Jika tiada aral melintang, tentunya utusan film Nana akan berangkat di bulan Feruari 2021 ini ke ajang Berlinale ke-72. Film Nana yang dengan judul bahasa Inggrisnya Before, Now & Then, akan berkompetisi bersama film-film dari pembuat film dunia ternama seperti sutradara Carla Simon, Claire Denis, Rithy Panh, Denis Cote, Paolo Taviani, Ulrich Siedl, Andreas Dresen, Hong Sang Soo, Isaki Lacuesta, dan François Ozon.
Kamila Andini memang senang membuat film bertemakan perempuan dari sisi humanisnya, sehingga karakter yang ia bangun biasanya memiliki sisi hitam dan putih. Ini merupakan sesuatu yang manusiawi dan dapat dikatakan merupakan ciri khasnya.
Terkait akan hal ini, Cinemags dan beberapa media , mendapatkan kesempatan untuk bertanya langsung seputar film ini dengan sutradara Kamila Andini , dan berikut ini adalah rangkumannya.
Q: Bisa diceritakan mengenai kisah film ini, dari sisi yang paling menarik yang membuat ingin menyutradarainya?
A : Buat saya yang paling menarik adalah tawaran untuk menyutradarai sebuah film period yang intim mengenai perempuan, walaupun perempuan ini ada di jaman apapun. Perempuan ini seperti kita melihat ibu kita, nenek kita, sahabt kita yang kita sayangi apa adanya, bisa saja melakukan suatu perbuatan yang benar atau salah, dan sebenarnya dari situlah kita belajar mengenai kehidupan, di balik semua kesulitan-kesulitan yang dialami.
Ini sih idealnya cerita yang memotret kondisi perempuan pada masa itu , dan menjadi refleksi akan perempuan secara detail dan kita bisa melihat ada sesuatu yang telah bergerak, ada yang belum bergerak -sama sampai sekarang. Dialog ini yang membuat saya tertarik, bagaimana saya dalam kondisi saat ini berrefleksi dengan karakter saat itu. Mendialogkan posisi perempuan dalam pernikahan, dalam wilayah domestik seperti apa. Itu sih yang seru buat saya.
Q: Bisa diceritakan lebih lanjut kerumitan dalam membuat film period ini?
A : Film kali ini lebih menantang , ini membuat proses pembuatannya menjadi lebih menyenangkan lagi . Saat membuat film ini, saya sadar betul bahwa walaupun riset dilakukan sedetail apapun, saya tidak mungkin mampu memahami perspektif perempuan pada jaman itu. Saya harus sadar betul bahwa bagaimanapun secara kreator, saya adalah perspektif perempuan saat ini, sehingga memang film ini walaupun setting-nya lampau, ini dalah produk masa sekarang, dimana kita hidup di era berbeda. Jadi meskipun settingnya masa lampau, cara penyampaiannya sangat modern sesuai era masa kini, karena memang saya tidak sedang membuat mesin waktu untuk bisa kembali ke masa lampau, tapi membuat jembatan bagaimana kita dapat melihat dan melakukan refleksi akan perempuan.
Q; Apakah ada pesan khusus yang hendak disampaikan melalui film ini?
A: Saya lebih ingin mengajak orang untuk mengalami, dibandingkan dengan menyampaikan pesan. Penonton diajak untuk mengalami kejadian yang dialami Nana, terlebih ini ceritanya pada kurun waktu pasca kemerdekaan. Di masa itu, perubahan terus terjadi dan banyak sekali,dari satu perubahan ke yang lain, tentunya yang paling harus beradaptasi adalah institusi terkecil yaitu rumah, dan itu perempuan, sama seperti yang kita alami sekarang. Saat pandemi, saat perubahan itu terjadi, yang paling harus terus beradaptasi adalah perempuan dan kita dapat melihat bagaimana perempuan itu selalu jadi korban jaman. Namun di lain pihak, perempuan juga tidak menjadikan dirinya sebagai korban, tapi justru berperan pada perubahan-perubahan itu dan juga berperan untuk memutuskan hal-hal yang ingin ia lakukan, yang terbaik untuk dirinya.
Q:Bisa diceritakan lebih lanjut .Saat pembuatan film ini, apakah ada proses yang berbeda dibandingkan film-film terdahulu?
A: Dalam setiap pembuatan film tentunya akan ada proses yang baru lagi, kalau film Nana ini saya tentunya sudah jauh berbeda dengan pada saat saya membuat film-film saya terdahulu. Saya sudah lebih memahami diri saya, kecenderungan saya sebagai film maker, sisi saya dan suara saya sebagai kaum perempuan. Saya juga menemukan tantangan-tantangan baru lagi yang berbeda di film ini. Juga ibarat kanvas, saya memiliki ruang lebih luas lagi dalam berkolaborasi, memimpin tim dan hal-hal ini saat ini muncul di titik ini . Itu juga yang membuat, jika melihat dari perjalanannya, masuk dalam festival ini juga merupakan salah satu hal yang menjustifikasi bahwa saya bergerak lagi dari pencapaian saya berikutnya.
Rasanya ini yang menyenangkan, saat melakukan sesuatu , memiliki langkah kecil untuk lebih bisa maju lagi , mengenal diri sendiri lebih lagi atau memberikan tantangan lebih kepada diri saya sendiri. Lalu menemukan diri kita lagi dan lagi yang berproses .
View this post on Instagram
Semoga film Nana mampu berkompetisi dengan lancar disana dan juga membawa nama Indonesia semakin maju dan besar.