Disney sepertinya tidak kehabisan ide kreatif untuk membuat film-film berkualitas yang dikemas ke dalam cerita animasi sederhana, tetapi mengandung makna yang mendalam yang tersirat di dalam ceritanya. Dengan mengangkat salah satu cerita klasik Disney, dan membawa cerita kehidupan binatang—tepatnya memanusiakan binatang, maka hadirlah Zootopia yang rilis beberapa hari yang lalu.
Zootopia menceritakan tentang kehidupan hewan di mana leluhur mereka telah memecahkan masalah yang terdikotomi dikarenakan hukum alam; yaitu kesetaraan—tepatnya penyetaraan antara hewan pemangsa dan hewan yang dimangsa. Dengan kata lain, republik Zootopia adalah republik di mana rantai makanan tidak lagi berlaku bagi para hewan-hewan. Semuanya damai, aman, bahagia, dan sangat terdidik.
Konflik dalam film ini, selalu menjadi bumbu penyedap dalam cerita fiksi maupun fakta sejarah; yaitu konspirasi (lagi pula siapa yang tidak suka teori konspirasi? Semua orang suka konspirasi). Di mana dalam cerita, hewan pemangsa dituduh kembali kepada naluriah hewan pemangsa mereka—menjadi liar dan memangsa—sehingga muncul lah diskriminasi kepada hewan pemangsa dari hewan yang dimangsa.
Usut punya usut, ternyata yang membuat hewan karnivora ini menjadi liar bukanlah reaksi dari gen atau DNA mereka. Melainkan disebabkan karena tumbuhan (disebut: pelolong malam) dengan kandungan berbahaya yang membuat mereka yang terkena menjadi liar. Keliaran kaum karnivora ini dikarenakan sekretaris wali kota Zootopia ingin berkuasa dengan mengangkat derajat hewan herbivora. Nah, disinilah seekor rubah yang bernama Nick Wilde dan polisi kelinci yang bernama Judy Hopps, hadir untuk memecahkan permasalahan yang berlangsung.
Kesetaraan dan anti diskriminasi merupakan pesan utama dalam film ini. Dan yang sangat menginspirasi pada film ini, terletak kepada eksistensi Judy Hopps yang ingin mengubah pandangan para masyarakat zootopia, bahwa kita bisa membuat perbedaan tanpa adanya membeda-bedakan, sehingga berujung kepada perubahan.
Film ini ingin menyampaikan dimana perbedaan sudah bukan lagi masalah; seperti dimana tidak adalagi perbedaan antara kaum negro dengan kulit putih; perbedaan ras antara tionghoa dan pribumi (seperti zaman Orba); dimana tidak ada lagi yang berkelompok lalu menjatuhkan kelompok yang berbeda; dimana tidak adalagi yang namanya stereotipe kepada suatu ras ataupun kelompok manapun; dimana melalui perbedaan, harmonisasi selalu hadir menyertai.