“Mauli Bulung”, adalah sebuah cerita dari salah satu naskah terbaik keluaran “SCENE 2020”, program masterclass pengembangan skenario Film dan TV yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI) pada Oktober 2020 lalu.
Lewat program SCENE 2020 yang serentak digelar di Bali, Yogyakarta, dan Medan tersebut, penulis daerah saling adu kemampuan mengembangkan skenario film dengan unsur lokal. Program tersebut menjadi titik awal kolaborasi Temata dan Kemenparekraf RI.
Kabar kolaborasi ini resmi diumumkan dalam Launching Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia: Beli
Kreatif Danau Toba yang digelar pada tanggal 20 Februari 2021 di Toba, Sumatra Utara oleh Kemenparekraf RI.
Film “Mauli Bulung” bercerita tentang sosok laki-laki muda bernama Kevin yang baru saja ditinggalkan nenek tercintanya wafat. Yang menarik, kepergian ini dianggap menjadi kematian paling diidam-idamkan dalam tradisi Batak, disebut dengan saur matua mauli bulung, yaitu saat sosok tertua di keluarga meninggal duluan dari anak dan cucunya yang sudah menikah.
Menurut tradisi Batak, kematian ini tidak boleh ditangisi, melainkan harus dirayakan dengan keluarga besar. Di balik peristiwa inilah, akan terungkap beragam konflik antara Kevin dan keluarganya saat melepaskan kepergian nenek tercinta. Skenario ini ditulis oleh penulis asal Medan, Dr. Immanuel Gintings.
Direktur Produksi Film dan Serial Temata Studios Rahabi Mandra mengungkapkan proses keterlibatan Temata di proyek ini.
“Awalnya, Kemenparekraf mencari rumah produksi yang cocok untuk menggarap naskah penulis daerah. Setelah proses diskusi dan penilaian oleh Kemenparekraf, akhirnya kami bisa memilih salah satu naskah terbaik hasil dari workshop.
Kami sendiri juga punya inisiatif serupa dengan Kemenparekraf, namanya Temata Locals, yaitu kegiatan edukasi dan produksi film yang melibatkan filmmaker daerah atau filmmaker yang mengangkat tema Indonesia. Jadi bisa dibilang, kolaborasi dengan Kemenparekraf ini juga berkat visi misi kami yang sejalan.” jelas Rahabi.
Lebih lanjut Rahabi menjelaskan pertimbangan pemilihan cerita untuk proyek terbaru Temata ini. “Kisah Mauli Bulung menarik karena mengangkat domestic issue yang kental dengan adat- istiadat. Cerita keluarga itu biasanya terasa dekat dengan banyak kalangan, jadi kami cukup mantap menggarap film yang bisa menyerap audiens secara luas. Selain itu, di film ini kami ingin mengekspos keindahan Danau Toba, ini juga sejalan dengan misi Kemenparekraf untuk menjadikan Danau Toba sebagai salah satu 10 Destinasi Bali Baru.”
Direktur Industri Kreatif Film, Televisi, dan Animasi Kemenparekraf Syaifullah Agam menjelaskan alasan pemilihan Temata sebagai partner kolaborasi. “Rekam jejak Temata dalam memproduksi film menjadi daya pikat kolaborasi ini. Visi dan misi Temata dalam menyuarakan kebhinnekaan juga menjadi kekuatan tersendiri. Kolaborasi ini kami harapkan dapat menjadi pendorong diproduksinya film dan konten yang mengangkat kearifan lokal Indonesia, lebih banyak lagi.” ungkap Syaifullah.
Sejak berdiri tahun 2015, Temata berkomitmen untuk menyajikan karya-karya bertema Indonesia dari beragam perspektif. “Kami melihat, banyak nilai-nilai baik dari kearifan lokal ataupun melalui cerita-cerita asli daerah di Indonesia yang dapat memberikan inspirasi positif kepada masyarakat luas. Masyarakat kita yang majemuk bisa lebih mengenal budaya dan adat-istiadat daerah lain, juga mendorong potensi pariwisata di sana. Inilah yang jadi spirit Temata untuk menuangkan cerita daerah lewat medium audio visual yang dikemas dengan lebih menarik, agar dapat menginspirasi khususnya generasi muda untuk lebih mengenal keragaman budaya yang ada di Indonesia. Serta, mendorong partisipasi dari para stakeholder daerah untuk turut mendukung produksi film didaerahnya agar bisa terus berkembang” jelas Tesadesrada Ryza, Founder dan Chief Executive Officer Temata Studios.
Menurut Temata, potensi sineas film di daerah sangat besar, namun seringkali terkendala akses produksi dan pendidikan yang terbatas. Program Temata Locals menjadi salah satu inisiatif Temata untuk mengembangkan ekosistem film di daerah. Salah satu project dari program ini adalah pembuatan film komedi “Duite Mardiyah”, sebuah kolaborasi Temata dengan Spasi Moving Image, rumah produksi asal Tegal. Dengan berkolaborasi dengan
filmmaker dan stakeholder di daerah,
Temata berencana untuk memperbanyak proyek serupa ke depannya.
Meskipun pandemi cukup berdampak pada industri perfilman sepanjang tahun lalu, Temata optimis masyarakat akan selalu membutuhkan film baru, terlebih dengan sudah beroperasinya bioskop di sejumlah daerah dan adanya OTT (over-the-top) platform sebagai alternatif.
“Kami berharap, Mauli Bulung bisa menjadi kearifan lokal masyarakat Sumatra Utara dan kebanggaan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu, kami melibatkan masyarakat setempat sebagai kru dan pemain di film ini. Kami juga ingin sekali bekerjasama dengan teman-teman pelaku bisnis setempat, baik sebagai sponsor atau vendor selama proses produksi, serta pemerintah daerah dan investor yang percaya dengan potensi film ini. Kami terbuka dengan dukungan dari seluruh pihak demi kesuksesan film ini.” ujar Rahabi.
Film “Mauli Bulung” direncanakan akan memulai tahap pra-produksi pada April dan syuting pada bulan Agustus, dengan target tayang pada Desember 2021.
Salah satu aktor pengisi film ini adalah Teuku Rifnu Wikana, yang pernah membintangi Night Bus yang juga digarap oleh Rahabi Mandra sebagai penulis skenario, dan memenangkan enam penghargaan di ajang Festival Film Indonesia 2017.