The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes
Pernahkah terpikir bagaimana asal muasal lagu yang dinyanyikan Katniss Everdeen dan Mocking Jay bermula ?
Melalui film ini , sutradara Francis Lawrence dan produser Nina Jacobson membawa kita kembali ke Panem.
Dibintangi oleh Tom Blyth sebagai Coriolanus Snow- calon presiden Panem dan Rachel Zegler sebagai Lucy Gray Baird – Distrik 12
Alur kisah The Hunger Games : The Ballad of Songbirds & Snakes, mengambil waktu 60 tahun sebelum Katniss Everdeen , dikenal sebagai “Girl on Fire”.
Namun kondisi saat itu, memang telah terjadi akar-akar pemberontakan, hingga permainan The Hunger Games menjadi alasan bagi Volumnia Gaul (Viola Davis) dipertahankan.
Namun di balik itu sebenarnya ada hal-hal lain yang akan terungkap dengan serunya.
Coriolanus Snow, masih sebagai pelajar yang berambisi dan mengemban tugas untuk menjaga nama keluarga. Ia menjalani semua ini dengan bangga, hingga saat ia bertemu dengan Lucy Gray Baird.
Bagi penyuka film franchise Hunger Games, akan menemukan hal baru mengenai asal muasal permainan ini dibuat menjadi sangat sarat konten hiburannya.
Kemudian bumbu drama yang disertai rasa humanis, serta faktor seseorang mencari cara untuk selamat. Akan membuka topeng dan memperlihatkan wujud aslinya.
Sisi polos Coriolanus Snow
Presiden Snow, digambarkan sangat dingin, penuh perhitungan dan mau menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Namun pada film ini, akan ditemukan sisi polos dari Snow, yang akan membuat penonton bersimpati pada dirinya.
Walaupun produk akhir dari tatapan mata penuh kekejaman dan kesinisannya pun akhirnya terlihat.
Ini membuat penonton menjadi memahami penderitaan, serta juga mengapa Katniss Everdeen seolah menjadi sosok istimewa bagi dirinya.
Properti Masa Lalu
Mengingat alur cerita adalah di masa-masa awal, sangat menarik adalah bagaimana sutradara Francis Lawrence menampilkan beragam properti jaman dulu.
Terlihat bagaimana ia terinspirasi akan laya-layar , yang menampilkan masing-masing individu maupun tempat tertentu.
Serta bagaimana penonton dibawa untuk memahami, bahwa ini adalah tempat permainan yang terbuka.
Semua dapat langsung melihat dan menjadi hakim.
Tentunya dalam pengembangan kisahnya, penonton akan dibawa pula, bahwa sutradara sebenarnya ingin pula mentertawakan sistem ini.
Semua sebenarnya masih dapat diatur, para pelanggar pun, jika tetap berkelakuan yang akan memberikan manfaat bagi Panem, akan segera mendapatkan kembali kehormatannya.
Sindiran-sindiran ini , digambarkan secara terbuka sekali dalm film ini.
Review The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes
Secara durasi yang lama, Cinemags merasakan tiada kebosanan yang menghampiri.
Dialog, adegan aksi dan romansanya diatur dengan tempo yang pas. Adapun akhir kisahnya, tentunya sudah dapat ditebak, terutama bagi para pembaca bukunya.
Namun menariknya adalah bagaimana visualisai yang dihadirkan, terasa sangat memanjakan penontonnya, walaupun bukan merupakan sesuatu yang baru.
Menonton film ini, seolah menjawab rasa penasaran penonton terhadap sepak terjang “aneh” dari Presiden Snow.
Setiap dialog yang ia tujukan kepada Katniss, sekarang menjadi jelas sebab akibatnya.
Namun penonton tak perlu harus mengulang lagi franchise film ini, secara pintar sutradara berhasil menempatkan babak demi babak secara pas.
Ini membuat penonton , pada setiap akhir babak , menjadi penasaran, akan kejadian berikutnya dan tentunya memahami beberapa hal.
Namun kembali, secara keseluruhan ide ceritanya memang bukanlah sesuatu yang baru.
Pada beberapa adegan, penonton dapat merasakan kesan familiar akan adegan pada film lain.
Namun film ini tetap memberikan candu, dan mengajak penonton untuk menontonnya lagi.
Demikian review The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes kali ini, jangan lewatkan untuk membaca seputar franchise film ini , hanya di Cinemags
Baca juga : Poster Terbaru IMAX The Hunger Games: Mockingjay Part 2