Belum lama ini tersiar kabar bahwa The Last Unicorn, film animasi panjang rilisan tahun 1982 akan dibuatkan versi film live actionnya. Berkenaan dengan momen itulah, berikut kami hadirkan perihal mengenai film animasinya dan informasi yang berkaitan dengannya.
Akan berusia 40 tahun sejak kemunculan pertamanya, perlu diinformasikan sebelumnya, The Last Unicorn telah diakui banyak kalangan sebagai salah satu film animasi cult classic. Ini adalah film yang akan membuat kalangan penggemar berat film dari kalangan Gen-X maupun sebagian millenial antusias dalam pembicaraan kasual, namun mungkin tidak familier di kalangan penggemar film biasa. Sebagian alasannya adalah bahwa film animasi tahun 1980-an umumnya lebih tertarik untuk menghasilkan uang daripada menjadi seni, dan kebangkitan Disney yang dipelopori oleh hit baik secara kritik dan komersial; The Little Mermaid masih beberapa tahun lagi.
Kisah The Last Unicorn diangkat berdasarkan kisah novel berjudul sama karya novelis fantasi Peter S. Beagle. The Last Unicorn menceritakan tentang perjalanan seekor unicorn yang terakhir dari spesiesnya dalam mencari kelompoknya.
Tersebutlah seorang raja yang jahat bernama Haggard (Christopher Lee) mempunyai rencana untuk memunahkan semua unicorn yang ada di dunia. Saat seekor unicorn (Mia Farrow) mengetahui hal itu dan bahwa ia dalam bahaya, dan bahwa bisa jadi ia akan menjadi yang terakhir dari spesiesnya, unicorn muda itu memutuskan untuk meninggalkan hutan yang menjadi tempat persembunyiannya. Kemudian meminta bantuan seorang penyihir muda yang masih kikuk namun baik hati bernama Schmendrick (Alan Arkin)dan seorang koki bernama Molly Grue (Tammy Grimes), mereka mulai melakukan petualangan panjang yang berbahaya dengan satu tujuan: mengalahkan Haggard dan menyelamatkan para unicorn dari kepunahan.
The Last Unicorn sendiri bisa dikatakan sebuah film animasi yang kontras berbeda dengan rekan-rekan seangkatannya. Gaya animasi film penyutradaraan Jules Bass dan Arthur Rankin Jr ini lebih menjurus ke gaya animasi Jepang ketimbang animasi film-film animasi Amerika pada masa itu.
Pun juga melalui jajaran pengisi suara yang sarat bintang dari Mia Farrow dan Alan Arkin hingga ke Angela Lansbury dan Christopher Lee, hingga ke musik soundtracknya yang dibawakan band America dan ketegasannya untuk menolak pada tipikal film animasi pada umumnya yang menyajikan narasi yang ramah. Justru sebaliknya, ini adalah film yang secara konsisten menghadirkan kejutan dan pilihan jalan cerita beresiko besar tak terduga yang sampai sekarang juga masih jarang dijumpai di banyak film.
Tidak seperti kebanyakan film animasi di era tersebut, film ini sangat aneh dan benar-benar menakutkan, penuh dengan karakter abu-abu. Tidak ada apa pun tentang The Last Unicorn yang dapat diprediksi atau diharapkan, dan dengan lembut mengolok-olok kiasan fantasi semudah menyebarkannya.
Seluruh film penuh dengan kontradiksi yang kompleks dan penuh pemikiran—sebuah kisah yang penuh harapan dan sedih, pahit dan romantis, indah dan suram. Yang mungkin merupakan pelajaran terpenting dari The Last Unicorn: Ini adalah dongeng yang mencerminkan kebenaran kehidupan nyata yang seringkali sulit. Untuk mengetahui kegembiraan, seseorang juga harus mengalami rasa sakit. Hal-hal di luar diri Anda tidak akan pernah membuat Anda bahagia, tidak peduli seberapa keras Anda mengejarnya. Cinta itu sendiri adalah anugerah, bahkan jika itu tidak bertahan selamanya. Hal-hal harus terjadi ketika saatnya bagi mereka untuk terjadi. Atau, seperti yang dikatakan film itu: Tidak ada akhir yang bahagia, karena tidak ada yang berakhir.
The Last Unicorn bisa disaksikan dengan cara membuka tautan di sini