Science Film Festival
Tahun ini kembali hadir di Indonesia dalam edisi ke-15.
Targetnya adalah menjangkau siswa-siswi SD sampai SMA di 100 kabupaten/kota secara hibrida mulai 15 Oktober s.d. 30 November 2024.
Di Indonesia, festival ini akan memutar 15 film dari 8 negara, yakni Jerman, Australia, Italia, Thailand, Chile, Brazil, Belanda, dan Kolombia, diikuti 6 eksperimen sains terkait dengan film-filmnya yang akan dipraktikkan setelah penayangan.
Film-film tersebut dijadwalkan diputar bergantian secara luring di sekolah-sekolah, universitas, pusat sains, komunitas, serta secara daring via Zoom.
Tahun ini, festival yang diinisiasi Goethe-Institut ini menyoroti tema “Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular” melalui film-film internasional dan sejumlah eksperimen sains yang menyenangkan.
Science Film Festival di Indonesia tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama, yakni
– Constanze Michel (Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru)
– Nujul Kristanto (Ketua Tim Kerja Apresiasi dan Literasi Film, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)
– Ina Lepel (Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste)
– Bicky Bhangu (Presiden Rolls-Royce untuk Asia Tenggara, Pasifik, dan Korea Selatan)
– Fatchiah E. Kertamuda ( Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina )
– Yuda Turana (Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)
– Ifan Iskandar (Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Jakarta)
– Ferry Fredy Karwur (Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana)
Science Film Festival adalah perayaan komunikasi sains di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.
Bekerjasama dengan mitra lokal, perayaan ini mempromosikan literasi sains dan memfasilitasi kesadaran akan isu-isu ilmiah, teknologi, dan lingkungan kontemporer melalui film internasional dengan kegiatan pendidikan yang menyertainya.
Festival ini menyajikan isu-isu ilmiah yang mudah diakses dan menghibur bagi khalayak luas dan menunjukkan bahwa sains bisa menyenangkan.
Ajang ini telah berkembang pesat sejak edisi pertamanya di tahun 2005 di Thailand, menjadi acara terbesar untuk jenisnya di dunia.
Science Film Festival diselenggarakan di setiap negara oleh Goethe-Institut bekerjasama dengan mitra lokal.
Festival ini bergantung pada kolaborasi dan partisipasi aktif lembaga pendidikan sains, sekolah, universitas, kementerian, dan pusat budaya di masing-masing negara tuan rumah, serta antusiasme staf mereka dan mitra lainnya, seperti LSM, pendidik, dan kelompok relawan pelajar, yang memfasilitasi pemutaran dan kegiatan.
Festival ini menjangkau berbagai kota dan kabupaten seperti :
Ambon, Bandung, Buol Toli-Toli, Deli Serdang, Ende, Fakfak, Karo, Matauli Pandan, Poso, Pulau Buru, Surabaya, Waibakul, Yogyakarta, dan masih banyak lagi.
Tema yang diangkat tahun ini menegaskan kebutuhan yang mendesak akan aksi-aksi lingkungan yang tak sekadar menyasar penurunan emisi gas rumah kaca global demi menjawab tantangan perlindungan iklim.
Bukti-bukti baru yang dihasilkan penelitian menunjukkan, penurunan emisi CO2 saja tidak cukup untuk menghentikan perubahan iklim. Agar target-target dalam Persetujuan Paris tentang Iklim dapat dipenuhi, transisi cepat menuju Emisi Nol Bersih karbon mutlak diperlukan.
Ekonomi sirkular tidak bisa dilepaskan dari konsep di atas.
Dalam konsep ekonomi ini, semua barang dan produk yang masih dalam keadaan layak sangat dianjurkan agar digunakan bersama, disewakan, digunakan kembali, diperbaiki, dan didaur ulang.
Dengan mendorong penggunaan ulang dan daur ulang produk, ekonomi sirkular secara efektif memperlambat hilangnya sumber daya alam, mengurangi perusakan bentang alam dan habitat, dan membantu pelestarian keanekaragaman hayati.
Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Constanze Michel, menyampaikan
Science Film Festival mengangkat beragam karya film internasional yang berfokus pada pentingnya konsep nol bersih dan ekonomi sirkular untuk mengatasi tantangan akibat krisis iklim.
“Kami percaya, sains bisa menjadi sesuatu yang seru dan menyenangkan. Melalui film-film bertopik ilmiah dari berbagai negara, kami ingin memantik kreativitas dan inspirasi anak dan remaja di Indonesia, serta di negara-negara ASEAN, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika agar lebih banyak generasi muda yang ingin mempelajari dan mencintai sains,“
Sementara itu, Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel, menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan masa depan yang berkelanjutan, tema festival tahun ini, ‘Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular‘, amat relevan dengan perkembangan terkini.
“Inovasi ilmiah mengambil posisi penting dalam mencapai visi masa depan ini dan membantu kita semua menurunkan jejak karbon serta mendorong praktik-praktik hidup yang berkelanjutan. Baik Indonesia di ASEAN maupun Jerman di Uni Eropa, kedua negara menjadi pemimpin dalam upaya tersebut. Melalui kerja sama yang setara, Indonesia dan Jerman dapat memadukan upayanya dan berkontribusi mewujudkan emisi nol bersih dan ekonomi sirkular yang lebih kuat,“ tuturnya
Lebih dari 250 siswa-siswi menyaksikan tiga film saat pembukaan Science Film Festival 2024 berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta.
Mereka menonton film asal Jerman berjudul Nine-and-a-half: Hydrogen – The Green Energy of the Future? yang mengajak melihat “desa hidrogen” bernama Bosbüll di Schleswig-Holstein.
Setelah itu, pemutaran dilanjutkan dengan film asal Chile berjudul Raffi yang bercerita tentang pengalaman si cilik Ema yang belajar tentang keberlanjutan di rumah pertanian keluarganya.
Film terakhir yang mereka saksikan adalah dokumenter Jerman berjudul How Bicycle Tires and Inner Tubes are Made: The Path of a Schwalbe Tyre, menyoroti lingkungan produksi ban di Indonesia, Vietnam, dan Jerman.
Para siswa selanjutnya berpartisipasi dalam eksperimen sains bernama “Sentripetal dalam Gelas“.
Para siswa ditantang memindahkan bola pingpong dari atas meja ke atas mulut botol tanpa terjatuh dan disentuh.
Di eksperimen ini, para siswa dapat mempelajari bagaimana sebuah benda dapat bergerak berputar karena gaya sentripetal.
Gaya ini adalah penyebab dari setiap benda dapat bergerak berputar, contohnya pada putaran Bumi yang dapat menciptakan musim, iklim, dan cuaca.
Kilas Balik
Sejak diluncurkan di Thailand pada tahun 2005, Science Film Festival konsisten mempromosikan literasi sains kepada pemuda di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah melalui komunikasi berbasis pengetahuan yang menghibur.
Science Film Festival diperkenalkan dan diadakan di Indonesia pada tahun 2010 seiring dengan upaya ekspansi regional festival pada masa itu.
Dalam perjalanan waktu, festival ini telah mengukuhkan diri sebagai yang terbesar di dunia untuk jenisnya, dengan sekitar 860.000 penonton di 21 negara selama edisi tahun 2023, termasuk 122.066 penonton di Indonesia.