Arthouse Cinema 2025
Goethe-Institut Indonesien kembali menyelanggarakan program pemutaran film Arthouse Cinema mulai Maret hingga November 2025.
Setiap bulannya, satu film Jerman rilisan antara 1929 hingga 2022 akan ditayangkan di GoetheHaus Jakarta.
Melalui film-film yang telah terkurasi secara ketat, para penonton berkesempatan mengeksplorasi babak-babak sejarah yang kerap terlupakan.
Setiap pemutaran di Arthouse Cinema tahun ini akan menyediakan lensa personal untuk meninjau kembali masa lalu bersama kita.
Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien Dr. Ingo Schöningh menyampaikan,
“Film- film tersebut mengingatkan kita bahwa sejarah tidak melulu soal peristiwa besar. Sejarah juga menyangkut momen-momen yang terkadang luput dari perhatian, insiden-insiden kecil yang secara perlahan mengubah dan membentuk dunia kita, dan mengantarkan kita kepada peristiwa-peristiwa lebih besar yang kita ketahui. Kisah-kisah ini mendefinisikan siapa kita dan bagaimana hubungan kita dengan sesama.”
Tahun ini, Arthouse Cinema akan dimulai pada Sabtu, 22 Maret 2025 pukul 14.30 WIB di GoetheHaus Jakarta dengan penayangan film Rabiye Kurnaz gegen George W. Bush (2022) karya sutradara Andreas Dresen.
Film ini menyajikan kisah seputar perjuangan seorang ibu untuk membebaskan putranya dari Guantanamo Bay. Sekalipun menghadapi bermacam rintangan,Rabiye Kurnaz muncul sebagai sosok kuat yang tidak disangka-sangka dan sekaligus melambangkan pertaruhan pribadi dalam sebuah kasus yang sangat politis.
Di bulan-bulan selanjutnya, Arthouse Cinema juga akan memutar judul-judul film berikut:
Menschen am Sonntag (1929, Robert Siodmak)
menangkap momen- momen singkat dalam kehidupan sehari-hari di Berlin sebelum perang pada suatu Sabtu sore (dilanjutkan dengan serangkaian urusan dan keperluan pada hari Minggu sesudahnya), dan menghadirkan potret sekilas mengenai dinamika masyarakat dan impian pribadi di ambang pergolakan sejarah yang besar.
Tidak ada kejadian penting; para tokoh bertemu, bepergian, berjalan-jalan, tidur. Kota dan para protagonis
pada gilirannya bisa saling bertukar tempat.
o.k. (1970, Michael Verhoeven)
merupakan film antiperang dari Jerman Barat. Cerita ini mengikuti empat anggota regu militer AS pada
masa Perang Vietnam yang menangkap dan melakukan penganiayaan brutal terhadap seorang gadis Vietnam.
Meskipun film ini berlatar perang, pengambilan gambarnya berlangsung di sebuah hutan di Bavaria dan para aktor berbicara dengan aksen Bavaria yang kental – sebuah pilihan yang disengaja oleh Verhoeven untuk menciptakan “efek alienasi khas Brecht”.
Lieber Thomas (2021, Andreas Kleinert)
menceritakan kisah Thomas Brasch, seorang penulis dan pembuat film Jerman Timur yang bergulat dengan realitas kehidupan di bawah rezim Stasi yang sarat dengan penindasan.
Ia memutuskan untuk menentang sistem dan mengejar kebebasan kreatif. Film ini menyoroti beban emosional yang harus ditanggung dalam masyarakat yang terpecah, tempat identitas pribadi dan perlawanan politik berbenturan.
Wir sind jung, wir sind stark (2014, Burhan Qurbani)
membidik bentuk ketegangan sosial yang berbeda pada masa sesudah keruntuhan Tembok Berlin.
Film ini menyajikan bentrokan penuh kekerasan antara kelompok pemuda neo-Nazi dan komunitas imigran di Rostok pada tahun 1990-an.
Kisah ini mengeksplorasi kebangkitan nasionalisme dan xenofobia setelah reunifikasi Jerman.
Die Brücke am Ibar (2012, Michaela Kezele)
berlatar pada masa menjelang akhir perang Yugoslavia dan menampilkan pendekatan yang lebih intim terhadap tema rekonsiliasi.
Film ini mengisahkan Danica, seorang ibu tunggal berkebangsaan Serbia, yang terperangkap di rumahnya bersama anak-anaknya.
Di tengah konflik berdarah antara orang Serbia, orang Albania, dan pasukan NATO.
Jembatan sungai Ibar
menjadi simbol yang menyentuh untuk perjuangan mereka untuk menyintas dan mempertahankan kemanusiaan saat menghadapi perang dan perpecahan.
Als Hitler das Rosa Kaninchen stahl (2019, Caroline Link)
menggambarkan hilangnya kepolosan ketika keluarga Kemper – sebuah keluarga Yahudi kelas atas – terpaksa melarikan diri dari Jerman yang dikuasai oleh kaum Nazi dan harus menghadapi tantangan emosional terkait pengungsian dan pengasingan.
Sputnik (2020, Markus Dietrich) mengeksplorasi kehebohan yang berbeda.
Bertempat di Jerman Timur semasa Perang Dingin, ilmuwan cilik bernama Rike dan gengnya berusaha memahami konsekuensi yang misterius dan meresahkan yang timbul ketika orang meninggalkan desa mereka.
Jadwal tayang Arthouse Cinema 2025 dapat dilihat secara berkala di akun Instagram @goetheinstitut_indonesien dan di laman www.goethe.de/indonesien.