Kehadiran film Batman v Superman: Dawn of Justice merupakan sebuah fenomena epik. Penantian panjang, antusiasme fans yang menggila, serta produksi besar-besaran membuat film ini diprediksi akan membuat gebrakan dahsyat terbebas dari baik atau buruknya kualitas film.
Film ini bersetting di semesta yang sama dengan Man of Steel (2013), yang masih memiliki kaitan erat dari segi ceritanya. Alkisah setelah duel antara Superman (Henry Cavill) dan General Zodd (Michael Shannon) di penghujung Man of Steel, Bruce Wayne (Ben Affleck) melihat dengan mata kepalanya sendiri kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan dari pertarungan tersebut. Gedung perusahaannya ambruk serta menimbulkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Bruce menaruh dendam hendak melawan Superman, sementara di saat yang sama masyarakat mulai mempertanyakan keabsahan sang manusia baja sebagai pahlawan. Di lain pihak, rencana jahat muncul dari Lex Luthor dengan evil corporationnya.
Sebenarnya, film ini memiliki konsep(-konsep) yang bagus. Perkenalan Batman dengan flashback masa lalunya, gerbang pembuka bagi DC Extended Universe terutama untuk film Justice League, alegori yang menyinggung ranah teologi, konsistensi tone yang berbeda dengan Marvel, serta tentu saja konflik antara Batman, Superman, dan karakter-karakter lainnya. Namun di situlah masalahnya. Terlalu banyak konsep yang ingin dibawa. Konsep-konsep tersebut dikemas dalam dua setengah jam yang padat, kalau perlu ditumpang tindih asal semuanya dapat terwujud.
Zack Snyder selaku sutradara mungkin agak kewalahan dalam mengeksekusi film yang punya ‘banyak mau’ ini. Alhasil, film yang tersaji tidaklah mulus, namun terasa kabur dengan fokus sub-cerita yang melompat-lompat, sampai kehilangan arah. Banyak adegan yang terkesan dipaksakan dan tidak logis, misalnya saat Lois Lane membuang tongkat Krypton tanpa alasan jelas namun jelas-jelas dipaksakan demi mewujudkan adegan pertarungan final seperti yang kita lihat.
Untungnya, masih ada beberapa faktor penyelamat film ini dari complete disaster. Akting Ben Affleck dalam debut Batmannya ini cukup memuaskan. Musik gubahan Hans Zimmer juga kerap membantu pembangunan suasana tiap adegan. Lalu, tentu saja ditambah dengan adanya kemunculan Wonder Woman (Gal Gadot) beserta dokumen rahasia calon-calon anggota Justice League yang setidaknya dapat memuaskan para geek.
Kualitas Batman v Superman memang tak sesuai harapan. Namun kegagalan dari ‘pembuka’ ini justru dapat menjadi pelajaran bagi DC di film-film selanjutnya agar mendapatkan hasil yang diinginkan, bukan hanya sekadar konsep ideal.