Film Comic 8: Casino Kings part 2 bukanlah film yang akan memuaskan selera para kritikus. Film yang awalnya direncanakan hanya satu bagian, kemudian dipecah menjadi dua bagian ini memang tidak bisa dikatakan lebih baik dari film perdananya, Comic 8 dari segi joke ataupun penceritaan, namun film yang diproduksi oleh Falcon Pictures ini merupakan salah satu film yang mampu merangsang penonton film Indonesia untuk kembali ke bioskop.
Dalam waktu tiga hari, setengah juta penonton lebih menyaksikan babak utama pertarungan para comic . Jumlah ini terus bertambah cukup pesat dari hari ke hari. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan klise yang selalu hadir: Bila kualitas film dianggap seburuk itu, mengapa banyak penonton yang berbondong-bondong nonton? ataukah jangan-jangan selera penonton Indonesia kebanyakan (yang ke bioskop) menyukai kualitas yang seperti itu? mengingat London Love Story pun memperoleh apresiasi yang baik, padahal secara kualitas dianggap sekelas FTV umumnya.
Tentu setiap orang punya jawabannya sendiri-sendiri akan pertanyaan tersebut, namun untuk persoalan yang itu saya menjelaskan lebih lanjut di tulisan berikutnya. Dalam tulisan ini saya akan membahas film ini terlepas dari persoalan pantas atau tidak pantas mendapat penonton yang tinggi karena setiap film berhak mendapat apresiasi positif dari segi jumlah penonton.
Film komedi yang mulai tayang 3 Maret ini kisahnya masih melanjutkan perjalanan para comic yang terjebak di hutan karena The King dan Dr Pandji. Di sana mereka (Arie Kriting, Babe Cabita, Mongol Stress, Fico Fachriza, Bintang Bete, Ge Pamungkas, Kemal Palevi dan Ernest Prakasa) mendapat banyak rintangan ketika menjalani misi dari Indro, salah satunya adalah The Hunters. Demi menyelesaikan misi, satu persatu mereka pun harus menghadapi musuh-musuh kuat yang jumlahnya begitu banyak.
Berbeda dari yang pertama, potongan kedua dari Casino Kings ini jalan ceritanya ringan dan mudah ditebak. Selain itu, bila dalam film pertama dan sekuelnya Part 1, Comic 8 masih hadirkan tawa lewat dialog satir ala stand up comedy, di Part 2 ini kekuatan kata-kata tersebut berubah menjadi hantaman dan berbagai tingkah konyol dan kocak para pemain. Pada Part 2 film yang disutradarai oleh Anggy Umbara ini lebih menyuguhkan rentetan baku hantam dari para comic dan sejumlah bintang besar lainnya.
Banyak adegan yang mampu menghadirkan gelak tawa, namun tidak sedikit pula joke yang disuguhkan menjadi bahan tertawaan, bukan karena kelucuannya, melainkan kegaringannya. Adegan yang banyak menuai tawa adalah ketika pertarungan antar Yayan Ruhian dan Babe Cabita, atau pun percakapan The King (Sophia Latjuba) dan Dr Panji, serta tidak ketinggalan drama Isa (Donny Alamsyah) dan Bella (Hannah Al Rashid), dan masih banyak lagi yang akan memancing tawa.
Di lain sisi, humor cerdas ala stand up dalam film ini memang tidak ada. Tidak heran bila banyak yang mempertanyakan: mengapa humor yang tertuang tidak mencerimkan para comic. Pasalnya dialog “cerdas“ dan cerita telah dihabiskan di bagian sebelumnya, sehingga di part 2 hanyalah penyelesaian berbagai konflik yang tersusun rapih di awal. Seandainya itu tidak dipecah mungkin akan menjadi film yang keren. Sayangnya pemecahan yang terpaksa entah demi keuntungan atau masalah durasi ini berdampak negatif terhadap kualitas film itu sendiri.
Dari ranah akting, film yang melibatkan aktor dan aktris ternama, serta comedian ini masalahnya masih sama dari film sebelumnya, yaitu sebagian pemainnya berakting sangat biasa, namun ada yang mencuri perhatian sejak kemunculannya di part 1 hingga bagian kedua ini, yakni Prisia Nasution. Aktris yang berperan sebagai Interpol ini begitu lihai memainkan karakternya. Baik, ketika berbicara dengan logat melayu ataupun adegan pertarunganya yang memukau.
Sedangkan, bagi para fans Barry Prima atau Willy Dozen rasanya harus bersabar. Bintang laga yang pernah berjaya ini tidak tampil selayaknya jagoan. Mereka ditantang untuk melucu dengan segala keterbatasannya. Akhirnya hasilnya tidak seperti jagoan, serta tidak juga terlihat sebagai pembunuh profesional. Bisa dibilang serba nanggung kehadirannya.
Selain itu, sayangnya hal ini juga kurang didukung secara maksimal dari segi editing. Cesa David Lukmansyah dan Bounty Umbara terlihat sekali terburu-buru menyusun adegan demi adegan. Entah karena waktu yang tidak cukup atau karena faktor lain, Cesa, editor yang pernah menyabet piala citra, katagori penyunting terbaik (Get Married dan Soekarno)dan Bounty ini menghasilkan kualitas yang setengah matang. Untungnya kekurangan tersebut tertutup dengan joke yang lumayan kocak. Sedangkan secara animasi atau efek visual memang tidak berharap banyak. Naga atau buaya, melihatnya saja hanya ingin mengelus dada. Seandainya animasi itu dibuang atau diberi waktu yang panjang untuk membuat terlihat lebih nyata tentu akan menjadi nilai plus tersendiri.
Kendati demikian, film franchise ini masih unggul dari segi komedi. Bila dibandingkan dengan yang part 1, pada babak terakhir Casino Kings ini tidak melelahkan dengan banyak sekali pengenalan karakter atau durasi yang terkesan diperpanjang. Dalam film ini adegan-adegan pengundang tawa datang dalam waktu berdekatan, terkesan cepat, namun cukup menghibur. Selain itu, film ini cocok bagi yang tidak suka dengan dialog berbelit-belit atau panjang karena di sini Anda akan disuguhkan secara bertubi-tubi segala bentuk pertarungan, baik dengan tangan kosong atau pun senjata.
Penyutradaraan: 3/5
Cerita: 2.5/5
Akting: 2.75/5
Humor: 3/5
Sinematografi: 3/5
Editing: 2.75/5