Ride or Die adalah film Jepang rilisan Netflix yang tengah menjadi buah bibir di jagat maya beberapa hari ini. Diadaptasi dari manga berjudul Gunjo karya Ching Nakamura, film yang berfokus tentang proses pelarian pasangan lesbian dari problem mereka, yang mana salah satu upaya yang ditempuh, hingga melakukan pembunuhan ini mendapat sorotan banyak kalangan karena muatan erotikanya lumayan eksplisit, mengingatkan Blue is the Warmest Colour.
Seberapa jauh tindakan yang berani ditempuh untuk orang yang Anda cintai? Pertanyaan inilah yang membentuk inti film garapan terbaru sineas Ryuichi Hiroki ini. Menggabungkan perjalanan konvensional penemuan jatidiri dan pelarian dari kejaran pihak berwajib, Ride or Die tidak hanya sekadar menjadi film drama LGBTQ+, namun juga tentang cinta dan persahabatan intim yang ditulis dengan cerdas.
Plot Ride or Die sendiri sejatinya sederhana, namun dituturkan dengan cara non linear dan membagi ke beberapa timeline berbeda. Membuat bagi yang berminat untuk menyaksikannya, dibutuhkan kesabaran ekstra dalam menyimaknya untuk dapat menikmatinya.
Rei (Kiko Mizuhara) adalah putri lesbian dari keluarga kaya yang memiliki kehidupan yang tampaknya nyaman dengan kekasih yang lebih tua sampai Nanae (Honami Sato), mantan kekasihnya, muncul kembali. Dibesarkan dalam kemiskinan dan terjebak dalam pernikahan yang penuh kekerasan, Nanae sangat ingin melarikan diri dari hidupnya. Tapi bagi Rei, ia masih gadis misterius yang tidak mungkin dilupakan bahkan setelah jeda 10 tahun.
Di suatu malam yang dingin, Rei mendatangi sebuah klub malam. Di sana, seorang pria berhasil menarik minatnya dan kemudian nafsunya. Namun, saat tengah bermesraan, Rei membunuh pria tersebut. Pria tersebut adalah suami Nanae, dan Rei menyadari sebab dan akibat dari apa yang baru dilakukannya.
Melalui kilas balik – baik ke masa SMA Rei dan seminggu sebelum kejadian ini – Hiroki memerlihatkan ikatan rumit yang dimiliki Nanae dan Rei. Ikatan intim inilah yang pada akhirnya membuat plot yang dikedepankan menjadi menarik.
Metode penuturan kisahnya dan durasinya yang lumayan panjang (nyaris mencapai dua setengah jam-red) seperti sudah ditekankan sebelumnya, menjadikan proses menonton Ride or Die terkadang terasa seperti bekerja keras. Untungnya, film ini menampilkan beberapa panorama indah yang memamerkan keindahan Jepang, yang tidak hanya menjadikan visual lumayan terhibur namun juga mencerminkan transisi psikologis para karakternya. Pun juga dengan kadar erotikanya, meski sangat gamblang, terkesan benar bahwa penataan adegannya dieksplorasi secara matang, artistik dan menantang, untuk mengartikan hubungan antar karakternya ataupun impian mereka.
Berperan sebagai jangkar utama, Kiko Mizuhara (pemeran Mikasa Ackerman di live action Attack on Titan) mengesampingkan pesona khasnya saat ia menunjukkan, dengan kerentanan yang mencolok, beban emosional satu tindakan dan satu obsesi telah diambil pada Rei. Sementara itu, Sato memerankan Nanae lebih dari sekedar ketertarikan pasif terhadap korban: Kemarahan yang membara menjiwai dirinya. Keduanya membawa komitmen total pada adegan intim mereka, di mana mantan sutradara pinku eiga (film erotis) Hiroki adalah seorang master, memberikan makna sensual yang lebih dalam dan eksplisit pada hasrat dan nasib karakter mereka.
Di samping visualnya ada pilihan tembang soundtrack yang bisa dikatakan efektif menambah greget sajian filmnya, dan terasa pas untuk melatari kisahnya. Salah satunya tembang hit milik YUI, Cherry yang liriknya ibarat merangkum konflik utama yang dikedepankan di film ini.
Secara keseluruhan, Ride or Die adalah sajian berkelas yang mungkin untuk paling mudahnya bisa dikatakan dengan pengandaian paduan antara Thelma & Louise dan Blue is the Warmest Colour. Sebenarnya, Ride or Die tidak akan cocok untuk semua orang. Meski demikian, ini jauh lebih menarik dan mempengaruhi daripada kebanyakan keluaran film Netflix, dan dalam lanskap budaya pop yang menuntut setiap hasil artistik dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai satu atau lain hal, menyegarkan melihat film yang dengan bangga menolak menjadi apa pun selain dirinya sendiri. Inilah yang pada akhirnya membantu film ini menonjol dan pada akhirnya mencapai tujuan yang sangat memuaskan.
Ride or Die dapat disaksikan secara streaming di Netflix sejak 15 April 2021