18 bulan telah berlalu sejak pertarungan Superman melawan Jendral Zod. Pertarungan tersebut telah mengakibatkan kerusakan besar dan korban jiwa yang tidak sedikit. Meskipun Superman telah berusaha berbuat baik dan menolong masyarakat dengan kemampuannya, banyak orang yang masih menganggapnya sebagai sebuah ancaman asing, tak terkecuali Batman/Bruce Wayne. Di lain pihak, sang jenius eksentrik Lex Luthor telah mempersiapkan sebuah rencana besar untuk melenyapkan Superman dari muka bumi.
Batman v Superman: Dawn of Justice menyajikan cerita yang cukup padat, gelap, dan kompleks layaknya cerita-cerita DC Comics pada umumnya, terutama Watchmen yang juga diangkat oleh sutradara Zack Snyder ke layar lebar pada 2009 silam. Sebagai tonggak awal cinematic universe DC Comics, film ini mempertemukan ‘trinitas’ pendiri Justice League (Superman, Batman, dan Wonder Woman) serta memperkenalkan para meta-human (manusia super) lainnya seperti Flash, Aquaman, dan Cyborg. Dalam durasi dua setengah jam, Batman v Superman membangun tensi konflik secara perlahan hingga sampai pada momen klimaks berupa pertarungan Superman melawan Batman, dan kemudian muncul klimaks kedua yang lebih besar lagi, hingga akhirnya ditutup dengan antiklimaks yang dramatis. Beberapa adegan mungkin terasa janggal dan tidak sinambung dengan keseluruhan cerita film, namun kejanggalan itu tidak akan terasa bagi audiens yang sekiranya sudah cukup akrab dengan semesta DC Comics.
Zack Snyder yang sudah cukup berpengalaman menyutradarai film adaptasi DC Comics seperti Watchmen (2009) dan Man of Steel (2013) menyajikan Batman v Superman dengan visual dan atmosfer yang gelap, baik secara harfiah maupun secara kiasan. Hentakan orkestral Hans Zimmer juga sangat efektif memperkuat atmosfer tersebut. Henry Cavill dan Amy Adams kembali membawakan perannya masing-masing sebagai Clark Kent/Superman dan Lois Lane dari Man of Steel, sementara Ben Affleck cukup berhasil membawakan karakter seorang Batman senior sekalipun ia sempat dicerca para penggemar setelah ditunjuk sebagai pemeran Batman baru setelah Christian Bale. Yang menarik adalah inkarnasi dari tokoh Lex Luthor yang diperankan Jesse Eisenberg dan Alfred Pennyworth yang dibawakan oleh aktor kawakan Jeremy Irons dalam film ini. Luthor digambarkan sebagai jenius eksentrik yang berbicara cepat–sekilas mengingatkan pada peran Eisenberg sebagai Mark Zuckerberg dalam The Social Network (David Fincher, 2010). Sedangkan Alfred digambarkan sebagai sahabat, tangan kanan, dan asisten Batman yang setara, bukan hanya sebagai asisten rumah tangga seperti pada inkarnasi-inkarnasi sebelumnya.
Secara keseluruhan, Batman v Superman: Dawn of Justice adalah permulaan yang cukup luar biasa untuk mengawali cinematic universe dari DC Comics. Meskipun jalinan plotnya sekilas terlihat seperti benang kusust, audiens yang sabar dapat tetap menikmati film ini. Kalaupun ada yang bilang film ini tidak semenyenangkan film-film Marvel Cinematic Universe, sesungguhnya plot yang serius adalah ciri khas tersendiri dari DC Comics, atau setidaknya tunggulah sampai Flash bergabung dalam DC Cinematic Universe pada film-film yang akan datang.
Dengan awal yang baik ini, cukup menarik untuk disaksikan bagaimana DC Cinematics Universe akan bersaing dengan Marvel Cinematic Universe dalam waktu yang akan datang.
Skor: 9/10