Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags dan tidak mencerminkan pandangan editorial Cinemags. Andapun bisa membuat artikel serupa di sini.
Sewaktu film ‘Bangkit’ dirilis gue cukup penasaran dengan filmnya karena genrenya yang cukup menarik yaitu film bencana atau disaster movie ala-ala The Days After Tomorrow, 2012, atau San Andreas gitu. Jarang-jarang kan film Indonesia dengan genre seperti ini. Apalagi karena ini disaster movie tentunya juga membutuhkan special effect CGI sehingga makin penasaran juga liat editan CGI hasil karya sineas Indonesia.
Film Bangkit ini menceritakan tentang kota Jakarta yang dilanda badai. Awalnya hanya dikira banjir siklus tahunan seperti biasa sehingga tidak ada penanganan khusus. Namun dari hasil riset karyawan BMKG, Arifin (Deva Mahenra), ternyata Jakarta akan dilanda badai yang akan membuat Jakarta tenggelam. Arifin bekerja sama dengan Addri (Vino G. Bastian), anggota Basarnas, untuk mencari legenda terowongan bawah tanah yang konon berada di bawah kota Jakarta untuk mengalirkan aliran banjir bandang ke laut.
Kelihatannya sih seru tapi sayangnya ekspetasi gue jauh dari kenyataan. Soal editan CGI menurut gue nggak ada masalah, usahanya boleh. CGI nya keren. Tetapi mungkin karena terlalu fokus dengan CGI nya agar ‘wah’ sehingga melupakan jalan ceritanya. Ceritanya jadi berantakan, alih-alih bikin tegang malah bikin gue geregetan dan sebal sendiri.
Dari awal film gue udah bingung saat Addri mengevakuasi kecelakaan bis yang mau masuk jurang. Dia kan anggota Basarnas masa main pecahin kaca jendela bis yang di depannya masih ada orang? Bukannya harusnya disuruh mundur dulu atau tutup mukanya? Diperlihatkan loh si penumpang mukanya kena pecahan kaca (yang merupakan efek CGI) yang dipecahin Addri. Kalau di dunia nyata ya hancur deh itu muka penumpang kena pecahan kaca, bisa masuk ke mata malah. Lalu saat rumahnya Addri kebanjiran, masa baru mindahin barang-barang dan anak-anaknya ke lantai atas saat air udah sepinggang? Seriously, si Addri ini baru mindahin TV LCD segede 40-an inci ke lantai atas rumahnya saat airnya udah sepinggang. Alhamdulillah rumah gue belum pernah kebanjiran sih tapi gue udah punya pengetahuan saat air mulai memasuki rumah walaupun hanya semata kaki, saat itu udah harus bergegas memindahkan barang-barang, terutama barang elektronik, ke lantai atas rumah. Bukan nunggu sampai banjirnya sepinggang dulu baru mindahin. Kemudian ada lagi posko bantuan yang membantu korban-korban banjir. Di film ini kayaknya posko bantuannya cuma 1 doang itu aja. Arifin yang korban kecelakaan pesawat di tengah hutan dibawanya ke posko itu juga. Ya karena di situ ceritanya ada pacarnya yang lagi bertugas sih.
Puncaknya yang paling bikin gue kesel adalah ulah anak bungsunya Addri yaitu Dek Dwi ini. Gara-gara dia tuh jadi kacau semua. Jadi Dek Dwi ini melihat denah terowongan bawah tanah terjatuh dari kantong Arifin sementara dia dan Addri sudah berangkat menuju terowongan. Diambillah denah itu. Tapi bukannya dia kembali ke mobil malah jalan dan kemudian ada tante-tante yang menawarinya untuk menumpang mobilnya. Eh dia malah main naik ke mobil itu aja dan entah bagaimana bisa pokoknya dia tiba-tiba sampe aja di depan terowongan. Dengan sotoynya dia masuk ke terowongan sendirian. Alhasil jadi bikin panik ibu dan ayahnya sementara terowongan itu akan dialiri aliran banjir bandang. Ya bisa ditebak lah adegan Addri cari-cari anaknya yang bikin makin drama. Tapi bukannya ikutan tegang gue sih malah sebel banget gara-gara ulah tuh anak. Gara-gara dia kan jadi pada pontang-panting semua. Duh Dek, makanya jangan sotoy yah.
Pengenalan karakternya juga kurang diperlihatkan dengan baik. Dari awal yang menonjol cuma karakter Addri yang merupakan anggota Basarnas. Dia punya istri dan 2 anak, tapi nama anaknya juga nggak diperkenalkan hingga pertengahan film. Arifin juga awalnya gue nggak tahu dia sebagai apa dan jadi apa tapi kemudian tiba-tiba diperkenalkan kalau dia merupakan pegawai BMKG. Tugasnya di BMKG juga nggak tahu dia apa, pokoknya dia yang nggak pake seragam sendiri, jago riset dengan peralatan canggih dan memberitahukan ke atasan dan masyarakat bahwa bencana akan terjadi. Pertemanan antara Addri dan Arifin juga tiba-tiba aja terjalin karena Addri 2 kali menolong Arifin. Tiba-tiba aja mereka jadi punya nomer hp masing-masing, ya mungkin waktu Arifin kecelakaan mereka sempat bertukar nomer hp.
Oya, yang keren dari film ini juga peralatan canggihnya Arifini yang 3 Dimensi ala-ala punyanya Tony Stark gitu. Yah namanya juga film sih ya, boleh aja mengkhayal Indonesia udah punya teknologi secanggih itu (untuk saat ini). Kemudian juga pengetahuan Arifini tentang cuaca juga makin menonjolkan karakternya sebagai pegawai BMKG. Walaupun gue nggak ngerti dan nggak tahu juga kalo dibegoin haha. Tapi itu menunjukkan film ini niat juga risetnya.
Kesimpulannya, gue merasa film ini ngikutin standar Hollywood banget. Formula ceritanya hampir mirip dengan disaster movie ala Hollywood, bedanya di film ini bukan dari keluarga bercerai. Disaster movie ala Hollywood ceritanya juga suka kacau sih, cuma menampilkan keseruan efek-efek CGI. Itu juga yang terjadi dalam film Bangkit ini. Terlalu ingin menonjolkan efek CGI tetapi ceritanya berantakan. Sangat disayangkan L