Sutradara : Zack Snyder
Penulis : David S. Goyer & Chris Terrio
Pemeran : Ben Affleck, Henry Cavill, Amy Adams, Jesse Eisenberg, Jeremy Irons, Diane Lane, Gal Gadot
Prolog
Setelah menunggu sekian lama akhirnya terjawab sudah rasa penasaran saya pada film superhero yang satu ini yang beberapa waktu lalu begitu “menggoda” dengan trailernya yang cukup memukau.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya bahwa film arahan Zack Snyder ini tidak hanya merupakan film “lanjutan” dari Man of Steel tapi juga akan memiliki penggambaran yang hampir serupa dengan film tersebut, dan tanpa bermaksud spoiler, kenyataannya memang demikian adanya. Suram dan serius itulah kesan yang dirasakan pada menit menit awal film. Dibuka dengan latar belakang masa lalu Bruce Wayne yang kelam kemudian dilanjutkan dengan dilemma keberadaan Superman.
Bagian awal film seakan menjadi salah satu momentum paling kritis yang bagaikan jendela pembuka secara keseluruhan cerita dan inti dari judul film ini dengan adegan flash back, dramatisasi dan dialog yang penuh makna filosofis. Dimana pada bagian awal tersebut salah satunya menceritakan kehadiran Superman (Henry Cavill) sebagai pahlawan berada tepat di dua sisi antara dipuja dan disembah layaknya dewa pelindung dan disisi lain dikritik dan dihujat karena dianggap merugikan sebagian pihak termasuk diantaranya Bruce Wayne (Ben Affleck). Dari sinilah pergolakan Batman dan superman dimulai yang sementara itu tepat dibelakang meraka ada sosok penjahat nyentrik Lex Luthor yang bersiap mengadu domba mereka dan Snyder cukup berani menampilkannya dengan mengambil sudut pandang dari sisi Bruce Wayne yang berada dibeberapa adegan Man Of Steel yang menurut saya ini cukup berhasil menyita perhatian mengingat cara tersebut digunakan sebagai pondasi utama mempertemukan dua superhero dan membuka DC Extended Universe namun dengan alur serta eksekusi dengan jalan yang berbeda daripada yang ditampilkan oleh Cinematic Universe milik kompetitornya, Marvel.
Penceritaan yang “kurang ramah” terhadap penonton awam
Zack Snyder tampaknya bermaksud baik dengan menyajikan cerita dan pengkarakteran sesuai dengan bebrapa bagian komik aslinya dan ini bisa saja berhasil menyenangkan para penggemarnya tetapi dapat mengecewakan penonton awam, karena beberapa element cerita terlihat “tidak ramah” terhadap penonton awam. Terdapat beberapa bagian cerita yang tampak tidak jelas dan seolah berlalu begitu saja tanpa menimbulkan kesan berarti. Hal tersebut bisa saja dikatakan bahwa penceritaanya lebih cocok untuk dinikmati oleh para penggemar berat yang tentu telah “akrab” dengan seluk beluk karakter dan cerita superhero itu. Tapi bagaimana denga para penonton awam yang juga penikmat film yang kritis? Mungkin banyak diantara mereka yang menyesalkan hal tersebut dan masih akan tetap menimbulkan ketidakpuasan serta menyisakan pertanyaan dalam benak penonton akan apa sebenarnya maksud dan tujuan dari bagian cerita dan alur yang ditampilkan tersebut mengingat film ini begitu kompleks dan luas namun dengan penceritaan yang terkesan monoton. Hal tersebut seolah menjadi kelemahan terbesar dari film ini.
Minimnya pengaruh pemeran pendukung
Salah satu tokoh penting dari dunia Batman adalah Alfred “sang pembantu setia”, yang kali ini diperankan oleh actor senior Jeremy Irons. Saya memaklumi bila porsi Alfred disini tidak bisa dibilang banyak karena mungkin dibebani oleh banyaknya karakter penting lainnya yang seolah menunggu “antrian” untuk tampil. Akibatnya keterlibatan Alfred seolah berlalu begitu saja karena tidak cukup untuk menggambarkan hubungan emosionalnya dengan Bruce Wayne. Padahal ada perbedaan signifikan mengingat peran Alfred yang punya andil lebih dalam mebantu Batman tidak hanya sebagai “pembantu biasa” tapi Alfred disini ikut ambil bagian dalam mengoprasikan dan meproduksi gadget untuk Batman. Irons tampil cukup baik dengan penampilan berbeda dan sepintas lebih maskulin menghilangkan kesan melankolis versi Michael Caine yang dikenal dengan karakter bijak dan karismatiknya. Adalah tidak tepat bila harus membandingkan Irons dengan Caine tetapi Irons yang seharusnya punya potensi lebih seolah disia siakan dengan dialog yang kurang membekas dihati dan porsi tampil yang sedikit sehingga mengurangi sisi emosionalnya. Pada akhirnya setelah film berakhir, mungkin sebagian penonton langsung melupakan keberadaan Alfred begitu saja. Satu satunya bagian yang saya ingat jelas adalah ketika Alfred melakukan testing suara pada mic perubah suara untuk topeng Batman.
Penampilan Lex Luthor yang diperankan Jesse Eisenberg rasanya kurang “menggigit” mengingat pandangan yang melekat pada diri Eisenberg yang berwajah “bocah” dan terlihat terlalu muda untuk memerankan penjahat yang sangat berbahaya. Hasilnya menurut opini saya Lex Luhtor dengan politik “Devide Et Imperanya “ tampil kurang meyakinkan, Jesse Eisenberg dengan cirinya difilm filmnya terdahulu, banyak bicara dengan suara yang ringan seperti bukan karakter penjahat yang berbahaya. Hubungannya dengan senator Finch (Holly Hunter) terlihat dipaksakan dengan jalinan cerita yang kurang jelas seperti tidak terarah mungkin ini adalah salah satu bagian yang meninggalkan plot hole yang katanya menurut beberapa reviewer film ini masih menyisakan banyak plot hole dibeberapa bagian lainnya. Satu satunya adegan menarik bagi saya adalah adegan terakhir ketika rambut Lex Luthor dicukur habis kemudian diikuti reaksi dan dialog anehnya dalam penjara itu, lumayan!
Keberadaan Louis Lane terlihat klise, sebagai pasangan wanita seorang Superman, ia tidak banyak memberikan pengaruh pada cerita film ini. Bahkan Amy Adams yang dulunya tampil baik dalam Man of Steel kini malah tampil biasa saja tanpa meninggalkan kesan yang mendalam. Bukankah seharusnya keberadaan Louis Lane yang menjadi rapuh dan bimbang dapat dijadikan stimulus untuk menarik simpati para penonton ?.
Kemunculan “Calon” Superhero Baru sebagai pintu pembuka DC Etended Universe
Kemunculan superhero baru pastinya bagian yang paling ditunggu oleh seluruh penggemar film ini terutama dari kalangan penggemar berat. Dimana superhero baru tersebut,di posisikan sebagai pengenalan untuk melanjutkan film film DC lainnya termasuk Justice League dan film solo dari masing masing superhero tersebut dibeberapa tahun mendatang. Namun sebagian penonton mungkin akan kecewa karena calon superhero itu hanya ditampilkan dengan porsi dan durasi yang terbilang sedikit, tentu saja karena memang konsetrasi utama mengarah pada pergolakan Batman dan Superman. Padahal bila dikemas dengan kemunculan yang lebih megah walaupun durasi yang sedikit misalkan Aquaman (Jason Momoa), bisa saja menjadi suatu yang mengesankan. Namun tidak seperti apa yang dibayangkan sebelumnya, calon superhero yaitu Aquaman, Cyborg dan The Flash tampil sederhana dan memang “apa adanya” juga minim eksplorasi sehingga tidak meninggalkan kesan yang berarti. Hal ini bisa saja membuat bingung para penonton awam yang tentu belum mengenal baik karakter dan asal mula superhero baru tersebut.
Penilain berbeda ditujukan pada Wonder Woman (Gal Gadot) sang Diana Prince yang akhirnya “unjuk gigi”menampilkan karakter superhero wanita di film ini. Tentunya ia adalah superhero yang ditunggu aksinya terutama oleh kaum adam. Dengan porsi yang lebih banyak, ia tampil dari awal hingga akhir film, Gal Gadot mampu memerankan Wonder Woman dengan baik dan mengesankan. Adegan saat ia ikut bertarung “keroyokan” melawan Doomsday telihat begitu menawan. Dia tampil elegan pada saat memakai dress ataupun kostum heronya, terlihat cantik dan mempesona sehingga mampu menarik simpati penonton pada karakternya. Beberapa adegan memperlihatkan betapa sexinya seorang Wonder woman itu. Bisa dikatakan tampilnya Gal Gadot dapat memberikan plus value dan menjadi “penyegar” serta penghibur ditengah kompleksnya alur dan cerita film ini.
Batman yang kini telah menjadi milik Ben Affleck
Usaha Ben Affleck dalam memerankan Batman patut diapresiasi tinggi yang menurut opini saya telah berhasil mengemban tugasnya bahkan melebihi apa yang disuguhkan para pemeran Batman sebelumnya termasuk Christian Bale namun tentu saja bila dipertimbangkan secara bijak mengingat karakterisasi Batman versi Affleck ini memang berbeda dari versi The Dark Knight Trilogy karya Christhoper Nolan. Dan seperti apa yang kita saksikan Affleck tampil dengan kepribadian dingin, tinggi besar dan berotot bahkan minus senyuman yang menambah kesan “angker” dan misteriusnya karakter Batman versi Affleck sendiri. Adegan fighting yang brutal dan koreografi yang artistic ala Snyder menjadi salah satu point menarik karakterisasi Batman dimana Affleck berhasil mengambarkan semua itu, mengingatkan saya akan pertarungan di film 300. Body moving, postur tubuh terlihat selaras dan menyatu dengan kostumnya. Sekaligus ini menjadi momentum Affleck untuk menepis keraguan fans Batman yang sebelumnya meragukan kapasitasnya pada pra produksi film ini namun bisa dikatakan kini Batman telah menjadi milik Ben Affleck !
Tata Artistic dan Visual Effect yang memukau
Mari kita lupakan sejenak tentang apa yang terjadi pada alur ceritanya yang tampaknya menjadi element penuai kekecewaan terbanyak. Divisi tata artistic dan visual effect bisa jadi salah satu point “melegakan” film ini. Mereka telah berhasil menerjemahkan scenario dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Sutradaranya. Salah satunya, tampilan kota latar metropolis beserta isinya dan kesannya yang megah tapi suram yang secara kuat mampu mendukung cerita film ini. Dengan budget produksi keseluruhan sekitar USD 250 juta, film ini menyuguhkan visual effect dengan hasil yang menggembirakan dimulai dari ledakan, kreasi CGI yang apik dan semua special effect dalam adegan pertarungan yang seru mampu membuat penonton berdecak kagum akan tampilannya yang memukau. Tidak lupa membahas tentang kostum dan gadget pembantu seperti design Bat Mobile baru yang terlihat futuristic dan mengagumkan yang menurut hemat saya menjadi design Bat Mobile terbaik dari yang ada di film film sebelumnya. Kostum yang dikenakan Superman tanpa embel embel “celana dalam merah diluar” yang merupakan kostum terbaik Superman terbaik hingga saat ini, tentu masih sama dan tidak ada perubahan dari film Man of Steel dan seperti biasa Hanry Cavill dengan tubuhnya yang indah terlihat cocok saja menggunakan kostum itu.
Sedangkan untuk Batman ada perubahan pada versi Batman terdahulu. Batman terlihat menggunakan Bat Suit yang pertama didesign simple dengan logo yang kelelawar yang agak “gemuk” dan tanpa peralatan lebih namun terlihat cocok dikenakan oleh Ben Affleck dengan ukuran tubuh yang tinggi besar. Selain itu ada Bat Suit Armor yang tampak seperti material baja dengan nyala lampu pada kedua mata yang tampil gagah dan futuristic. Wonder woman pun demikian, terlihat anggun dan nampak klasik dengan suit warna coklatnya. Tetapi sekali lagi ceritanya tidak memberikan porsi yang cukup untuk pengenalan asal muasal kostum tersebut terutama kehadiran kostum dan gadget Batman yang baru dimana sebenarnya bisa menjadi factor detail paling menarik untuk penceritaan film ini.
Tata suara dan Scoring music yang apik
Megah dan menggetarkan, itulah kesan pertama yang didapat. Dua orang dibaliknya, Hans Zimmer dan Junkie XL berhasil menyituasikan keadaan dengan scoring music yang apik. Namun yang saya perhatikan disini terdapat terlalu banyak penggunaan music di setiap adegan yang seharusnya menegangkan terutama pada adegan pertarungan dan kerjar kejaran. Tidak ada yang salah dengan karya music merka seperti saya tuliskan sebelumnya, megah dan meneggetarkan, tapi penggunaanya mungkin terlalu banyak terutama pada adegan bertarung dan kejar kejaran. Ya ini hanya soal opini dan selera pribadi saja. Sebagai rujukan saya masih ingat adegan yang begitu thrilling pada film The Dark Knight pada saat kejar kejaran dijalan terowongan saat Batman melakukan pengejaran terhadap The Joker, perhatikan detailnya, beberapa menit tidak ada scoring music yang ada hanya suara ledakan dan tembakan diiringi suara mobil melaju kencang. Sekali lagi tanpa music ! dan hasilnya adegan itu tampak lebih menegangkan dan membangun kesan “mencekam” terlebih diiringi dengan wajah The Joker yang menyebalkan sembari berkata “ I love this job, I love this job “ !
Dialog lucu yang sebenarnya “ garing” tapi menghibur
Untuk ukuran film dengan penggambaran serius dengan tone yang gelap, ternyata penulis naskah masih berbaik hati menyisipkan dialog yang bersifat komedi yang ternyata tidak disangka sangka muncul dikondisi dan adegan yang genting. Saya masih ingat diaog itu membuat para penonton tertawa walaupun salah satu dialognya sudah terpublish di video trailernya. Namun tetap menjadi suatu yang menghibur, mengingat sebelumnya disuguhkan dengan adegan yang selalu serius dan tegang. Perhatikan dialog saat Batman menyelamatkan Martha Kent (Diane Lane) dari penculikan dan saat munculnya Wonderwoman sang superhero cantik ditengah dua superhero lelaki. Bukankah itu lumayan funny ?
Opini yang “berkesimpulan”
Well.. Seperti apa yang telah menjadi judul opini ini, Dawn of Justice bisa dibilang film superhero yang bagus tapi bukanlah yang terbaik. Mengingat masih ada banyak celah dalam penceritaanya yang merupakan point paling lemah dalam film ini. Bagi sebagian penonton terutama para penggemar bisa saja menangkap dengan baik apa yang diceritakan dan dimaksudkan namun terlepas dari itu adalah selera dan respon setiap penonton menjadi suatu paling penting. Dilain pihak bagaimana dengan nasib pentonton awam? Yang sepertinya film ini belum cukup memuaskan dan menjelaskan cerita yang memang terlalu kompleks dan tidak mudah untuk diikuti oleh kalangan penonton awam. Untuk dapat memahami secara lebih film ini maka ada baiknya menonton film Man of Steel terlebih dahulu mengingat film tersebut merupakan lanjutan dan tentu berkaitan dengan film ini.
Tentu terdapat plus minus nya, dibalik gaya penceritaanya yang masih menuai ketidakpuasan sebagian penonton, masih ada suatu yang sifatnya menghibur dan melegakan. Mungkin untuk memahaminya tidak cukup menonton hanya sekali. Beberapa detail perlulah diperhatikan seperti koreografi fighting yang menarik, visual effect yang memukau dan tata artistic yang apik.
Dengan menontonya lebih dari satu kali, memungkinkan untuk bisa memahami jalan cerita, menikmati indahnya tata artistic dan element pendukung yang ada seperti design kostum dan special effect. Juga bagi anda penggemar DC, anda mungkin tidak akan kecewa dengan performa pemeran superheronya terutama Ben Affleck sebagai Batman dan Gal Gadot sebagai Wonder Woman, mereka tampil cukup baik dan mengundang decak kagum.
Sebagai penonton yang masih 50:50 antara puas atau kecewa dengan film ini, semoga dengan banyaknya keluhan kekecewaan itu tidak menjadikan masa depan DC Extended Universe terpengaruh, dan sebaliknya dengan sebagian kepuasan dari penggemar yang ada dapat memberikan pondasi semangat yang kuat dan lebih baik untuk kelanjutan film film superhero DC selanjutnya. DC terdiri dari sekumpulan orang orang cerdas didalamnya yang tanpa kita kehatui mungkin telah menyiapkan rencana “tersembunyi” guna melengkapi dan membenahi segala kekurangan film ini termasuk jalan cerita dan karakterisasi masing masing heronya pada film film selanjutnya.
Selamat menonton, Salam superhero !
Rating : 7.5/10
Janardana
Seorang pegawai swasta
pecinta karya seni & penikmat film awam