Di ranah perfilman Asia dan Jepang pada khususnya, jauh sebelum merilis The World of Kanako, selama kurang lebih satu dekade belakangan ini nama Tetsuya Nakashima telah menjelma menjadi salah satu insan yang paling menarik dalam sinema negeri matahari terbit. Pertama kali menggebrak lewat Kamikaze Girls (KG) pada tahun 2004, dan Memories of Matsuko (MoM) dua tahun berselang setelahnya, Nakashima pelan tapi pasti sukses menghimpun massanya sendiri seraya memberikan sumbangsih gaya khas penyutradaraannya di ranah perfilman Jepang, meski pada hakikatnya antara film karya penyutradaraannya yang satu dengan yang lain berbeda tone dan genre.
Dari drama surreal komedi dalam KG, Nakashima menyeberang untuk menyuguhkan drama elegi MoM, dan kemudian sempat pula membesut film drama anak-anak CGI, Paco and the Magical Book (2008). Ia sukses menjadi buah bibir dunia saat menuai pujian atas kinerja apiknya dalam film drama kelam adaptasi novel, Confessions, yang sudah diakui para pengamat film Asia menjadi salah satu film drama thriller paling terkemuka Jepang aliran baru, dan juga merupakan salah satu film luar Hollywood yang menjadi personal favorite penulis sepanjang masa, hingga saat ini.
Dan, melalui The World of Kanako ini, Nakashima sepertinya masih belum lelah untuk bermain-main di genre film lainnya sekaligus mencetak karya berkualitas, yang ia buktikan kembali lewat film yang menjadi pilihan Asian Movie Recommendation ini. Memiliki tarikan napas mirip Confessions, The World of Kanako memungkinkan sang sineas kembali menghadirkan sebuah drama thriller kelam tentang aksi balas dendam yang jika mau dibandingkan nyaris menyamai level keekstreman sineas Jepang yang terkenal dengan film-filmnya yang “sakit”, Takashi Miike baik dalam hal konten maupun tone-nya.
Dalam The World of Kanako dikisahkan, Kanako Fujishima (Komatsu), seorang gadis remaja berparas cantik dan dikenal sebagai salah satu siswi terbaik di sekolahnya, tiba-tiba menghilang tanpa jejak meski seluruh barang kepunyaannya masih tertinggal di kamarnya. Mendapat kabar sang putri semata wayang menghilang dari mantan istrinya, , sang ayah Akikazu (Yakusho), mantan seorang detektif yang kini bekerja sebagai penjaga keamanan sembari menjalani perawatan anti-pikosis, mulai melakukan aksi pencarian demi satu tujuan, untuk mendapatkan kembali kehidupan keluarga “ideal”-nya kembali meski faktanya kegagalan rumahtangga yang dibinanya bersumber dari problematika kepribadian dan perilakunya sendiri. Mulai menyusuri jejak masa lalu dan masa kini, serta menanyai “teman-teman” putrinya, seiring proses investigasi yang dilakukannya, Akikazu mulai mendapatkan berbagai kepingan petunjuk yang membuatnya sadar bahwa dunia yang dihadapi Kanako selain sangat jauh di luar perkiraannya, ternyata di balik paras cantiknya gadis semata wayangnya menyimpan rahasia kelam yang sangat destruktif.
Menyajikan gaya pengambilan gambar yang bisa dikatakan paduan pengeksekusian film-film Nakashima lainnya menjadikan visualisasi film berjudul Jepang, Kawaki (Thirst-red) – yang begitu pas untuk menyimbolkan berbagai motif beragam karakter yang ada di dalamnya – ini begitu dinamis sembari terlihat begitu kelam di sisi yang sama. Mengadopsi formula suksesnya di Confessions, sang sineas mengemasnya dalam jalur thriller psikologis yang kelam, depresif serta sarat twist berlapis-lapis. Bahkan, saking ingin menonjolkan unsur kelamnya, sang sineas sengaja memilih warna-warna gelap dengan dukungan teknik sinematografi dan pencahayaan sempurna. Tidak hanya itu, seiring berjalannya cerita, fakta-fakta mengejutkan dan mengerikan muncul melalui rangkaian flashback yang sekaligus berfungsi menjadi kunci jawaban serta pelengkap dari adegan-adegan sebelumnya.
Tentu saja kelebihan film ini tidak hanya sampai di situ, pengeksekusian Nakashima dalam menerjemahkan kisah yang diadaptasi dari novel berjudul Hateshinaki Kawaki karya Akio Fukamachi ini, selain dukungan para pemain veterannya yang bermain apik, penampilan adorable namun manipulatif aktris muda Nana Komatsu yang menjadi karakter yang jadi duduk persoalan cerita juga layak diacungi jempol. Film ini juga secara magis berhasil menyeimbangkan plot misteri yang dikonstruksi dengan baik dengan sajian aksi, editing, sisipan adegan berformat animasi, dan tidak lupa pula pilihan tembang-tembang soundtrack yang dipilih secara matang. Sudah tentu layaknya karya paling sukses Nakashima sebelumnya, film ini bukan tipe sajian yang nyaman dikonsumsi oleh kalangan kebanyakan, namun jika Anda menginginkan sajian non mainstream dan cerdas, dan tidak berkeberatan diaduk-aduk emosinya dengan twist berliku yang bertubi-tubi, The World of Kanako adalah pilihan tepat untuk itu.
Starring: Koji Yakusho, Nana Komatsu, Ai Hashimoto, Satoshi Tsumabuki, Joe Odagiri, Fumi Nikaido, Miki Nakatani, Jun Kunimura, Munetaka Aoki, Mahiro Takasugi, Hiroki Nakajima, Hiroya Shimizu, Aoi Morikawa
Directed by: Tetsuya Nakashima
Language: Japanese
Running time: 118 minutes