Ghostbusters: Afterlife bertindak sebagai sekuel yang sangat terkait dengan film Ghostbusters asli 1984, dan juga sebagai kontinuitas dari sekuelnya yang dirilis di tahun 1989. Poin penting utama yang tersirat dari Ghostbusters II yang menjadi penggerak kisah di installment terbaru ini adalah perkembangan pahit, bahwa meski Ghostbusters berjasa besar dua kali menyelamatkan New York dari ancaman supranatural besar, prestasi mereka terlupakan.
Sutradara Jason Reitman menyajikan kinerja apik dalam melanjutkan apa yang telah diwariskan ayahnya, Ivan Reitman melalui dua film Ghostbustersnya. Banyak berisikan tribut pada saga lamanya, pembaruan yang dihadirkan dalam Ghostbusters: Afterlife tak ubahnya perpaduan dengan takaran pas antara komedi karakter dan intrik supranatural – dengan tambahan unsur serial Stranger Things dan kisah akil balig remaja dalam film yang merupakan salah satu judul yang kehadirannya paling dinantikan ini.
Hasil pembaruan Jason Reitman terhadap saga legendaris ini memiliki perasaan penemuan yang tulus seiring bagaimana anak-anak belajar mengenai kepahlawanan kakek mereka sementara bagi audiens mengenai apa yang dilakukan Egon dalam gap rentang waktu yang panjang selama beberapa dekade ini. Dengan titik berat kisah yang dikedepankannya, Ghostbusters: Afterlife merupakan surat cinta bagi Egon Spengler dan juga pemerannya, aktor komedian Harold Ramis yang meninggal di tahun 2014. Tidak hanya mengisahkan tentang karakter-karakter penting yang merupakan garis keturunannya, Egon adalah katalis sekaligus penggerak cerita dari film ini dari awal hingga akhir.
Secara teknis, Ghostbusters: Afterlife adalah film aksi komedi fantasi yang menghibur, menawarkan beberapa sinematografi yang hebat dan skor-skor musik yang mengingatkan kembali pada nostalgia film aslinya. Jika alur cerita skrip terasa familiar, itu dikarenakan Afterlife memang diakomodir Reitman untuk menjadi penyambung langsung dari plot film aslinya.
Karakter Phoebe yang dimainkan Mckenna Grace benar-benar menyalurkan karakter Egon Spengler versi gadis praremaja. Bagian terbaik dari film ini adalah penampilan spektakuler Grace sebagai Phoebe. Sebagai jantung film, ia membawa film dengan energi dan antusiasme mudanya yang sempurna untuk karakter seperti Phoebe. Ia menyenangkan dan relatable yang keduanya penting karena film tidak akan berhasil jika koneksi itu tidak ada. Sementara, Logan Kim lewat karakter yang dimainkannya, Podcast adalah scene stealernya.
Fakta bahwa plot Afterlife sangat mirip dengan film asli 1984 dan semua fans servicenya yang berlebihan tidak menghilangkan pesona intrinsik film tersebut. Salah satu aspek yang diabaikan dari film aslinya adalah fakta bahwa Ghostbusters itu sendiri … sejatinya bukan pahlawan tanpa pamrih. Mereka adalah pengusaha langka yang menjalankan bisnis menangkap hantu yang berkeliaran di New York, dan kemudian dipanggil untuk jadi penyelamat dunia dari ancaman supranatural berskala besar. Sedangkan, justru di sini Phoebe dan Podcast merupakan kebalikan kontrasnya, baik dalam hal asal usul dan motivasi dasarnya.
Afterlife memiliki plus- minusnya tersendiri, salah satunya adalah di paruh ketiga film yang rasanya akan membuat audiens antara akan menyenanginya atau malah justru membuat kecewa. Hal ini dikarenakan di sini adalah puncak tribut atau mungkin ibarat menjurus repetisi pada film orisinalnya. Terlepas dari bagaimana audiens nanti menilainya, bagi penulis sendiri Afterlife berhasil menempatkan story arc yang lumayan solid, baik itu sebagai babak kelanjutan, awal yang baru, maupun kisah standalone yang membungkus warisan Ghostbusters asli serta membawa beberapa penutupan memuaskan untuk para pemain lamanya.
Film Ghostbusters: Afterlife bisa disaksikan di bioskop-bioskop tanah air mulai 1 Desember 2021