Film drama aksi horor terbaru yang tayang di Netflix ini sudah lumayan menarik perhatian saat trailer perdananya dirilis. Mengusung judul Blood Red Sky, sebelum tadinya mempunyai judul Transatlantic 473, film ini punya premis yang menggelitik, yang mana sulit untuk tidak menggambarkannya sebagai paduan Air Force One, Snakes on a Plane, 30 Days of Night, dengan Flightplan.
Dalam benak pribadi penulis sendiri, Blood Red Sky malah sedikit banyak mengingatkan pada film drama remaja tanah air, ILY from 38.000 FT yang dibintangi Michelle Ziudith dan Rizky Nazar. Karena punya tema yang mirip, yakni sama -sama bercerita tentang kisah cinta di dalam pesawat dengan ketinggian puluhan ribu kaki. Bedanya, di sini befokus pada kasih sayang ibu terhadap anaknya.
Meski tentu saja, setelah menyaksikannya, deskripsi ini tidaklah adil. Pasalnya, Blood Red Sky mampu memertahankan kesolidannya sebagai film menghibur yang menegangkan, mengharukan, dan mengejutkan dari awal hingga akhir.
Horor aksi adalah perpaduan genre menarik yang jika digarap dengan baik, akan meningkatkan daya tarik dari kedua jenis film tersebut menjadi sesuatu yang istimewa. Dan, rasanya, Blood Red Sky adalah tambahan yang layak untuk genre hybrid ini.
Blood Red Sky, yang ditulis oleh Stefan Holtz dan Peter Thorwarth (yang juga menyutradarai), dibuka dengan situasi mencekam. Sebuah jet komersial terpaksa melakukan pendaratan darurat di pangkalan militer. Seorang anak laki-laki berlari keluar dari pesawat segera setelah mendarat, tetapi personel militer menahan semua orang di dalamnya.
Pria di kokpit, Farid (Kais Setti), memberi tahu Kolonel Drummond (Graham McTavish) bahwa ia harus turun dari pesawat dengan aman dan kemudian meledakkannya. Setelah pernyataan yang membingungkan ini, di tempat lain, bocah lelaki, Elias (Carl Anton Koch), ditanyai. Meski sang bocah tidak berbicara, berangsur-angsur adegan film mulai merunut kejadian awal mula situasi menegangkan ini.
Dikisahkan, Elias beserta ibunya, Nadja (Peri Baumeister), melakukan penerbangan ke New York untuk bertemu dengan seorang dokter yang dapat menyembuhkan penyakit yang diderita Nadja. Sayangnya, penerbangan mereka tidak berlangsung mulus.
Sekelompok teroris dengan tujuan politis membajak pesawat, dan mengancam keselamatan seluruh penumpang. Akibatnya, Nadja terpaksa harus membongkar jatidiri rahasianya sebagai sesosok vampir untuk melawan para teroris tersebut demi melindungi anak semata wayangnya itu.
Salah satu aspek paling menarik dari film ini adalah bagaimana sajian Blood Red Sky mampu menggabungkan unsur-unsur familier dari pelbagai jenis film menjadi paket yang kohesif dan lumayan fresh. Sosok karakter jahat yang sulit dikontrol yang sering dijumpai dalam film thriller aksi dipertemukan dengan monster tragis simpatik dari horor klasik. Untuk spesial efek, sinematografi, dan score musiknya pun, jauh dari mengecewakan.
Meski paruh pertama pacenya terbilang lambat (khas kebanyakan film Eropa-red), namun eksplorasi drama dan adegan aksinya lumayan efektif, dalam menghadirkan momen ketegangan, adegan horor berdarah, putaran kisah, dan juga mengaduk emosi penonton. Pilihan Stowarth menuturkan kisahnya dengan alur non linear juga menjadi plus dan minus sendiri.
Pendeknya, film ini tidak hanya sekadar menceritakan kisah aksi tentang vampir di pesawat terbang. Ini juga mengkaji kerentanan kapitalisme terhadap manipulasi berbasis rasa takut, ketidakadilan Islamofobia,dan perjuangan masing-masing individu ketika kelangsungan hidup dipertaruhkan.
Dari segi performa para pemainnya pun tidak mengecewakan. Masing-masing pemain kuncinya mampu memberikan warna tersendiri yang membuat karakter yang dibawakan lumayan meyakinkan. Sebagai ujungtombak utama, Baumeister tampil apik dalam menggambarkan seorang ibu yang putus asa dan protektif, sementara Alexander Scheer menonjol dengan kehadirannya yang magnetis dan tak terduga sebagai sosok teroris sinting yang brilian.
Walaupun mungkin tidak semua kalangan akan merasa puas dengan Blood Red Sky (sebagian ada yang berpendapat, paruh akhir film ini karena klise menjadi agak membosankan), penulis pribadi merasa bahwa Blood Red Sky cukup melebihi ekspektasi yang tadinya diharapkan.
Blood Red Sky dapat disaksikan secara streaming di Netflix. Simak juga judul-judul film unggulan Netflix lainnya di bulan ini di sini.