Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags untuk lomba review film Deadpool dan sama sekali tidak mencerminkan pandangan editorial Cinemags. Anda juga bisa ikut serta dalam lomba review film Deadpool di sini.
Sudah menjadi kebiasaan kecil saya untuk selalu memberikan review singkat di media sosial tentang film yang sudah selesai saya tonton. Sebagai maniak film merasa harus untuk pertama kali nonton film premiere di jam penayangan paling awal. Dalam kasus Deadpool saya nonton premiere pada hari Rabu, 10 Februari 2016 penayangan pertama 12.00 WIB, seperti yang sudah-sudah, ternyata review saya sudah ditunggu teman-teman sosial media saya di akun Path saya (Rully Bandeng).
Dalam setiap awal review, saya selalu menyertakan rating suatu film. Dalam hal ini skala 1-10, sebagai penggemar lama komik dan film, Deadpool (2016), (8-10).
Mulai dari cast Deadpool (Ryan Reynolds) untuk masalah acting sudah tidak perlu diragukan lagi berkesan natural, seolah Ryan dilahirkan untuk memerankan Deadpool. Joke ringan ala Deadpool bisa dibawakan dengan sangat enak. Belum hilang dari ingatan tentang karakter lucu banyak omong di Blade Trinity (2004) sebagai Hannibal King yang banyak memberikan punchline lucu di dalam setiap dialognya. Dalam beberapa film sebelum Deadpool pun, Ryan berperan sebagai seseorang yang memiliki alterego. Alterego sebagai superhero salah satu anggota Justice League: Green Latern, Hal Jordan (2011). Alterego sebagai psycho pun sudah pernah diperankan secara apik oleh Ryan di The Voice (2014). Seakan mempertegas kesanggupan Ryan Reynolds untuk berperan alterego. Setelah produksi Deadpool selesai pun, Ryan seakan membawa Deadpool ke dunia nyata dengan meminta “paksa” kostum Deadpool dari properti film. “Saya mau kostum ini, kalau kalian mau mengambilnya, then take it off from me”, sambil ngeloyor pergi.
Untuk mengimbangi “kegilaan” Wade Wilson, hadirlah karakter cantik bernama Vannesa. Diperankan oleh Morena Baccarin, saya nilai sudah bisa mengimbangi kegilaan Wade Wilson. Pertama kali mengenal Morena Baccarin ketika memerankan Dr. Leslie Thompkins, wanita cerdas, pemberani sebagai pendamping Detective James Gordon (Ben McKenzie) di serial TV Gotham, yang juga kemudian menjadi pendamping di kehidupan nyata. Vannesa digambarkan memiliki kegilaan yang sama dengan Wade Wilson, kesederhaan, benar-benar seperti potongan aneh dalam suatu puzzle yang baru bisa terlihat gambar setelah dipersatukan.
Tokoh lainnya pun seperti Collosus yang akhirnya bisa mendapat peran lebih banyak ketimbang perannya selama ini di X-Men, maupun mutant Negasonic Teenage Warhead yang dark, gothic, Ajax, Angel, semuanya pas.
Untuk plot cerita sangat ringan, tidak perlu sampai berpikir keras tentang twist, atau plot rumit. Karena ini Deadpool, bukan Spider-Man dengan “With Great Power Comes With A Great Responsbility”. Di antara sekian banyak kekuatan Deadpool, salah satu yang unik adalah “self awarness”. Deadpool sadar kalau dia itu tokoh komik, dan dia bisa berbicara dengan “Narasi Balon Komik”. Dalam filmnya pun hal ini diperkenalkan secara baik, dalam beberapa scene, Deadpool aktif mengajak diskusi ataupun berinteraksi dengan penonton. Memang Deadpool tidak se-terkenal seperti Superman, Batman jadi dalam film pertamanya akan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi sineas yang bersangkutan untuk “memperkenalkan” “tokoh baru” ini. Diceritakan dengan alur maju mundur flashback, Deadpool menjadi sebuah film perkenalan yang baik bagi penonton awam. Durasinya pun pas tidak terlalu panjang dan berkesan boring tapi juga tidak terlalu pendek agar penonton juga tidak kecewa. Untuk durasinya pun menurut Wikipedia 108 menit, sedangkan menurut Lembaga Sensor Film selama 107 menit. Jadi ada 1 menit dari film yang dipotong, sensor. Buat yang udah nonton kelihatan kok mana yang disensor, tapi sama sekali tidak menggangu jalan cerita.
Lagu sudah menjadi salah satu bagian tidak terpisahkan dari sebuah film. Lagu di sebuah film jelas salah satu instrumen untuk “mengontrol emosi” penonton lebih dalam. Seperti I Dont Wanna Miss A Thing di Armageddon, ataupun How Do I Live di Con Air. Sesuai karakter Deadpool, banyak score up-beat maupun ceria untuk menemani aksinya. Untuk score atau OST dari Deadpool pun banyak dikerjakan oleh Junkie XL, tapi jelas salah satu yang menyita perhatian tentu tembang Shoop dari Salt-N-Pepa
Secara overall, Deadpool adalah seperti sebuah hidangan makanan baru yang unik dalam sebuah restoran. Sang koki handal, bisa menyajikan sebuah hidangan makanan baru yang enak, dengan promo gila-gilaan, cast yang gurih, karakter unik gila, rasa manis dari sebuah kisah romantis, dengan bumbu balas dendam, dan sedikit bumbu irama yang ikut mempermainkan emosi, and the crowd goes crazy with this new menu.
Rully Prastyono
Semarang, 11 Februari 2016