“Ketika dinding tebal menghadang langkah ke depan, kita seperti tertarik masuk ke ruangan ambang: menatap awal saat segala hal bermula, kenangan saling bertumbukan, dan kehadiran orang lain terasa sangat bernilai. Refleksi menuntun pemulihan diri. Matahari pagi yang baru mungkin kita temui ketika pintu itu, portal itu, kita lewati di akhir situasi ambang ini.” Itulah prolog yang membuka rangkaian adegan film teater musikal Limina | Limen karya Sutradara Teater Kontemporer Yudi Ahmad Tajudin (Yudi Ahta).
Digulirkan dalam 3 babak, yaitu Refleksi, Purifikasi, & Transformasi, sajian yang memadukan paduan seni rupa, teater, musik dan tari ini bercerita tentang kehilangan, rasa tak berdaya, dan upaya untuk bertahan di tengah belenggu situasi yang datang di luar dugaan, seperti pandemi yang tengah dunia alami saat ini.
Dikisahkan, sekelompok individu pelbagai latar (Diujung tombaki Kunto Aji, Nadin Amizah, dan Sal Priadi) harus menghadapi kenyataan saat tembok tidak kasat mata tiba-tiba membatasi ruang gerak dan membelenggu mereka. Dengan segala upaya, mereka kemudian berusaha mendobrak tembok tersebut, tetapi segala upaya gagal.
Kepanikan melanda, rasa frustrasi membuncah saat menyadari upaya mereka tidak juga membuahkan hasil. Dalam keadaan serba terbatas itulah, masing-masing individu ini mulai beradaptasi dengan mengalami proses perenungan yang membawa mereka memikirkan serta menata ulang perjalanan hidup mereka, yang pada akhirnya bertransformasi menjadi sosok-sosok baru yang jauh lebih baik dari sebelumnya dalam meneruskan misi hidup mereka.
Drama 3 babak ini terbukti mampu memberikan tontonan yang segar. Meski notabene penuangannya khas drama teater yang umumnya sangat bertumpu pada visual sarat simbolisasi, namun, apa yang dikisahkannya mudah dicerna. Rasanya penonton tidak akan kesulitan untuk mengerti apa yang ingin disampaikan dalam kisah ini. Ataupun teraduk-aduk emosinya terhanyut ke dalam drama ini.
Kolaborasi peran Kunto Aji, Nadin Amizah, dan Sal Priadi terbukti berhasil menghidupkan drama ini lewat warna vokal mereka yang khas. Yang hasilnya tidak hanya bagi penulis pribadi sekadar renyah di telinga, namun masing-masing juga memberikan rasa dan warna karakter tersendiri yang kuat pun vital untuk kualitas storytellingnya.
Lewat lantunan vokal mereka, lagu-lagu yang dilantunkan secara lugas membuat setiap adegannya sangat bernyawa dalam menceritakan tahapan demi tahapan yang ada. Konsep visual dan pemilihan color pallette yang dihadirkan juga menjadi daya tarik tersendiri. Tidak hanya sekadar menjadikan sajian drama ini eye catching, namun Yudi Ahta juga mampu menyajikan shot-shot yang artistik dalam sajian berdurasi total 45 menit ini.
Secara keseluruhan film Limina | Limen adalah tontonan artistik berkualitas, yang tidak hanya sekadar memberikan sajian menarik harmonisasi seni semata, namun juga mumpuni menggugah jiwa semangat positif penonton. Yang mana menurut penilaian pribadi ini merupakan sebuah tontonan yang signifikan dan banyak diperlukan untuk situasi sekarang ini.
Jadi penasaran ‘kan seperti apa film teater-musikal ini, Collabonation Limina | Limen dapat disaksikan di YouTube IM3 Ooredoo atau bisa langsung klik di sini:
Collabonation Limina | Limen sudah tentu merupakan awal yang bagus dan menjanjikan bagi konsep baru yang dilahirkan #Collabonation. Menarik, ditunggu kelanjutan sepak terjang platform ini kedepannya.
Untuk menyaksikan film Limina | Limen, tidak perlu khawatir akan kehabisan kuota dengan berlangganan paket Freedom Internet, paket simpel dengan 100% kuota utama yang dapat digunakan 24 jam, tanpa syarat dan ketentuan tersembunyi. Cara untuk menikmati paket Freedom Internet sangat mudah, pelanggan bisa mendapatkannya melalui *123# atau aplikasi myIM3 yang dapat di-download di Google Play Store atau AppStore.