Pernikahan tidak hanya menyatukan satu individu dengan yang lain, tetapi juga menyatukan dua keluarga. Penyesuaian kebiasaan keluarga dan juga segala hal yang mengikutinya menjadi tantangan tersendiri. Respon dari keluarga yang baru pun tidak jarang bisa membawa masalah baru.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pernikahan merupakan salah satu momen kehidupan penting manusia yang menarik untuk diangkat para sineas ke dalam karya-karya mereka. Pasalnya, momen yang umumnya dihadiri banyak orang terutama keluarga besar, kerabat dekat serta anggota keluarga itu banyak aspek-aspek yang bisa dikembangkan untuk menjadi fondasi cerita yang menarik, baik dari polemik yang terjadi sebelumnya, segi pelaku pernikahannya, tata cara adat kebiasaan, pendamping, situasi malam pertama, maupun pihak lainnya yang terlibat.
Maka tak perlu heran kalau setiap tahunnya dari Hollywood sendiri paling tidak ada sedikitnya satu film yang kisahnya berkisar soal pernikahan. The Wedding Crashers, My Bestfriend’s Wedding, Runaway Bride, The Bachelor, My Big Fat Greek Wedding, 27 Dresses,Bride Wars, Rachel Getting Married, hanyalah sebagian kecil contoh film-film yang bertemakan tentang pernikahan. Studio-studio Hollywood juga tidak pernah berhenti menggali perspektif-perspektif lain dari momen ini, tidak ketinggalan Studio Blumhouse.
Akan tetapi, sebagaimana rilisan film Blumhouse lainnya, film ini berani mengambil resiko dengan menghadirkan formula film yang menyimpang dari patron biasanya. Rumah produksi yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir menjelma dari studio penghasil film-film kelas B menjadi pencetak film drama horor kontemporer, momen pernikahan yang cenderung lebih kental dengan genre film drama komedi romantis tersebut malah disajikan dalam sajian genre yang tidak lazim. Hasilnya adalah sebuah drama thriller horror black comedy yang lagi-lagi membawa angin segar dalam dinamika film horor modern.
Akhirnya resmi berstatus sebagai istri dari pria yang dicintainya, Alex LeDomas, Grace sejatinya menggapai kehidupan bahagianya. Hal ini dikarenakan ia tinggal selangkah lagi menjadi bagian dari keluarga besar Le Domas, yang terkenal dengan kerajaan bisnisnya di bidang boardgame-boardgame sukses mereka.
Sayangnya, sebuah ritual tradisi keluarga eksentrik yang harus terlebih dahulu ia jalani malah menjadi momen horor yang sama sekali jauh di luar dugaannya. Berawal dari kesialan yang ia dapat saat menarik kartu mengenai metode permainan apa yang dimainkan dengan keluarga besar Le Domas, membawa gadis cantik ini ke ajang pertaruhan nyawa yang mengerikan, karena yang harus mereka mainkan adalah sebuah permainan mematikan.
Kesan pertama yang didapat setelah menonton film ini mirip ketika menonton A Quiet Place ataupun Get Out. Di saat mulai jenuh dengan film-film Hollywood yang itu-itu saja, muncul sebuah paket tontonan menawarkan sesuatu yang berbeda. Ready or Not memberikan diferensiasi terhadap film yang muncul belakangan yang kebanyakan hasil adaptasi komik maupun remake film lawas.
Ready or Not sebenarnya menggunakan formula sudah pernah digunakan di film lain. Namun apa yang membuatnya berbeda? Dikombinasikan dengan elemen dark comedy serta sedikit komikal membuat film berdurasi 95 menit ini tampak menarik. Komedi muncul disaat yang tidak terduga dan berhasil memancing tawa. Jika biasanya komedi yang muncul tak terduga terdengar annoying, film ini justru terdengar pas dan tidak mengganggu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, formula seperti ini sudah pernah digunakan. Maka tentu tak heran jika Ready or Not mengingatkan dengan beberapa film seperti Clue (1985), Murder by Death (1976), hingga You’re Next (2011). Tentang sekumpulan orang yang berada di sebuah rumah, karena sebuah permainan mereka terpaksa harus membunuh.
Ada satu hal unik, selain menggunakan premis saling membunuh, film ini juga mengembangkan makna sebuah janji yang biasa diucapkan saat pernikahan, “sampai maut memisahkan kita”. Tampaknya janji itu benar adanya, karena di sini pasangan pengantin baru harus bertahan sampai maut memisahkan.
Yang membuat salut juga adalah tensi ketegangan konsisten yang bisa dijaga hampir di sepanjang film. Duet sutradara Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett berhasil membuat penonton sport jantung serta fokus pada pokok permasalahan. Alur kisahnya juga susah ditebak. Sampai pertengahan cerita penonton masih dibuat bingung tentang sebenarnya kenapa tradisi menyambut anggota keluarga baru itu bisa ada dan kenapa permainan “hide and seek” itu paling berbahaya.
Salah satu poin lebih di sini adalah pada umumnya film thriller seperti ini menggunakan formula si baik dan si jahat. Namun, film ini justru berani beranti-tesis dengan menampilkan manusia secara tidak hitam putih layaknya di kehidupan nyata. Walaupun keluarga itu mempunyai niat untuk membunuh orang lain, tetapi mereka tidak murni jahat. Mereka punya alasan kuat (karena tradisi keluarga), bahkan ada yang kentara benar terpaksa melakukannya.
Jika paruh awal mengingatkan dengan Clue, maka paruh akhir mengingatkan dengan Suspiria (1974). Perkembangan cerita bermanuver kontras ke pengungkapan yang sama sekali tidak terduga. Rasanya, tidak ada yang akan menyangka bahwa konklusi kisahnya dibawa ke arah sana. Sayangnya, hal itu agak berimbas pada tensi ketegangan yang tadinya sudah konsisten menjadi sedikit menurun, walaupun secara overall film ini sangatlah menghibur, karena selain menegangkan juga disisipi humor-humor yang efektif memancing derai tawa penontonnya.
Samara Weaving yang berperan sebagai Grace sukses menjadi magnet utamanya. Aktris yang sempat bermain di film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri ini mampu tampil standout. Performa aktingnya sebagai Grace sepertinya bakal susah dilupakan. Seperti halnya Jessica Rothe di Happy Death Day (yang sama-sama merupakan rilisan Blumhouse -red), ia sukses membuat penonton bersimpati sekaligus geregetan dengan tingkah polahnya sebagai gadis lugu yang harus mendorong jauh-jauh batas kemampuannya untuk bisa keluar dari situasi hidup mati. Penampilan karakternya yang mirip tempilan tokoh game (mengenakan gaun pengantin putih sambil menyandang senjata) juga rasanya akan menjadi salah satu tampilan ikonik tahun ini dan sumber isnpirasi menarik untuk perayaan Halloween ataupun ajang-ajang cosplay.
Ditelaah dari pelbagai aspek, Ready or Not sangat layak didaulat sebagai salah satu film paling memberikan kejutan tahun ini. Tidak hanya sekadar menjadi film tentang pertaruhan nyawa dalam permainan ala kucing dengan tikus kebanyakan. Film ini juga sangat solid sebagai sebuah film horor maupun sebuah dark comedy dan pantas mendapatkan rekomendasi tinggi untuk disaksikan, terutama yang ingin mendapatkan kepuasan tontonan menghibur yang menjurus maksimal. [Rizal Andhika / Loe2Tea]