Perhelatan Academy Award ke-93 akan berlangsung akhir bulan ini setelah penayangannya ditunda di tahun lalu. Sederet film akan bersaing untuk mendapatkan gelar terbaik di kategorinya masing-masing.
Namun, yang terbaik tak selalu luput dari kritik publik seiring dengan berkembangnya masyarakat. Bahkan momen-momen dalam film yang pernah menjadi favorit banyak orang, bisa berubah menjadi kurang disukai dari waktu ke waktu.
Film terbaik pada masanya, kadang tak lagi dinilai sesuai dengan masa saat ini. Berikut daftar 10 film pemenang Oscar yang dinilai bermasalah di tahun ini dikutip dari Independent.
American Beauty (1999)
Film ini mendapatkan dua tato buruk seiring dengan bertambahnya usia. Pertama, karena pemeran utama dalam film ini, Kevin Spacey yang memerankan Lester Burnham, tercoreng namanya setelah adanya gerakan #MeToo pada 2017 silam.
Spacey dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap Anthony Rapp jauh pada 1986 ketika Rapp masih berusia 14 tahun.
Menanggapi hal ini, Spacey mengakui tak mengingat bahwa dia pernah bertemu dengan Rapp, namun menyatakan, “Jika saya berperilaku seperti yang dia gambarkan, saya berhutang permintaan maaf yang tulus atas perilaku mabuk yang sangat tidak pantas.”
Kedua, film ini mendapat kritik karena dinilai tidak pantas. Pasalnya film ini menceritakan mengenai ketertarikan seorang pria tua kepada anak remaja sahabatnya.
Kritik yang diterima untuk film ini adalah menyamakan sosok Mena Suvari sebagai ‘Lolita’. Pasalnya dalam film ini Spacey sampai membayangkan wanita muda ini bertelanjang dan ditutupi dengan kelopak bunga.
Roger Ebert, kritikus film menuliskan, “Apakah salah bagi seorang pria berusia 40-an untuk bernafsu terhadap seorang gadis remaja? Setiap orang jujur mengerti betapa rumitnya pertanyaan ini. Salah secara moral, pasti, dan legal.
“Tapi seperti yang diketahui setiap wanita, pria terlahir dengan kabel yang langsung dari mata ke alat kelamin mereka, melewati pusat pemikiran yang lebih tinggi. Mereka bisa tidak menyetujui pikiran mereka, tetapi mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak memilikinya,” tulisnya.
The Silence of The Lambs (1991)
Film ini diperankan oleh nama besar seperti Jody Foster dan Anthony Hopkins, Tapi, film menuai kritik karena dinilai salah menggambarkan pengalaman transgender dan/atau genderqueer.
Kritik ini dikemukakan oleh Emily VanDerWerff, penulis Vox TV dalam tweet-nya. Dia menyatakan, “Mengetahui maksud sebuah karya tidak berarti buruk, karena dampak film lebih penting ketimbang maksudnya. Dan ketika orang menonton film ini, mereka tidak mendengar ‘Buffalo Bill bukan trans’. Namun penonton melihat seorang pembunuh berantai aneh yang menari dengan pakaian wanita.”
Peran Bufallo Bill, diperankan oleh Ted Levine memang digambarkan sebagai pembunuh berantai yang memakai kulit korban wanitanya, menyimpan pakaian, dan berdandan seperti mereka.
Sedangkan dalam film, Foster yang berperan sebagai detektif Clarice, berdialog dengan konsultannya Hopkins, seorang kanibal bernama Hannibal Lecter, mengenai Bill bukan transgender dan tidak ada hubungan antara identitas transgender dan kekerasan.
Bahkan, secara terang-terangan sutradara film ini, Jonathan Demme mengatakan bahwa Bill tidak dimaksudkan untuk menjadi seorang trans.
Driving Miss Daisy (1989)
Pemenang empat dari sembilan nominasi Oscar 1990 ini mendapatkan bertubi-tubi kritikan dari berbagai pihak, termasuk pemeran utamanya Morgan Freeman. Dia menyebut film ini sebagai kesalah yang membuat sosoknya sebagai stereotip ‘mulia, bijaksana, dan bermartabat’.
Film yang didasarkan dari pemenang Penghargaan Pulitzer karya Alfred Uhry dengan judul yang sama ini mendapatkan kritik karena potret hubungan ras AS yang terlalu sederhana pada pertengahan abad ke-20.
“Ketika Driving Miss Motherf***ng Daisy memenangkan Film Terbaik, itu menyakitkan. [Tapi] tidak ada yang membicarakan tentang Driving Miss Daisy sekarang,” kata sutradara Spike Lee kepada New York Magazine pada tahun 2008.
The Help (2011)
Film lainnya yang memiliki tujuan mulia untuk menggambarkan hubungan antar ras, namun dikritik karena dinilai terlalu menyederhanakannya adalah The Help yang didasarkan dari novel berjudul yang sama. Kritikus menilai The Help pantas dikritik karena membuat kulit putih menceritakan kisah tentang kulit hitam.
Pemeran film ini, Viola Davis yang berperan sebagai pembantu Aibileen Clark, menyatakan penyesalannya karena membintangi The Help. Dia mengatakan bahwa dia merasa seperti mengkhianati diri sendiri dan orang-orangnya dan bahwa film tersebut dibuat di filter dan rasisme sistemik.
Selain itu, aktor Bryce Dallas Howard mengakui bahwa The Help diceritakan melalui perspektif karakter kulit putih dan dibuat oleh penulis yang didominasi oleh kulit putih.