Dengan tren perfilman masa kini yaitu superheroes, DC mulai membentuk Cinematic Universe-nya sendiri mulai dari Man of Steel. Batman vs Superman: Dawn of Justice bukan hanya sekedar sekuel, namun suatu tanda bahwa DC Cinematic Universe akan lahir dengan megah dan penuh potensi.
Sekian banyak kritik dan komen-komen tidak sedap tentang film ini dapat menahan hasrat dan niat untuk menonton di bioskop. Namun seseorang yang bijak bersabda, “Jangan pedulikan kritik dan rating orang lain”. Tentu saja tidak semua di BvS dapat dikatakan megah, seperti plotnya yang cukup sederhana. Zack Snyder berhasil mengemas cerita sederhana ini dengan cinematography dan adegan battle yang sungguh sedap di mata dan di hati. Gayanya yang gelap dengan palette yang ‘kurang berwarna’ terasa cocok dengan tone yang bisa dikatakan serius. Namun jangan terlalu berharap mendapati cerita yang dalam dan rumit. Film ini banyak kekurangan dalam plot tetapi semuanya dapat dimaafkan karena segala bentuk kesalahan di plot tertutup oleh eksekusi.
Pacing awal film yang sering kali dikritik ‘lamban’ justru membuat build-up untuk memperbesar keindahan-keindahan yang akan terjadi dari tengah menuju akhir film. Mereka menyisakan ruangan untuk mengenal Clark Kent dan Bruce Wayne, dan untuk menarik napas sedalam-dalamnya sebelum semuanya meledak.
Dari trailer, poster, dan segala hal yang seharusnya menebar ombak hype, yang paling mencemaskan adalah cast Jesse Eisenberg sebagai Lex Luthor. Awalnya memang terlihat meragukan karena di trailer pun dia sama sekali tidak seperti Luthor yang ‘sesungguhnya’, tetapi kenyataannya Eisenberg berhasil menunjukan Luthor yang eksentrik tanpa menghilangkan unsur-unsur Lex Luthor yang selama bertahun-tahun dicintai dan dibenci para pembaca komik setia. Ditambah lagi musik dari Hans Zimmer dan Junkie XL berhasil dengan megah memperbesar sifat-sifat villain Luthor. Ben Affleck juga mengalami banyak ejekan semasa ombak hype menerjang. Setelah penampilan Christian Bale di trilogi Nolan, tentu para fans meragukan Affleck karena reputasinya dalam film superhero terakhirnya yaitu Daredevil (2003). Nyatanya Aflleck menampilkan Bruce Wayne dengan sangat baik tanpa meninggalkan jejak Evanesence sama sekali. Bruce yang ditampilkannya adalah Bruce yang lusuh, senior, namun berpengalaman. Usia dan pengalaman itu membentuk karakter dan cara pandang yang berbenturan dengan apa yang dimiliki Clark Kent, sehingga interaksi mereka menjadi menarik untuk diikuti, hanya saja interaksi mereka lebih banyak sebelum tragedi menimpa.
Sayangnya tone film yang gritty ikut menyeret karakter Superman sehingga dia tidak seperti dirinya, yang seharusnya penuh dengan harapan bersinar terang menentang kegelapan pekat yang ada di dalam diri Batman. Entah ini memang karena sengaja karena Snyder berusaha membuat DCCU ber-tone gelap untuk menarik perhatian orang dewasa, atau karena sedikit kesalahan dalam pembentukan karakter Superman. Namun sebagai seseorang yang tidak membaca komik-komik Superman, hal ini tidak menjadi masalah.
Sesungguhnya dapat dimengerti mengapa beberapa orang kecewa dengan film ini, tetapi jangan biarkan mereka menurunkan hasrat dan niat untuk menonton. Tidak ada salahnya mencoba. Ada beberapa adegan yang terkesan tidak begitu penting, patut dilawaki, dan membosankan. Tetapi banyak juga adegan-adegan indah yang membuat mata melotot dan mulut menganga. Intinya, segala dosa yang dibuat oleh film ini telah ditebus oleh hal-hal kecil yang membuat penonton tersentak kencang hingga jiwa terlepaskan dari raga seketika.
Dari segi seni cinema, film ini adalah modern masterpiece yang menciptakan standar baru untuk dunia perfilman. Dari sisi plot, penokohan, dan interaksi masih banyak yang perlu dikembangkan. Persis seperti judulnya, film ini hanyalah Dawn of Justice. Artinya ini hanya awal mula dari serial DCCU yang akan datang. Kritikan-kritikan yang menyentuh subyek DCCU secara keseluruhan masih terlalu cepat untuk dikemukakan. Jangan membenci terlalu banyak terlalu dini, siapa tau BvS memulai sebuah format superhero movie yang baru.
Rating: 3.5/5