Sulit dipungkiri kalau genre film superhero adalah primadona Hollywood. Dengan probabilitas yang jauh lebih kecil untuk gagal meski mengetengahkan tokoh superhero kelas medioker atau tidak populer sama sekali, terutama jika formula kesuksesan sudah berhasil ditemukan, genre ini sudah terbukti sahih sebagai penguasa box office dalam satu dekade terakhir. Ambil contoh Marvel dengan sinematik universenya yang saat ini tengah menjadi yang terdepan.
Maka tidak mengherankan jika ada insan-insan Hollywood yang bereksperimen dengan menyuguhkan warna yang berbeda, yakni kemasan lebih ringan dan sarat humor baik itu di ranah live action maupun animasi. Hasilnya, kemunculan film-film superhero tidak biasa semacam Lego Batman Movie maupun Deadpool 1 & 2. Dan, yang sekarang belum lama ini dirilis Teen Titans Go! To the Movies, yang di luar dugaan, mengejutkan banyak pihak dengan formula nyelenehnya yang teramat kocak.
Perlu diinformasikan, Teen Titans Go! adalah IP dari lini DC yang dalam jagat tontonan dikenal sebagai judul serial animasi di saluran Cartoon Network yang tayang sejak 2013 hingga sekarang. Singkat cerita, hingga sekarang memasuki musim kelima penayangannya, dibawanya IP ini ke layar lebar tidak ubahnya gambaran bagaimana Hollywood memandang sumber bertema superhero apapun bakal dilirik untuk dibuatkan format filmnya.
Menariknya, permasalahan itu pula yang menjadi komponen penting dalam film animasi yang satu ini. Menjadikan film ini kisah superhero kocak yang out of the box. Jika mau dibandingkan, sebagai gambaran mudahnya, Teen Titans Go! To The Movies merupakan jawaban format animasi atas apa yang dicapai Deadpool di format live action.
Di jagat di mana seluruh superhero terkemuka DC kisah kepahlawanannya diangkat ke materi film layar lebar, dengan setting Jump City, Robin, mantan sidekick Batman, yang sekarang membentuk tim Teen Titans bersama Starfire, Cyborg, Raven, dan Beast Boy juga ingin mendapat treatment yang sama. Untuk itu, Teen Titans berusaha membuktikan bahwa mereka tidak kalah hebat dengan para anggota Justice League.
Akan tetapi, tim ini mengalami kesulitan dalam menjaga keseriusan mereka saat menjalani tugas memberantas kejahatannya, dan hanya dipandang sebagai bahan tertawaan oleh banyak pihak. Bertekad untuk mengubah persepsi banyak orang terhadap timnya, Robin akan melakukan apa saja agar kisah ia dan timnya difilmkan pun dianggap sebagai pahlawan super “sungguhan”.
Dengan premis tersebut, duo sutradara Aaron Horvath dan Peter Rida Michail mengembangkannya menjadi film superhero yang tidak biasa. Pasalnya, hasil akhirnya bukan sekadar sebagai film superhero namun menjadi film superhero tentang “film superhero”. Sajiannya mendekati konyol namun bermuatan referensi kuat dari film-film superhero yang dirilis Hollywood sejauh ini yang menjadi amunisi utama sebagai pemancing tawa penonton, baik itu secara dialog, positioning (pemilihan Nic Cage sebagai pengisi suara Superman), maupun slapstik.
Pelbagai cliché, formula, elemen dasar maupun fenomena unik yang ada dalam film superhero tumpah ruah di sini. Dari perihal betapa superior maupun komersialnya Batman (baik di jagat komik maupun film), posisi Robin dalam saga Batman, hingga kontroversi kumis, tidak luput sebagai bahan olok-olok. Dan, ada kejutan besar berkenaan tokoh ranah superhero besar juga hadir di sini. Salah satu humor cerdasnya adalah merujuk tokoh antagonis utama di sini Slade alias Deathstroke sebagai Deadpool, karena sebagai informasi, tokoh Deathstroke notabene adalah sumber inspirasi Merc with a Mouth itu dan muncul lebih dulu, meski untuk ranah layar lebar dan popularitas, Deadpool lebih unggul.
Meski bersumber dari materi yang ditujukan untuk penonton kalangan segala umur, tetap saja ada kriteria khusus untuk dapat menikmati benar apa yang tersaji. Yakni, setidaknya kalangan penonton tidak asing dengan film-film superhero yang sudah dirilis guna memahami humor metanya. Sungguhpun demikian, meski jauh dari sempurna dan minimnya exposure karakter anggota Titans lainnya selain Robin, film ini tetap bisa dibilang jauh lebih baik dan menghibur ketimbang banyak film superhero lainnya. Lewat film ini juga sekali lagi memperlihatkan gambaran bahwa kisah superhero bisa juga dibesut dalam koridor film komedi.