Film Lovecraft Country sudah dapat ditonton melalui HBO Go dan HBO sejak tanggal 17 Agustus 2020. Lovecraft Country merupakan serial anyar HBO yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya penulis Matt Ruff.
https://youtu.be/VJV9acMsDwM
Wawancara eksklusif dengan Jonathan Majors pemeran Atticus – Lovecraft Country , kali ini terasa lebih dalam dan terbuka, terkait akanbanyaknya isyu sosial dan kemanusiaan. Film yang digarap oleh Monkeypaw Productions, Bad Robot Productions, dan Warner Bros. Television, ini memang menampilkan mengenai teror monster dan rasisme yang telah disaksikan oleh penonton melalui trailer official nya beberapa waktu lalu. Kemudian episode demi episode filmnya , semakin mengentalkan rasa genre sci-fi nya dengan karakter masing-masing penulisnya.
Banyak yang belum mengetahui bahwa Jonathan Majors merupakan fans dari penulis H. P. Lovecraft sebelum terlibat dalam film Lovecraft Country , selain itu nama-nama penulis legendaris antara lain seperti Ray Bradbury , George Orwell , Stephen King, serta penulis lainnya yang menulis novel bergenre horor psikologi . Disampaikan pula bahwa dirinya sangat menyukai film The Shining yang terinspirasi dari novel Stephen King, bahkan episode kedua dalam film Lovecraft Country mendapatkan pengaruh dari film The Shining.
Dalam film sci-fi ini peran utama (Atticus) adalah seorang etnis African American , menurut Jonathan Majors hal ini melawan kebiasaan pada umumnya dalam film , karakter yang diperankan oleh seorang etnis African American selalu kalah dan mati, namun Atticus menunjukan hal yang berbeda. Dalam film ini, dapat dilihat kecerdikan Atticus dalam mengahadapi permasalahan , perubahan ini menimbulkan impak yang besar .
Beberapa waktu lalu, cinemags diwakili Nuty Laraswaty, mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara spesial dengan Jonathan Majors, yang merupakan pemeran utama film ini .
1. Apakah yang ingin ditangkap oleh penonton dari film Lovecraft Country?
Saya memahami bahwa penonton melihat apa yang mereka bisa lihat dan semoga mereka dapat melihat bahwa inti film ini adalah mengenai keluarga. Seorang pemuda, ayahnya, sepupunya dan perempuan yang ia cintai bersama-sama berpetualang mewujudkan warisan keluarga mereka, ini merupakan segi drama dari film ini.
Keluarga yang diangkat adalah dari latar belakang etnis African American dengan pandangan umum stereotipe yang diproyeksikan melalui literasi, film ini menggambarkan beragam kehidupan etnis African American yang berbeda dengan pandangan umum stereotip tersebut.
Selain itu penonton juga dapat melihat unsur rasisme hingga intoleransi termuat dalam film yang sangat membumi ini.
2. Mengapa ya, penonton sangat tertarik dengan ide cerita mengenai sejarah keluarga dan juga rahasianya ?
Saya pikir karena kita semua adalah tipe pemburu dan pencari yang selalu mencari rasa aman. Tiada yang lebih terasa aman daripada mengetahui mengenai asal usul dirimu, selain juga jika mengetahui tujuan kita berikutnya, itulah sebabnya kita mempunya buku dan peta. Merupakan sesuatu yang bersifat pribadi jika membicarakan hal tersebut dan menentukan jati diri kita dari warisan yang kita terima.
3.Bagaimanakah rasanya, bekerja sama dengan J.J. Abrams, Jordan Peele, dalam film ini?
Saat proses pembuatan film ini saya tidak bertemu langsung dengan mereka , namun sudah menonton film-film seperti Get Out, Antebellum, Lost dan sebagian besar karya mereka lainnya, sehingga saat menjalani proses syuting saya dapat merasakan elemen-elemen khas mereka.
Saat episode kami dikejar oleh polisi, itu mirip elemen yang terdapat dalam film Get Out.
Saat adegan monster dan alien, kami dapat merasakan ini adalah elemen khas J.J. Abrams.
4.Bagaimanakah cara mempersiapkan diri dalam memerankan karakter Atticus ?
Saat mempersiapkan karakter peran yang , aku selalu menggunakan metoda serta prosedur yang sama dalam pendekatan untuk karakterku hingga akhirnya aku memahami lebih jauh bagaimana karakter ini harus tampil dalam film. menariknya adalah mendalami peran Atticus saya menggunakan model artefak yang berasal dari Bali , saya memiliki empat buah topeng dari Bali.
(Red: Pada akhir interview, Jonathan Majors menunjukkan koleksi topeng-topengnya tersebut )
Jadi saat saya mempersiapkan diri untuk memerankan karakter Atticus , saya membayangkan secara metafora setiap karakter yang nanti Atticus akan temui, untuk itulah topeng-topeng ini sangat membantu saya untuk mendapatkan pendalaman karakter tersebut melalui energi yang saya peroleh dalam pikiran saya.
Jadi saya benar-benar sangat antusias, saat mengetahui ada perwakilan media dari Indonesia (sambil tersenyum lebar) , saya berada disana (Red: Bali) selama tiga minggu . Kemudian saya juga memikirkan mengenai perang Korea yang merupakan perang yang terlupakan dan bagaimana dampak perang tersebut pada kondisi psikologis seseorang yang mengalaminya, pastinya sangat traumatis , di saat kamu baru kembali dari medan perang Korea namun orang-orang di Amerika tidak memahami fakta bahwa telah terjadi perang di Korea, mereka tidak mendapatkan informasi yang mendalam mengenai kejadian ini , dan inilah yang dialami oleh Atticus. Karakter Atticus adalah tipe karakter pahlawan yang introvert, sangat pemalu dan tidak banyak berbicara dan lebih banyak menggunakan otaknya
5. Apakah adegan favoritmu dalam film ini dan mengapa ?
Saat saya memerankan adegan petualang seperti adegan film Indiana Jones , tadinya saya ingin menggunakan topi juga namun terasa berlebihan. Benar-benar menyenangkan bahwa etnis African American dapat memerankan adegan petualangan seperti itu. Benar-benar impian masa kecil yang terkabul.
6. Bagaimana pendapatmu mengenai rasisme yang terjadi pada tahun 1950 dan apakah ini masih merupakan isyu yang relevan saat ini?
Ya, ya, ya, ya, ya …. ya … masih merupakan isyu yang relevan saat ini. Menurut saya rasisme berasal dari keangkuhan, ketakutan dan sifat pengecut , serta ini saya sampaikan padamu kekuatan mutlak dan juga korupsi . Komdisi ini masih sama buruknya di masa sekarang dengan masa lalu, hanya bermutasi saja bentuknya.Jika dahulu dalam bentuk perbudakan, diikat oleh “rantai” melalui sistem di Amerika Serikat , mereka mencoba mengaturnya melalui metoda stereotip, sehingga membuat tidak bisa bebas mengekspresikan jati diri dan menjalani kehidupan seutuhnya. Mereka mengangkat rantai dari tubuh kita, namun merantai pemikiran kita. Itu bukan saja untuk etnis African American , namun juga terasa menggeneralisasi di bagian lain di Amerika Serikat.