIA Walker yang ditugaskan khusus untuk mengawasi gerak-gerik Hunt.
Sering berkolaborasi dalam proyek film-film lain, dan juga dalam installment M:I sebelumnya, duet McQuarrie dan Cruise semakin padu saja untuk menghasilkan sajian aksi yang memikat. Di sini, kentara benar keduanya sudah fasih bagaimana menggabungkan dialog renyah dan plot kompleks berlapis, dengan unsur ketegangan tingkat tinggi untuk menghasilkan kisah film aksi memukau.
Kredit lebih bagi McQuarrie yang mengarahkan plot paling sederhana di franchise ini dengan skema-skema aksi heist kompleks (Nolan, meet your new challenger, LOL). Menjadikan porsi aksi yang dihadirkannya tidak hanya sekadar bumbu, namun menjadi unsur elementer yang sulit dipisahkan. Sungguhpun demikian, dalam menuangkan kisahnya, sang sineas terkesan merasa tidak perlu tergesa-gesa untuk membangun fondasi ceritanya, yang mungkin menjadi satu-satunya titik lemah sekaligus keuntungan tersendiri karena menjadikan sisi pendalaman karakter-karakternya dapat tergali dengan baik, dan saat layer-demi layer mulai terbuka, efeknya makin menohok. Pendeknya, mudah didefinisikan bahwa ini adalah film yang tahu benar kapan harus menarik-ulur adegan-adegannya untuk memaksimalkan bobot sajiannya.
Dari segi paket aksinya, sejatinya, apa yang tersaji di sini sudah hadir di babak-babak M:I sebelumnya, namun penampilan Cruise sebagai ujungtombak utama yang makin menjadi-jadi (sang aktor melakoni sendiri nyaris seluruh adegan berbahaya karakternya-red) dan arahan McQuarrie yang dinamis dalam mengeksekusi visualisasi skrip yang ia tulis secara langsung terbukti sangat mumpuni. Hasilnya, dengan durasi mencapai lebih dari dua setengah jam (jadi, pergilah ke toilet dulu sebelum memasuki teater-red) Fallout dijamin memikat penontonnya untuk tetap terpaku menyaksikannya.
Selain jajaran muka lamanya yang semakin solid memainkan karakternya, dua nama besar yang menjadi pemegang karakter sentral di babak ini efektif menambah bobot penceritaan. Baik itu aktris senior Angela Bassett sebagai petinggi CIA yang manipulatif, maupun Henry Cavill yang begitu terlihat bad**s dengan kumis lebatnya (ini sebabnya mengapa Superman tampak ganjil dalam Justice League-red).
Secara keseluruhan, seperti sudah disinggung sebelumnya, melalui Fallout, McQuarrie tidak berupaya menyuguhkan terobosan inovatif apapun di dalamnya, di mana jika mengesampingkan sisi penceritaan, kemasan aksinya hanya mencakup, kejar-kejaran, aksi baku tembak, dan pertarungan jarak dekat. Beberapa di antaranya bahkan terlihat sedikit kaku, namun ia mampu mengemasnya sedemikian rupa dengan ciri khas kemasan sinematik M:I dan memadukan itu semua dalam sajian yang terasa kreatif dan segar. Dan, memang semua itulah yang diharapkan audiens terhadap franchise ini.
Walaupun dari segi penilaian pribadi penulis masih lebih memilih Ghost Protocol sebagai installment terbaik sekaligus favorit M:I, Fallout tidak diragukan lagi sukses membayar tuntas apa yang diharapkan sebelumnya. Tidak hanya sebagai salah satu film musim panas terbaik, namun juga salah satu yang rasanya paling berhasil di tahun 2018 sejauh ini.