Berkaitan dengan momen ulangtahun perilisan Paranormal Activity; film found footage / faux-documentary style fenomenal buah gagasan Oren Peli, yang kini menjelma menjadi franchise film horor sukses, sengaja pada kesempatan ini membahas sebuah film horor asal negeri matahari terbit yang formulanya juga tidak jauh berbeda dengan film horor fenomenal yang berhasil melambungkan nama Katie Featherston tersebut. Film yang mengusung judul P.O.V.: Nowowareta Firimu ini berfokus pada kejadian dan investigasi supranatural yang dilakukan dua idol muda Jepang.
Dalam P.O.V.: Nowowareta Firimu dikisahkan, Mirai Shida (Shida) adalah idol muda Jepang yang memiliki acara televisi onlinenya sendiri, meski acara itu diproduksi dalam bujet yang sangat minim dan hanya bisa diakses secara streaming lewat jaringan internet. Dalam episode teranyar acara tersebut, bersama bintang tamu Haruna Kawaguchi (Kawaguchi), yang juga merupakan salah satu idol muda, tema yang kali ini diangkat adalah tentang video penampakan hantu yang tidak sengaja tertangkap kamera.
Mengetahui tema episode kali ini, awalnya Mirai enggan untuk membawakannya, namun setelah ia mendapat bujukan dari para kru dan juga Haruna, ia akhirnya mau melakukannya. Situasi aneh bermula ketika video yang mereka pilih terus menerus memperlihatkan tampilan yang berbeda setiap kali diputar ulang, namun kesemuanya mengulang insiden yang pernah terjadi di SMP tempat Haruna dulu bersekolah. Insiden yang telah santer menjadi legenda urban di sana.
Merasa ada yang tidak beres, tim produksi acara online ini berinisiatif memangggil seorang ahli cenayang. Dari penuturan sang cenayanglah diketahui bahwa ternyata Haruna ada yang ‘mengikuti’ dan entah bagaimana memiliki ‘keterkaitan’ dengan sumber video tersebut. Sementara itu, satu-satunya cara untuk menghentikan fenomena ini adalah dengan melakukan sebuah ritual pengusiran setan di lokasi yang menjadi tempat di mana video itu berasal.
Maka, untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, berangkatlah Mirai, Haruna, segenap jajaran kru, serta agen-agen mereka menuju sekolah yang dimaksud, di mana mereka menyaksikan sendiri berbagai kejadian yang tidak pernah mereka perkirakan sama sekali, dalam prosesnya, dan terkuaknya rahasia masa lalu yang melibatkan dendam.
Sepintas, apa yang disajikan dalam P.O.V.: Nowowareta Firimu bisa dibilang stereotype dengan film-film bergenre found footage / faux-documentaries pada umumnya, seperti teknik shaky camera (gambar bergoyang), pencahayaan ala kadarnya, teknik pengambilan gambar dengan infra merah, teriakan di sana –sini, dan reaksi terkejut atas hal-hal yang kecil.
Tsuruta membuktikan keahliannya dalam mengatur adegan dan memanipulasi frame demi frame. Dia dapat menerapkan teknik yang sudah dikenal seperti penglihatan malam dan perspektif kamera yang goyah serta posisi aktor untuk memungkinkan hantu masuk ke tempat kejadian dan mengejutkan penonton. Dia juga memanfaatkan pemutaran ulang rekaman yang direkam sebagai persiapan untuk munculnya lebih banyak hantu. Tsuruta senang memiliki karakter yang terjun ke dalam situasi yang menakutkan dan dengan adegan investigasi yang membuat segalanya mengancam, itu menegangkan.
Namun, sungguh pun demikian, sang sineas; Tsurureta yang juga menulis sendiri skripnya berani menghadirkan terobosan segar yang sukses menambahkan dimensi yang membuat plot film ini sama sekali tidak sesederhana apa yang terlihat, dan efektif untuk membuat audiens terkecoh. Pun dengan sektor pemainnya, di mana dua bintang utamanya memerankan diri mereka sendiri.
Meski mungkin film bergenre mirip found footage ini tidak mutlak disetujui sebagai hasil yang sangat apik, paruh terakhirnya yang sangat mengejutkan bisa memanuver penilaian terhadap rangkaian kisah dalam film ini secara keseluruhan dan sedikit memberikan angin segar bagi para penyuka film horor, khususnya yang datang dari benua kuning.