Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags untuk lomba review film Deadpool dan sama sekali tidak mencerminkan pandangan editorial Cinemags. Anda juga bisa ikut serta dalam lomba review film Deadpool di sini.
Note: spoiler alert!
Pernahkah kalian merasa sangat ingin “menghina”, “menjatuhkan”, “menjelek-jelekkan”, masa lalu kalian yang sangat buruk karena ulah oknum tertentu. Atau mungkin ingin mengulang tindakan di masa lalu tersebut tapi dengan cara yang terbaik, berkesan, dan membuat banyak orang senang. Well, kalau kamu butuh sedikit inspirasi untuk itu tidak ada salahnya kalian menonton Deadpool. Deadpool sendiri pernah muncul di film X-Men Origins: Wolverine dan disambut dengan positif dari banyak penonton (bahkan lebih mencuri perhatian dibandingkan Wolverine itu sendiri menurut saya). Tapi…tak sedikit juga yang menyayangkan kemunculan Deadpool di film tersebut karena terkesan tipis (dalam arti tidak memiliki porsi yang pas di film tersebut) dan yang terutama: Setelah mutasi karakternya menjadi pendiam. Sangat bertolak belakan kalau kita lihat, atau mungkin kalian familiar, dengan karakter Deadpool versi komik yang cerewetnya bukan main, suka “memecahkan batasan” dalam komik, mudah untuk dikagumi dan dilabeli dengan kata badass. Ada kabar juga yang berhembus kalau perubahan tersebut ada campur tangan dari pihak studio itu sendiri. Saya sendiri tidak mau membenarkan atau membahas lebih jauh masalah itu. Yang lalu biarlah berlalu, toh stand alone terbaru Deadpool kali ini bisa dibilang dahsyat. Oke, mari kita masuk ke ulasan lebih lanjutnya.
Deadpool disutradarai oleh Tim Miller, yang dulu pernah bertanggung jawab untuk title sequence dari remake The Girl With The Dragon Tattoo garapan David Fincher. Dan Deadpool sendiri adalah film penuh pertama yang ia sutradarai. Tokoh Deadpool-pun masih diperankan oleh Ryan Reynolds yang memang sudah telanjur jatuh cinta pada karakter tersebut dan bahkan di suatu artikel pernah disebut bahwa Deadpool adalah satu-satunya karakter komik yang ingin ia perankan sekarang ini. Kita masuk ke sinopsis, alkisah ada mantan tentara bayaran bernama Wade Wilson. Ia tinggal di kota New York dan mencoba menghidupi kesehariannya dengan melindungi gadis-gadis remaja dari para penguntitnya. Di suatu hari, ia bertemu dengan Vanessa di bar milik temannya dan merasakan kecocokan dengan Vanessa. Malang bagi Wade sendiri, ternyata ia mengidap kanker pada beberapa organnya dan mungkin tidak dapat hidup lebih lama lagi. Hingga pada suatu hari ia bertemu dengan pria misterius yang menawarkan obat dari kanker tersebut bahkan dengan jaminan bahwa Wade akan jauh lebih baik dari dulu. Setelah mempertimbangkan, ia pun akhirnya menerima tawaran tersebut dengan harapan akan sembuh dan dapat hidup lebih lama dengan Vanessa. Ketika sampai di lokasi yang diberikan, Wade akhirnya menyadari bahwa itu semua hanya tipuan dari suatu organisasi agar dapat menciptakan pasukan super yang bisa dijadikan budak bagi orang-orang yang membelinya. Kanker terobati namun, Wade kehilangan penampilan awalnya dan disiksa dengan kejam oleh Francis (diperankan oleh Ed Skrein) dan Angel Dust (diperankan Gina Carano). Bagaimana nasib Wade? Apakah ia bisa kembali pada Vanessa dan membalas dendamnya pada Francis dan Angel Dust? Jawabannya bisa kalian saksikan sendiri di film Deadpool.
Apa yang membuat film ini istimewa? Pertama. Leluconnya. Jujur bagi yang lumayan mengenal karakter Deadpool pasti paham kalau Deadpool adalah karakter yang cerewet dan penuh dengan lelucon. Bahkan disaat genting sekalipun. Hal ini diperlihatkan dengan apik oleh sang sutradara Tim Miller. Bisa dikata, porsi konyol dan serius di film ini sangat pas. Lelucon berbau seks disini pun sangat menggelitik kalau kalian paham artinya dan terbiasa dengan kata-kata tersebut. Disini juga terlihat kalau Ryan Reynolds sangat mencintai karakter yang ia perankan. Bisa dibilang Deadpool akan menjadi film yang akan selalu mengingatkan kita pada Ryan Reynolds. Kedua. Referensi. Yup, di film ini banyak referensi yang akan sangat lucu kalau kalian perhatikan dengan seksama dialognya. Jujur saya sendiri ketawa sangat kencang pas Colossus menahan Deadpool untuk menemui Profesor X dan dibalas dengan santai oleh Deadpool “McAvoy atau Stewart?” (yang mengikuti film X-Men pasti paham apa yang dimaksud dari dialog tersebut). Bahkan dengan santainya Deadpool mengomentari kegagalan Green Lantern dengan menyinggung masalah kostum (Ryan Reynolds sendiri memerankan Hal Jordan di film Green Lantern). Saya sarankan perhatikan dialognya karena dialognya sangat lucu. Ketiga. Alurnya. Jujur saya sendiri sangat menyukai alur dari film Deadpool. Bagian flashback dan bagian yang sedang terjadi dapat berpindah dengan halus dan tidak membuat alurnya menjadi kacau. Oh iya, bagian “memecahkan batasan” dari film sendiri terlaksana dengan baik dan membuat kita merasa bahwa film ini cukup otentik dengan komiknya. Untuk akting sendiri menurut saya lumayan padu dari setiap karakternya, namun saya sendiri merasa kurang puas dengan interaksi antara Francis dan Angel Dust karena kesan yang didapat adalah Angel Dust itu henchwoman dari Francis. Saya kurang mengikuti komiknya, mungkin yang fans dari Deadpool lebih paham untuk masalah ini.
Melanjutkan judul diatas, menurut saya Deadpool 2016 merupakan sebuah ejekan pada karakter Deadpool di film X-Men Origins: Wolverine yang memikat hati penonton tapi seakan diperlakukan sebagai pemanis di film tersebut (mungkin ejekan juga pada filmnya karena X-Men Origins: Wolverine kurang mendapat tanggapan yang positif dari kritikus film). Debut penyutradaraan yang bagus dari Tim Miller, dan saya sendiri berharap untuk sekuel yang sudah direncanakan masih dipegang oleh Tim Miller. Menarik untuk melihat pada bagian mana Deadpool akan masuk ke film X-Men, apakah nanti akan muncul di post credit scene X-Men yang akan muncul tahun ini atau tidak sepertinya patut ditunggu. Dan pada akhirnya sendiri, Deadpool 2016 dapat menertawakan masa lalunya dan melanjutkan jalannya menuju saga yang patut disimak.
Oh iya, jangan keburu keluar dari teater ya. Ada post credit scene di film ini.