Menyusul James Cameron dan tim sekuel Avatar-nya, Selandia Baru kembali membuka sejumlah peluang untuk produksi industri film internasional lainnya untuk datang ke negara kiwi tersebut. Salah satunya adalah adaptasi tim produksi serial live-action Cowboy Bebop dari Netflix, dan tim serial The Lord of the Rings dari Amazon.
Dalam usaha mencari lokasi pembuatan film karena bebrapa tempat ditutup karena karantina COVID-19, Selandia Baru menjadi salah satu negara yang mulai membuka kembali izin dan lokasi syuting untuk sejumlah rumah produksi Hollywood yang sudah pasti diikuti dengan beberapa peraturan yang harus ditaati oleh mereka. Selain adaptasi dari franchise novel J.R.R. Tolkien dan adaptasi live-action Cowboy Bebop, Selandia Baru juga akan menyambut kedatangan proyek Netflix lainnya seperti Sweet Tooth, proyek Peter Farrelly berjudul Greatest Beer Run Ever yang dibintangi Viggo Mortensen, dan Power Rangers Beast Morphers.
Proyek serial The Lord of the Rings telah memasuki pra-produksi dan proses syuting sebelum ditutup karena karantina global. Mereka sudah hampir merampungkan produski dari dua episode pertama pada pertengahan Maret sebelum dihentikan, namun uniknya keadaan ini hampir sesuai dengan rencana awal produksi mereka untuk vakum sementara setelah episode kedua dan dilanjutkan pada bulan September mendatang.
Sedangkan proyek Cowboy Bebop dari Netflix mempunyai cerita yang berbeda, mereka sebenarnya telah memulai proses produksi tahun lalu sebelum absen 7-9 bulan karena pemeran utama, John Cho (Searching) menderita cedera lutut pada bulan Oktober. Dan seiring dengan pandemi global yang sedang berlangsung, tim produksi proyek ini juga harus diistirahatkan. Dalam serial ini John Cho akan berperan sebagai Spike Spiege, sang protagonis utama. Shakir (Luke Cage) akan memerankan Jet Black, Pineda (Jurassic World: Fallen Kingdom) akan berperan sebagai pemburu hadiah Faye Valentine, dan Hassell (Suburbicon) akan berperan sebagai Vicious, mantan mitra pendendam Spike.
Meskipun demikian dari laporan yang beredar, sampai saat ini tidak ada tanggal resmi yang ditetapkan untuk memulai proses produksi proyek-proyek tersebut di atas. Diperkirakan bahwa jika produksi baru dimulai di negara itu, maka akan menciptakan lebih dari 3.000 lapangan pekerjaan lokal untuk warga setempat dan membawa suntikan sekitar $400 juta ke ekonomi Selandia Baru.