Webinar FFWI Bahas Bahasa Daerah untuk Film Indonesia
Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) melalui webinar yang terbuka untuk umum.
Angkat tema ‘Penggunaan Bahasa Daerah dalam Film Indonesia’, melalui dua pembicara utama, yaitu Bayu Skak dan Susi Ivvaty.
Tema ini serasa kental sekali dengan kondisi perfilman di Indonesia , beberapa tahun belakangan ini.
Tercatat pada data base Cinemags, ada sudah cukup banyak film yang menggunakan bahasa daerah seperti antara lain:
Prestasi di Luar Negeri
Beberapa film yang dijadikan contoh tersebut di atas, kebetulan juga mencatatkan prestasi di luar negeri.
Sehingga tentunya menarik, bagi peserta webinar, untuk mengikuti dan menggali informasi dengan Bayu Skak, penggagas semesta Yowisben
Film Yowisben sendiri, pada tahun 2018 meraih Anugerah Lembaga Sensor Film dan Bayu Skak pun menjelaskan perjuangannya untuk memperjuangkan ide penggunaan bahasa ini.
Ternyata, amatlah sulit untuk meyakinkan para rumah produksi akan idenya ini. Beberapa kali mengalami penolakan, hingga akhirnya bertemu dengan rumah produksi Starvision Plus dan sutradara Fajar Nugros
Sempat pula pada proses produksi, terjadi sekilas perbincangan, untuk membatalkan niat, penggunaan bahasa Jawa ini.
Namun, akhirnya berkat semangat dan juga kerja keras . Film ini berhasil melampaui target yang ditetapkan oleh rumah produksi.
Mendengarkan penjelasan Bayu Skak ini, terasa sekali memang , rasa lega yang terpancar , saat ia mengenang masa tersebut.
Bayu Skak, sendiri yakin bahwa penggunaan bahasa daerah di film-film Indonesia, dapat menjadi salah satu kunci , agar Indonesia dapat tampil menonjol di dunia film internasional.
Film dan Pelestarian Bahasa Daerah
Adapun Susi Ivvaty, menemukan film memegang peranan strategis dalam upaya pelestarian bahasa daerah.
Dia mencontohkan beberapa film seperti “Siti“ dan “Turah“ yang menggunakan bahasa Jawa, lalu ada film “Uang Panai “yang menggunakan bahasa Makasar –Bugis, dan juga film “Yuni“, yang mengangkat cerita tradisi masyarakat Serang Banten.
Dalam film “Yuni” bahasa yang digunakan Jawa Serang. Jawa yang bercampur dengan bahasa Sunda.
Orang Jawa dan Sunda yang tinggal di pesisir provinsi Banten, dalam percakapan sehari- hari terbiasa menggunakan bahasa masing-masing, tetapi uniknya mereka saling mengerti.
“Di sinilah kita lihat bahasa itu menjadi keutamaan rasa, bahasa budaya dan dalam bahasa daerah itu kuat sekali,” urai Susi.
Film, kata Susi, perlu memanfaatkan bahasa daerah jika cerita yang diangkat berlatar belakang adat dan budaya suata daerah tertentu .
“Karena feelnya ada di dalam bahasa itu,” jelasnya. Susi memberi contoh, kalau film “Uang Panai” tidak menggunakan bahasa Makasar-Bugis, pasti terasa hambar dan tidak ada feelnya.”
Dia mengingatkan penggunaan bahasa daerah sebuah cara menghindari kepunahan bahasa.
Dalam bidang kebahasaan itu juga Susi merasa kehilangan sosok Remy Silado, seniman yang mahir berbagai bahasa daerah dan bahasa asing.
Remy Silado yang wafat tahun lalu, bagi Susi , beliau adalah pribadi yang mengingatkan pentingnya merawat dan menggunakan bahasa daerah.
Mengenai Webinar FFWI
Webinar seri kedua FFWI yang diikuti 57 peserta aktif ini dipandu Supriyanto, wartawan Tabloid Bintang Indonesia.com.
Dari webinar ini terungkap, adat dan budaya beragam yang unik menjadi sumber cerita berbagai genre film, termasuk bahasa daerah.
Wacana mengangkat film berbahasa daerah tidak saja terkait untuk kepentingan komersial, tetapi juga sebagai hiburan. Hal ini karena ada istilah atau dialek daerah yang bisa memunculkan tawa penonton.
Lebih dari itu, penggunaannya dalam film, sekaligus bisa menjadi salah satu cara untuk melestarikan, yang kini kian tereliminasi dalam bahasa pergaulan generasi Z.