Festival Film Dokumenter (FFD) 2022 telah dibuka secara resmi pada tanggal 14 November 2022 di Gedung ex Bioskop Permata, Yogyakarta.
Perhelatan FFD tahun ini diselenggarakan secara fisik atau luring, setelah selama dua tahun sebelumnya diadakan secara daring dan hybrid akibat adanya pandemi Covid-19. Gedung ex Bioskop Permata menjadi tempat penyelenggaraan utama FFD tahun ini.
Penyelenggaraan FFD menjadi acara publik pertama yang bertempat di Gedung ex Bioskop Permata setelah sebelumnya dinyatakan tutup permanen pada 1 Agustus 2010.
Sebuah pameran film dokumenter “Maaf, Bioskop Tutup” (Ardi Wilda Wirawan, 2010) ditayangkan secara non-stop dan berulang di tempat tersebut sebagai salah satu bentuk perayaan kebangkitan Gedung ex Bioskop
Permata.
Film ini menceritakan tentang romantisme Bioskop Permata sebelum akhirnya ditutup untuk
umum. yang menayangkan nostalgia romantisme Bioskop Permata pun turut digelar untuk
menyemarakkan “kebangkitan” gedung ini.
Pembukaan dimulai dengan penampilan dari Bagus Dwi Danto, musisi asal Yogyakarta yang membawakan tiga lagu gubahannya. Kemudian, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Kurnia Yudha, Direktur Forum Dokumenter. Ia mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah
berkontribusi dan memeriahkan festival ini.
“Pada tahun 2022 ini, FFD memulai kembali festival dengan sebagaimana umumnya dulu festival film ini diadakan, atau dengan bahasa saat ini, luring.
Format ini kami pilih untuk menjadi penanda perjalanan kita semua dalam pemulihan diri dari
pandemi. Kerinduan yang muncul akan perjumpaan dengan rekan sejawat, perbincangan tatap muka,
maupun pengalaman berfestival film pada umumnya, harapannya bisa terakomodir di tahun ini.”,
ucapnya. “Harapannya, semangat eksperimentasi dan upaya mengaktivasi ruang ini dapat menjadi
inspirasi bagi semua pelaku perfilman, khususnya dokumenter.,” tambahnya.
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Francois Dabin, Direktur IFI Yogyakarta. Ia mendukung pergelaran FFD yang sudah berjalan selama 21 tahun ini. “FFD menjadi rekanan dan mitra IFI yang
nantinya akan menampilkan film-film dalam bentuk Virtual Reality. Hal ini bisa menjadi gerbang untuk
mengeksplorasi bentuk dokumenter yang berbeda.”, tuturnya.
Sejalan dengan sambutan dari Direktur IFI Yogyakarta, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi Republik Indonesia yang diwakili oleh Edi Suwadi memberikan apresiasinya terhadap
usaha Festival Film Dokumenter yang terus bertahan sebagai ruang ekshibisi dan apresiasi film-film
dokumenter, khususnya dari para Filmmaker Indonesia. “Kemendikbudristek mengapresiasi kegiatan
ini, bahkan dari dua tahun yang lalu kami sudah hadir di sini, sekaligus mendukung kegiatan ini.
Mudah-mudahan festival ini terus berlanjut dan meningkat kualitas dan kuantitasnya.”, tuturnya. Ia
juga memberikan apresiasi terhadap pemanfaatan ruang Gedung ex Bioskop Permata sebagai ruang
putar alternatif, “Memanfaatkan bioskop lama ini untuk bisa berkarya dan ini menunjukkan bahwa
perbioskopan kita, khususnya di Yogyakarta ini, mulai sudah bangkit kembali. Mudah-mudahan ini
menunjukkan perbangkitan perfilman di Indonesia.”, tambahnya.
Alia Damaihati selaku Direktur Program FFD 2022 memaparkan rangkaian program dalam perhelatan
festival yang akan berlangsung selama seminggu ke depan ini. Selain itu, ia juga menjelaskan
mengenai latar belakang pemilihan film pendek pembuka festival tahun ini. “Setiap tahunnya kami
menemui tantangan dan kompleksitas yang berbeda pada proses penyeleksian film, dan setiap film
memiliki tantangan dan kekuatannya masing-masing. Pada konteks tertentu kami percaya bahwa film
dan ruang dapat saling menguji.”, paparnya. “Berangkat dari gagasan dan sebuah paradoks atas
-ketidakutuhan-, baik atas film, ruang maupun situasi yang sedang kita hadapi, kami menemukan
banyak perbincangan menarik, bagaimana ketidakutuhan merupakan celah yang telah ada dalam
berbagai film kepada penontonnya di berbagai ruang.”, Alia menambahkan.
Malam pembukaan FFD 2022 ini dihadiri oleh para tamu undangan dan juri dari berbagai negara.
Mulai dari Vivian Idris dari Badan Perfilman Indonesia, Makiko Wakai dari Yamagata International Film
Festival Jepang, Phillip Cheah kurator film dari Singapura, hingga Jewel Maranan, seorang pembuat
film dan direktur program Festival Daang Dokyu, Filipina.
Sebagai penanda dimulainya perhelatan FFD tahun ini, film Fantasmagoría (2020) garapan Juan
Francisco González pun ditayangkan. Film berdurasi 15 menit yang berasal dari Chili ini memaparkan
tentang keadaan dan pengaruh industrialisasi terhadap lanskap gurun Atacama yang disuguhkan
dengan gaya tutur dan bentuk yang eksperimental. Melalui Fantasmagoría (2020), kita diajak untuk
menilik tambang caliche, Maria Elena, yang sudah lama terbengkalai. Melalui penuturan seorang
buruh tambang nitrat yang sempat bekerja di sana, kita diajak untuk menyusuri daerah tambang;
merefleksikan cerita yang menguap melalui benda mati di sana. Menyimak kembali
perasaan-perasaan yang terbengkalai melalui hantu yang bercerita tentang kehidupan. Selain
ditayangkan menjadi film pembuka, Fantasmagoría (2020) akan ditayangkan ulang dalam program
Spektrum FFD 2022.
Mulai dari tanggal 15 hingga 19 November 2022, penonton dapat menyaksikan 57 film dokumenter
pilihan dari 18 negara yang berbeda. Dari Indonesia, terdapat setidaknya 8 provinsi yang terlibat
mengirimkan karya dalam FFD tahun ini.
Semua film dokumenter tersebut akan ditayangkan di tiga tempat yang berbeda, yakni: Gedung ex Bioskop Permata, Bioskop Sonobudoyo, dan IFI-LIP Yogyakarta. Film-film tersebut terbagi atas program kompetisi dan non kompetisi.
Beberapa judul di antaranya telah berlayar dan ditayangkan di berbagai festival film internasional hingga menjadi
nominasi Festival Film Indonesia untuk kategori dokumenter seperti: Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (Yuki Aditya, I Gde Mika, 2022), A Letter to The Future (Kurnia Yudha F., 2021), hingga Roda-Roda Nada (Yuda Kurniawan, 2022).
Program film yang terangkum dalam FFD tahun ini terdiri dari dua jenis, yakni Program Kompetisi dan
Program Non-Kompetisi. Program Kompetisi meliputi tiga cabang, yakni: International Feature-Length
Documentary Competition, Indonesia Feature-Length Documentary Competition, Short Documentary
Competition, dan Student Documentary Competition. Sementara itu, Program Non-Kompetisi sendiri
terdiri atas tiga rangkaian agenda, meliputi: Program Perspektif (berbicara mengenai collective
memory), Program Lanskap (diskusi mengenai diversitas dokumenter Indonesia), serta Program
Spektrum (pertanyaan tentang eksplorasi bentuk sebuah film dokumenter).
Selain program film, tahun ini FFD juga menghadirkan serangkaian aktivitas seputar dunia perdokumenteran lain, yakni DOCTALK dan DOC Forum. DOCTALK merupakan program diskusi panel dan presentasi mengenai perkembangan praktik film dan ekosistem dokumenter. Program ini dibuka untuk umum tanpa biaya tiket masuk dah dapat diikuti dengan meregistrasikan diri di tempat penyelenggaraan.
Selaras dengan program DOCTALK, FFD 2022 juga menyelenggarakan DOC Forum yang merupakan lokakarya intensif dan berfokus pada perkembangan pengetahuan, praktik medium, kerja jaringan, serta aktivasi ruang melalui medium dokumenter.
DOC Forum diselenggarakan selama festival berlangsung dan diikuti secara terbatas oleh beberapa perwakilan komunitas film dokumenter dari sejumlah wilayah di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Aceh Documentary sampai Papuan Voices.
Festival Film Dokumenter 2022 dipersembahkan oleh Forum Film Dokumenter. Keseluruhan kegiatan
festival dapat diakses secara gratis.
Tiket menonton tersedia secara on the spot (OTS) di setiap tempat penyelenggaraan, mulai dari pukul 12.00 WIB. Informasi film, jadwal, dan tempat penyelenggaraan dapat diakses melalui laman www.ffd.or.id atau sosial media @ffdjogja.
View this post on Instagram