Sulit rasanya untuk tidak membandingkan karya dari DC Comics dengan apa yang telah dibuat oleh saingan terberatnya, Marvel Comics. Khususnya dalam media film. Ketika Marvel bersama Walt Disney sudah berhasil membangun cinematic universe-nya dengan baik, DC dan Warner Bros ibarat kebakaran jenggot karena film-film superheroes produksi mereka kebanyakkan masih di bawah ekspektasi fans dan penikmat film, apalagi bisa menciptakan cinematic universe yang setidaknya bisa menyaingi apa yang sudah dibangun Marvel Studios sejak kemunculan Iron Man di tahun 2008.
Akhirnya, pada tahun 2016 ini, terdapat dua film yang menandai awal dari DC Cinematic Universe, salah satunya yaitu Batman v Superman: Dawn of Justice yang telah rilis terlebih sebelum Suicide Squad. Dan apa hasil dari ‘percobaan’ pertama mereka ini? Well, in a nutshell, BvS membuktikan bahwa Warner Bros dan DC sangat tergesa-gesa ingin menyusul pencapaian Marvel dengan start sebuah film yang serba dipadatkan.
Dengan durasi 2 jam 31 menit, BvS menghasilkan tontonan yang overall mengecewakan. Why so? Alasan yang paling mendasar adalah ekspektasi tinggi di awal berbanding terbalik dengan realita yang terjadi. Awal terbentuknya DC Cinematic Universe, kehadiran Holy Trinity sekaligus dalam satu film DC (Superman, Batman, dan Wonder Woman), serta pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan Marvel seolah akan menciptakan pesaing Marvel yang sepadan dalam membangun cinematic universe.
Tetapi justru alasan yang di atas membuat film ini begitu lemah. Sementara kisah Superman yang perlu anda tahu sudah disajikan di film Man of Steel, BvS diawali dengan latar belakang Bruce Wayne a.k.a Batman. Kembali mengulang tragedi penembakkan orang tua Bruce, jatuhnya ia ke lubang kelelawar, dan penyebab kebenciannya terhadap Superman merupakan sebuah tantangan untuk diangkat. Proses penembakkan orang tua Bruce sebenarnya cukup unik, namun sayanganya terlalu banyak slow motion yang ironisnya menandakan film ini yang memang secara keseluruhan berjalan lambat.
Sifat destruktif manusia super terhadap kehidupan bumi sebenarnya merupakan latar belakang konflik yang cukup baik untuk diangkat. Bahkan Marvel sendiri belum pernah membangun film-filmnya dengan konflik seperti ini. Superman memang menyalamatkan dunia (baca: Metropolis) di Man of Steel, tetapi tidak sedikit yang beranggapan kehadirannya justru membawa musibah. Namun, seperti gadis remaja labil, Clark Kent seolah mencari justifikasi atas ‘perbuatan’-nya dengan repot-repot ‘lari’ ke Gotham dan berusaha mancari-cari kesalahan Batman dan menunjukkan bahwa dia bukanlah pahlawan yang lebih baik ketimbang Superman.
Sementara alur film berjalan lambat, plot yang ada terlalu padat dan akhirnya justru terkesan terburu-buru untuk memberikan informasi yang begitu banyak pada penonton dengan durasi yang kepanjangan. Lalu jokes yang ada malah terkesan misplaced dan tidak mampu membuat penonton tertawa.
Adegan Batman versus Superman sendiri sangat mengecewakan. Batman, dengan Bat Armor yang membuatnya terlihat sangat lambat, justru mengajak Superman beradu fisik secara langsung dengan minim strategi. Batman tidak menunjukkan fighting style-nya yang suka menghilang di tengah kegelapan. Sementara yang lebih ironis lagi, perkelahian dua superheroes yang saling ngambek ini justru sebenarnya bisa dihindari jika saja Superman menjelaskan perkara lebih cepat kepada Batman.
Bentuk promosi yang terlalu buka-bukaan dan bahkan bisa dibilang misleading (ada poster karakter Aquaman yang ironisnya hanya tampil sekilas) memperparah hasil film ini. Hanya Jesse Eisenberg sebagai Lex Luthor dan Gal Gadot sebagai Wonder Woman yang bisa menyelamatkan film ini dari kehancuran total. Itupun keberadaan mereka sebagai pengangkat film masih bisa diperdebatkan. Pendekatan Jesse Eisenberg terhadap karakter Lex Luthor bukanlah merupakan hal baru karena gaya aktingnya di sini sama persis dengan gaya aktingnya ketika memerankan Mark Zuckerberg (The Social Network) dan J. Daniel Atlas (Now You See Me).
Dengan fondasi yang lemah BvS berusaha membangun DC Cinematic Universe tanpa menghadirkan terlebih dahulu film solo dari masing-masing anggota Justice League of America yang akan muncul ke depannya. Semua kekurangan yang ada membuat kita lupa bahwa Christopher Nolan sedikit banyak ikut campur dalam film ini sebagai produser. Melihat jadwal rilis film-film DC Cinematic Universe selanjutnya, penulis sangat pesimis DC bisa menyamai perolehan Marvel.
Rating: 6/10