Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, perkembangan film superhero di jagad perfilman Hollywood sangatlah pesat. Dan saat ini, film superhero adalah salah satu genre tersendiri yang memiliki tempat spesial bagi para penikmat film, fanboy komik, bahkan anak – anak. Persaingan antara 2 raksasa di dunia perkomikan barat ini pun pada tahun ini dinilai cukup panas, dengan menggadang tema pertarungan 2 pihak superhero. Kali ini DC mengangkat pertarungn dua ikon paling legendaris, yaitu Batman dan Superman, dengan wajah segar aktor kawakan Ben Affleck sebagai sang Caped Crusader dan Henry Cavill yang masih diberi mandat untuk menjadi sang Man of Steel.
Harus diakui, DC kali ini memiliki “beban” yang cukup berat, dimana mereka harus membangun sebuah universe baru, sementara cerita yang ditawarkan kepada para penonton sendiri sudah melibatkan multi-superhero, yang sama sekali belum diperkenalkan secara personal melalui layar lebar kecuali Superman. Ditambah lagi dengan membawa Doomsday sebagai salah satu supervillain dan banyaknya berita yang beredar tentang berbagai karakter superhero yang akan muncul pada film ini, membuat film ini dipenuhi dengan ekspektasi yang cukup tinggi dari berbagai kalangan.
Zack Snyder yang duduk di kursi direktor pun sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya dalam menyajikan film yang penuh dengan aksi yang epik, seperti 300, Watchmen, dan tentu saja Man of Steel. Namun sayangnya pada kasus Man of Steel, Zack kurang sukses dalam mempresentasikan sisi cerita dari film itu. Hal itu nampaknya terulang lagi menurut saya pada Batman vs Superman: Dawn of Justice.
Film dibuka dengan premise yang cukup menarik dan bagus dimana awal mula kebencian Bruce Wayne kepada Superman dimulai ketika hancurnya kota Metropolis akibat pertarunganya dengan Zod pada man of Steel. Bruce Wayne yang memiliki ekspansi Wayne Enterprises di Metropolis pun datang untuk melihat kondisi perusahaannya, yang ternyata hanya berujung pada kehancuran gedung dan kematian para karyawan – karyawannya. Dengan tatapan penuh dendam dari sang Dark Knight, maka mulailah film ini.
Superman yang notabene adalah salah satu karakter yang cukup overpower, baik di film maupun komik, nampaknya oleh Zack Snyder tidak ingin direpresentasikan sebagai sosok yang dicintai dan dipuja oleh masyarakat, seperti apa yang sudah ditunjukkan oleh Superman versi Christopher Reeve dan Brandon Routh. Superman secara tidak langsung menjadi biang kerok sekaligus kambing hitam dari konflik – konflik yang terjadi di film ini. Mulai dari kerusakan di Metropolis hingga kasus bom disaat sidang kongres, dimana Superman sebenarnya hanya berada di waktu dan tempat yang salah.
Bila dilihat dari inti cerita dan premis yang sudah saya jabarkan di atas, film ini memiiki basis cerita yang cukup kuat dan menarik. Ditambah dengan kesan gelap dan penuh ironi, seharusnya DC sudah bisa menjadikan film ini sebagai jawaban atas Marvel Cinematic Universe. Namun sayangnya, menurut opini saya, film ini gagal dieksekusi dari segi cerita yang sayangnya mengisi ¾ dari durasi film ini.
Cerita yang ditawarkan pada BvS: Dawn of Justice ini terbilang mudah ditebak dengan alur yang sebenarnya sudah “bocor” melalui trailer dan promosional lainya. Saya ingat ada Youtuber yang sudah membedah dan memprediksi alur cerita dari film ini, hanya melalui trailer, bahkan ketika film ini belum dirilis. Dan sayangnya prediksi ini bisa dibilang 90 % tepat tanpa ada twist atau sesuatu yang mengejutkan dari film ini. Tiap scene yang disajikan terasa kurang fokus dan dengan phasing yang di beberapa waktu menjemukan, sementara di saat yang lain tiba – tiba muncul begitu saja tanpa persiapan, seperti misalnya saat Batman mencuri kryptonite dari Lex Luthor, yang sama sekai tidak ditampilkan aksi maupun kejadian sebenarnya.
Ketidak fokusan lainya adalah memperkenalkan para calon anggota Justice League yang saya nilai tidak pada momen yang tepat. Mungkin maksud hati Zack Snyder adalah memberikan Easter Egg untuk para fans, namun yang saya rasakan adalah kekecewaan. Seperti contohnya kemunculan flash yang tiba – tiba, dengan mimpi Batman yang “absurd”, walaupun di satu sisi cukup menarik dengan sedikit teaser untuk film Justice League, namun momen yang dipakai kurang tepat waktu. Sama halnya ketika file para manusia super akhirnya dibuka, kekecewaan saya muncul lagi karena momen ini rasanya hanya dimasukkan begitu saja saat scene puncak film ini akan dimulai, ditambah dengan kemunculan Barry Allen, yang menurut opini pribadi saya, kurang pas diperankan oleh Ezra Miller dengan tampilan lebih mirip homeless man ketimbang police scientist.
Saat kemunculan Doomsday ditrailer, dua hal yang berkembang dengan pesat saat itu, kekecewaan fans akan desain dari sang pembunuh Superman, dan prediksi tentang siapa yang akan menjadi tokoh dibalik Doomsday ini. Dari kedua hal ini, satu berujung pada kepuasan sementara yang lain pada kekecewaan. Trailer memang ternyata hanya menunjukkan sosok awal dari Doomsday, dan final form darinya ternyata sangat memuaskan, ditambah dengan efek khas ala Zack Snyder, Doomsday menjadi salah satu sosok musuh yang keren. Di sisi lain, ketika suatu prediksi menjadi suatu kebenaran, maka akan ada kekecewaan. Sosok Zod yang sudah menjadi mayat dan juga muncul di trailer, sejak awal sudah diprediksi akan dimodifikasi oleh Luthor menjadi Doomsday, dan hal itu benar, tanpa ada twist apapun.
Walaupun BvS cukup mengecewakan dengan segala hype yang sudah digadang sejak tahun lalu, namun film ini masih memiliki lebih banyak sisi menarik. Ben Affleck memang memiliki kharisma yang berbeda dengan Christian Bale sebagai Bruce Wayne, namun ia memerankanya dengan sangat memuaskan bagi saya. Dedikasinya dalam membentuk tubuhnya untuk menjadi Batman dengan “otot komik” dan tatapan serta ucapanya yang cukup mengintimidasi, menjadikanya salah satu Bruce Wayne terbaik hingga saat ini. Dibantu dengan “Grumpy” Alfred yang menjadi butler sekaligus genius dibalik semua perlengkapan Batman, menjadikan highlight film ini didominasi oleh mereka.
Kemunculan Gal Gadot yang hanya terbilang singkat didalam kostum Wonder Woman, untungnya sangat memberikan kesan badass di pertarungan terakhir ini, yang tentu mengangkat keterpurukan cerita pada film ini. Ditambah dengan komposisi musik dari Hans Zimmer, membuat kemunculannya sangatlah unforgettable. Sosok Lex Luthor yang eksentrik dan lebih mirip seorang Joker ketimbang seorang intelek dan berkharisma, diperankan oleh Jesse Eiseberg dengan sangat baik. Dimata saya, sosok ini memberikan rasa baru bagi penjahat yang seharusnya berkepala botak ini. Satu hal lagi yang menjadikan film ini masih memiliki nilai, dimana Zack Snyder tidak lupa ketika memunculkan tokoh Doomsday yang terkenal sebagai the Killer of Superman dikomik, ia juga mengangkat kematian Superman ke layar lebar.
Ringkas kata, Batman vs Superman: Dawn of Justice merupakan langkah terbesar DC untuk mendirikan DCEU, namun dengan eksekusi cerita dan pengenalan tokoh yang tidak berkesan, membuat film ini hanya menjadi Clash of the Superheroes¸tidak lebih, tidak kurang. Bukan awal yang baik, namun bukan juga yang terburuk dari DC. Hope for the best for the next movie. To the Invisible Plane!!
7/10