Film The Menu sudah dapat ditonton di bioskop. Film dengan durasi 107 menit ini akan menampilkan gambar-gambar menarik dan akan menggugah perasaan para penontonnya .
Ini dimulai dengan dialog antara Anya Taylor-Joy and Nicholas Hoult yang mengesankan bahwa sebagian besar adegan dalam film ini akan memberikan kejutan serba mewah dan serba bergaya kehidupan kelas atas. Ini adalah hidangan yang mahal, seharga jam tangan Rolex.
Harapan penonton ini , dengan cepat terpenuhi, saat “makanan ringan” selamat datang dihidangkan di atas kapal yang membawa mereka semua ke sebuah pulau.
Di dalam kapat, terungkap bahwa pesertanya beragam, ada yang telah berkali-kali mengunjungi restoran ini , ada juga yang baru pertama kali. Namun benang merahnya adalah , mereka adalah tamu dengan kategori A-list. Sebuah daftar tamu yang khusus diminta oleh Chef Slowik (Ralph Fiennes) dan telah dipertimbangkan dengan masak-masak.
Tentunya saat ada anomali, orang yang paling merasa terganggu adalah Chef Slowik. Serta merta ia mengamati lebih dalam ke meja pasangan Tyler ( Nicholas Hoult) dan Margot (Taylor-Joy). Margot tidak sepatutnya berada disitu, ia adalah pasangan kencan Tyler , dikarenakan pacar Tyler tidak ada dan alasannya akan disampaikan lebih mendalam oleh Tyler melalui dialog singkat namun mengandung pengertian beragam.
Terlepas dari semua itu, penonton pun dibawa penasaran akan tampilan-tampilan makanan yang disajikan. menariknya setiap kali , hendak menyajikan atau menjelaskan mengenai masakannya, akan ada ritual tersendiri yang dilakukan oleh Chef Slowik.
Ritual ini seolah memberikan penekanan bahwa kuasa saat ini ada di tangan mereka, dan melalui penegasan berulang-ulang , melalui irama tertentu, jika ini berhasil memasuki alam bawah sadar seseorang. Otomatis akan membangun suasana hipnotis , bagi pengunjung A-list ini.
Nah, sekali lagi Margot ternyata menjadi anomalinya. Chef Slowik pun mau tak mau harus membuat perencanaan baru. Terkait akan kehadiran Margot dan lebih dalam juga melakukan tekanan secara psikologis terhadap Tyler yang telah ia anggap melanggar kesepakatannya. Disinilah penonton akan menyaksikan serangkaian adegan-adegan yang kompleks , namun mendalam.
Bagaimana dengan para pengunjung A-list lainnya? Ternyata mereka termasuk dari orang-orang yang telah berhasil mencapai tingkat keberhasilan tertentu , namun tetap merasakan ada sesuatu yang harus dikejar dan dikejar lagi, sehingga melupakn hal-hal sederhana dalam hidup, sebagaimana ter representasi di makanan yang terhidang , setelah melalui proses penjelasan detil dari Chef Slowik. Ini merupakan Impostor Syndrome.
Impostor Syndrome ditujukan kepada orang yang selalu merasa tidak puas dengan prestasi dan keberhasilan yang diperolehnya. Mereka menganggap bahwa keberhasilan yang didapatnya itu hanya karena kebetulan semata.
Satu per satu, dialog pun membuka diri mereka, problem mereka, yang menjelaskan alasan utama dari pilihan Chef Slowik dan para pendampingnya.
Alur cerita dalam film The menu ini terbilang lambat untuk genre thriller, terasa pula unsur khas gaya film Eropa dalam film besutan sutradara Mark Mylod ini
Adapun ketegangan yang terbangun , akan difahami , apabila penonton memahami pesan yang hendak disampaikan, khususnya sindiran bagi penderita Impostor Syndrome itu sendiri. Jika tidak, memang akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan mengenai, mengapa tidak melakukan hal ini dan itu , yang biasa dilakukan oleh penonton film di Indonesia. Plot hole yang dihadirkan, bagi Cinemags terasa malah sebagai penegas bahwa Chef Slowik telah bertahun-tahun mengamati para pengunjung A-list ini dan ini serta merta membuat bulu kuduk yang memahami pun berdiri.
Kembali pada anomali , yaitu Margot . Kejutan yang dihadirkan melalui dirinya , terasa masuk akal dan logis. Ini juga kembali lagi menekankan bahwa bisa jadi Margot pun memahami filosofi Impostor Syndrome ini, dari pahit getir kehidupan yang ia jalani. Ia juga terpapar akan hal ini, saat bertemu dengan orang-orang yang harus ia hadapi sehari-hari. Sehingga dari situlah, ia berani melakukan tindakan tegas dan tentunya akan membuat penonton penasaran , dapatkah Margot melawan Chef Slowik?
Secara chemistry , dapat terlihat dengan jelas bahwa Anya Taylor-Joy dan Ralph Fiennes terinspirasi oleh satu sama lain, dapat dikatakan mereka berdua seolah menggunakan bahasa yang sama dan juga pendalaman pengalaman yang sama dalam adu akting di film ini. Hal ini membuat penonton, mau tak mau mengakui kemampuan pembalikan strategi yang kedua karakter ini perankan dalam setiap waktu, guna mengatisipasi halangan yang timbul.
Cinemags sendiri merasa puas menonton film The Menu ini , karena memberikan hiburan dengan unsur edukasi baru (bagi yang memahami), namun dengan gaya ringan menghibur. Terlebih lagi dengan pola permainan pemikiran yang dihadirkan sepanjang film.
Baca juga : Deretan Menu Menggugah Selera untuk Menyambut Penayangan The Menu