Inilah film thriller tegang negeri ginseng rilisan 2008 yang berhasil merajai tangga box office di Korea saat itu, dan hebatnya film ini berhasil mengungguli film Hollywood yang juga dirilis pada waktu yang bersamaan di sana seperti Jumper, Vantage Point, dan 27 Dresses. Lebih fantastis lagi, film The Chaser merupakan karya debut penyutradaraan Na Hong-jin, yang belum lama ini hasil kolaborasinya dengan sineas Thailand Banjong Pisanthanakun, The Medium (baca reviewnya di sini) belum lama ini tayang di bioskop tanah air.
Eom Joong-hoo (Kim Yoon-seok) adalah mantan detektif yang kini berprofesi sebagai muncikari. Tadinya bisnisnya terbilang lancar hingga suatu ketika ia menghadapi kerugian finansial yang besar karena para gadis anak buahnya banyak yang menghilang tanpa sempat melunasi hutang mereka.
Di suatu malam, ia mendapat panggilan telepon dari seorang pelanggannya. Dikarenakan sudah tidak mempunyai persediaan stok gadis lagi, Joong-hoo mengutus Mi-jin ( Seo Yeong-hee) yang sebenarnya tengah menderita sakit. Mi-jin yang tengah dilanda kesulitan finansial, mau tidak mau menanggapi permintaan sang mucikari, demi menghidupi anaknya, dan mengesampingkan sakit yang dideritanya.
Konflik mulai meningkat kala Joong-hoo mulai menyadari bahwa nomor telepon sang pelanggan merupakan nomor yang sama dengan nomor terakhir yang diterima sebelum para gadis anak raib tanpa jejak. Khawatir dengan keselamatan Mi-jin, sang mucikari memutuskan penyelidikan, dan berhasil meringkus Jae Yeong-min (Ha Jeong-woo) yang dicurigai sebagai pelakunya. Namun, justru berawal dari penangkapan itulah, sang mantan polisi justru bakal menghadapi kasus kriminal paling pelik dalam hidupnya, di mana selain masih harus menemukan keberadaan Mi-jin, ia akan berhadapan dengan sosok pembunuh berantai paling sadis yang pernah ditemuinya.
Tentunya, ada banyak alasan mengapa banyak pecinta bahkan hingga insan perfilman dunia yang jatuh hati pada film The Chaser, sampai-sampai pihak Hollywood sudah mengantungi hak pembuatan remakenya. Berbeda dengan formula kebanyakan film thriller psikologis pembunuhan, di mana umumnya jati diri sosok antagonisnya menjadi misteri dan baru terkuak menjelang akhir durasi, salah satu nilai plus dalam film ini adalah sosok antagonis sudah diperlihatkan secara gamblang bahkan sebelum paruh pertama film selesai, namun hal itu sama sekali tidak membuat apa yang diketengahkan di sini menjadi ‘lesu darah’, jika tidak boleh dikatakan sama sekali tidak menimbulkan efek signifikan sama sekali.
Hal yang sama juga berlaku dari segi penokohannya, di mana tokoh utamanya bukanlah tokoh putih yang memang mengundang simpati, namun sosok abu-abu yang besar kemungkinan malah akan dibenci, di mana kesan pertama yang ditampilkan adalah sang tokoh utama adalah sosok kejam, tak kenal belas kasihan, egois dan hanya memikirkan uang saja. Jujur saja, karena gambaran tokoh utamanya yang sangat jauh dengan sosok hero yang ideal, memberikan nyawa lebih pada film ini yang membuat kisah yang diangkatnya menjadi sangat wajar dan sangat mungkin terjadi di dunia nyata.
Yang menjadi jualan di sini adalah intrik psikologis yang berkembang antara sang tokoh utama dengan tokoh antagonis selain tentunya adalah akan seperti apa proses pemecahan konflik yang diketengahkan, oleh sang tokoh utama. The Chaser adalah drama kriminal mengenai seorang pembunuh berantai dan sang pengejarnya, namun dari tema yang terlihat sederhana itu kisah ini bisa berkembang melalui berbagai sisi, bahkan hingga ke tahap sindiran halus terhadap gejala kehidupan yang ada, khususnya yang tengah terjadi di Korea.
Kebrilianan karya debutan Na Hong-jin ini diimbangi pula oleh jajaran pemain yang ada, terutama tiga pemeran tokoh sentralnya, yang membuat film ini, tidak bisa disangkal lagi, sangat layak dianggap sebagai salah satu film Asia rilisan abad 21 yang paling terkemuka dan bahkan sangat pantas masuk ke jajaran film Asia sepanjang masa paling berkualitas yang pernah dibuat.
FYI
Ide cerita film ini diinspirasi dan kasus dan tokoh nyata pembunuh berantai di Korea bernama Yoo Young-chul [l8 April 1970 – 19 Juni 2005], pelaku pembunuhan lebih dan 20 orang termasuk belasan gadis panggilan, yang beberapa di antaranya menjadi korban mutilasi dan kanibalismenya, setelah dieksekusi menggunakan palu, yang menjadi senjata favoritnya. Young-chul akhirnya mati dihukum gantung. Kisah penyelidikan kasus ini kemudian menjadi bahan materi serial dokumenter Netflix, The Raincoat Killer: Chasing a Predator in Korea