Salah satu most anticipated movies 2016 saya akhirnya tayang di bioskop. Saya cukup antusias menghadapi film yang sudah ditunggu-tunggu. Sempat gamang ketika trailer yang release menunjukkan salah satu bagian penting dari film dan kritik pedas serta bad reviews dari kritikus film. Tapi saya tetap beranjak ke bioskop untuk menyaksikan film ini dan kali ini saya akan mengulasnya dari sudut pandang awam. Bukan sebagai fans DC, atau orang yang sudah baca komiknya. Here we go!
Pada bagian awal kita diajak untuk melihat “masa lalu” dari Bruce Wayne dan dilanjutkan dengan cuplikan scene Man of Steel dari sudut pandang yang lain, dari sudut pandang masyarakat Metropolis dan asal muasal kebencian Bruce Wayne kepada Superman. Kekurangannya adalah agak membosankan. But hey, probably Zack Snyder was just trying to do some introduction…that went for too long.
Zack Snyder bisa dibilang cukup apik membungkus cerita BvS ini, meskipun terlihat lengah di beberapa sisi dan seringkali bikin bingung. Beliau juga menciptakan nuansa dark a la DC dengan baik. Bahkan mungkin terhitung terlalu dark. Semua emosi pun tertuang. Semua konflik tersirat dengan baik. All of the hatred, the doubts, the anger, the nerve, the confusion, everything was delivered. It wasn’t all smooth and good, but it wasn’t bad either.
Mari kita bicara soal Ben Affleck sedikit. Sosok yang sempat diragukan sebagai The Bat of Gotham ini cukup menjanjikan sebagai Batman. Hanya saja, jangan membandingkan Affleck dengan Bale. Gak adil. Di BvS ini komposisi perannya justru lebih banyak sebagai Bruce Wayne. Sebagai Bruce, Affleck bisa dibilang almost nailed it. Kenapa almost? Because I think he could do a little bit more. Serasa ada yang kurang dari sosok Bruce Wayne disini, dan ada yang masih bisa “dikeluarkan” dari sosok Ben Affleck sebagai Bruce Wayne. As Batman, in the other hand, he was just good. I was relieved when I watched Affleck as The Bat Vigilante. Lagi, saya gak membandingkan Affleck dengan Bale karena porsi mereka di film berbeda.
And then there came Jeremy Irons as Alfred Pennyworth. Sejujurnya, peran Alfred disini gak begitu banyak, tapi tetap saja Jeremy Irons terlihat menguasai sebagai sosok Alfred. He isn’t an old man serving Master Wayne anymore. Kali ini sosok Alfred lebih kepada orang yang punya andil besar dan tetap bugar. And not that old. What a man, Jeremy Irons. Bahkan saya perkirakan kalo porsinya diberikan sama seperti Affleck, justru Affleck yang akan tenggelam.
Henry Cavill, as we saw him in Man of Steel, many still think he is a proper Superman. Saya pun sama, tapi Henry kurang cocok sebagai Clark Kent. Karena seperti yang kita tahu, bahkan tonton dari dulu, Clark Kent itu digambarkan berpostur tinggi besar dan “cupu”, tapi Henry Cavill ini…sempurna.
Dan Jesse Eisenberg sebagai Lex Luthor. Agak lucu melihat Lex Luthor semuda ini. Ini seperti melihat Jim Moriarty di Sherlock (TV). Way too young. Tapi terlepas dari usia, Jesse ini cocok memerankan sosok yang psychotic, namun sayangnya kurang cocok sebagai Lex. Bukan, bukan karena Jesse gondrong, tapi lebih kepada “keraguan” dari sosok Jesse sendiri. It’s fair to say, he’s like Affleck. Almost good. Almost acceptable. But just “almost”, unfortunately, isn’t enough. So near, yet so far.
Last but not least, Gal Gadot as Wonder Woman. Nampaknya sosok yang gak diragukan di BvS ini hanya Henry Cavill. Gal Gadot pun sempat diragukan sebagai Wonder Woman karena dianggap gak cocok. Ya, alasan yang sama dengan Affleck dan Jesse. Tapi jika Affleck dan Jesse berada di “almost”, Gal Gadot ini berada di level yang sama dengan Cavill. Cocok memerankan apa yang diperankan. Ya, Gal Gadot ini cocok dan terlihat maksimal sebagai Wonder Woman. Can’t wait for her stand-alone film, though.
Overall, BvS ini film yang bagus. I don’t get anything wrong with it except for boredom at the beginning and the lack in the middle. Selain itu, film ini tergolong bagus. I like it. Konflik emosi di keduanya juga dapet. The hate, the anger, the blindness, and the urge for revenge of Batman versus the doubts, the goodness, and the urge to protect everybody he love of Superman was delivered nicely. Saya hanya kurang suka dengan alurnya yang lambat. Cukup membosankan dan banyak turn down. Banyak yang ketika sudah bikin saya segar, ternyata justru malah bikin saya bilang “Gitu aja?” dan lemes lagi. Tapi, ketika tiba saatnya mereka berkelahi, that’s one hell of a fight! Bener-bener rasa bosan saya hilang. Disitulah payback dari Snyder untuk kebosanan di awal.
Jangan takut kalo udah nonton trailers mereka karena saya juga adalah korban trailers mereka tapi tetap bisa menikmati. Mungkin itu bisa jadi tagline review saya.
“Watched the trailer? Worry not! It’s still awesome!“