Batman v Superman: Dawn of Justice mungkin adalah salah satu film-komik dengan visualisasi terbaik yang pernah saya lihat di tahun 2016 ini. Film ini penuh dengan momen-momen puitis secara visual dan sinematografi murni layaknya adaptasi panjang terbaik dari komik Alex Ross (The Kingdom, Kingdom Come, Shazam : Power of Hope, Absolute Justice). Kalau masih pengen nongton lagi ni film, saya sarankan nongton di IMAX deh… It’s amazingly spectacular.
Suka bener dah ama fim Batman VS Superman, banget. Secara pribadi kayanya saya bakal langsung ngasi rating 8/10. Iya ada beberapa sedikit isu, narasi yang berantakan, subplot – subplot yang jumping, tapi tiap film, kaya Ironman 2 dan Age of Ultron pun punya masalah yang sama. Batman VS Superman bukan kasus terburuk dalam film adaptasi comic-superheroes kok wan-kawan.
Batman VS Superman, dengan cara uniknya sendiri, adala sebua surat cinta kepada fans DC dimana-mana. Sayangnya kalo pengetauhan anda kurang mumpuni, Batman VS Superman memanglah cenderung menjadi miskomunikasi njelimet untuk mereka yang masih kaum awam.
(Saya sih berharap krutikis-krutikis yang terus2an membully film ini ndak bikin semua awamers males dateng nongton)
Buat mereka yang ngerti secara menyeluruh akan DC Universe, ada banyak hal menarik di film ini. Buat mereka yang ndak pengetahuan dan ndak ada pemahaman, Batman VS Superman menjadi totalitas nonsense, terlepas seberapa banyak anda menyerap pemahaman akan dunia seni perfilman.
(Maaf ya fans-nya DC, tapi…kudunya DC belajar dari pengalaman Man of Steel kemaren, lebih mau membuat film mereka dimengerti khalayak ramai, kaya Marvel ngono…ringan banget. Boyscout heroes)
Saya mau mulai dari stetmen teman nongton saya yang jadi suka Batman sejak trilogi yang disuguhkan oleh Christopher Nolan Batman; “After all of that, all we ended up with is a dead Superman?”
Saya dapat melihat kegundahan dirinya (halah…). Dia ndak ngerti kenapa Superman dan Batman berantem. She did not like the shaky-ground reasons. Sulit juga si mendebat analisisnya. Dan misal anda adalah orang non-komik, anda mungkin akan memikirkan pertanyaan yang sama.
Batman vs Superman wanted too much
Seolah-olah ingin menjadi segalanya bagi semua orang, Snyder tidak menyadari bahwa kebanyakan orang yang menonton film superhero pada sekarang ini, ndak siap untuk jenis film kaya Batman vs Superman.
Penongton mayoritas saat ini berharap setiap film superhero ini mengikuti formula dari Marvel Universe:
- Ide yang sederhana, kemas dengan ciamik dan cihuy, beri sentuhan lucu dengan komedi, tetap fokus pada action menggelegar, dan menjaga penonton penasaran sampai akhir.
- Jangan membuat penonton berpikir terlalu keras, mereka berasumsi ini adalah film komik, bukan wahana untuk menumpuk frustrasi.
- Happy ending, selalu kasi akhir yang bahagia, plus kasi klip yang masih tertempel di akhir kredit film. Menurut Marvel ini disebut Low Hanging Fruit Protocol film Superhero Development.
- Voila…it works. It works gan!! Mantap, kerna sederhana. Ndak perlu filosofi yang dalem banget, ndak penjabaran kondisi psikologis dan/traumatis karakter. Marvel hanya sekedar memberikan pahlawan berwarna kinclong, body bagus, rambut aduhai…sampai film abis. Penonton tidak mencoba untuk mencari tahu kenapa Tony Stark selalu berlindung dibalik self-defense mechanism-nya yang humoris, ato kenapa Thor kaya pengen selalu jadi alpha-male yang bawaannya ngomong gagah mulu. Kenapa Hawkeye bisa ujug – ujug membawa virus USB di panahnya terus bisa aja gitu masuk sekali tancep ke kongputer. Berapa kali anda – anda sekalian nyolok plug-in USB drive dan beneran pas masup?? Penonton hanya menerima bahwa apa yang mereka lakukan berhasil…kaya Dora the Explorer. Berhasil
Batman v Superman bukanlah film dari Marvel Universe. Visi yang ingin dibawa Snyder sangat ambisius. Terlalu ambisius malahan. Film ini, lebih dari apa pun, merupakan harapan Snyder untuk menebus apa yang dianggap kegagalan pertama Zack Snyder, Man of Steel. Dengan menempatkan peristiwa film dalam konteks perspektif manusia, Snyder mencoba untuk mencapai titik psikologi “ketidakberdayaan” yang dirasakan oleh roang – roang ketika sebuah peristiwa terlalu besar, terlalu epik, dan terlalu rumit untuk dipahami.
Ndak ada yang salah sama ide ini. Ini upaya dari para penulis DC Universe untuk membawa pandangan dunia kita saat ini (ketakutan kita, keadaan politik yang terjadi di dunia kita, penolakan kita untuk berubah) menjadi komik. Kita ndak bisa menyalahkan mereka untuk mempertimbangkan visi – visi Snyder barusan, lah wong saya juga suka kok visi semacam ini.
Film Batman VS Superman ingin mengeksploitasi ketakutan kita lebih luas, The Unknown Universe. Misal, saat adegan pesawat ruang angkasa Krypton diiringi seolah-olah hujan meteor dari langit menyelimuti seluruh planet. Teknologi manusia tidak mampu sedikitpun menghalau hujan Krypton ini.
“One day we’re the masters of the Universe, creating technologies, messing with science, engaging in worldwide commerce, the next day, we are nothing more than ants running from some super-powered threat destroying our anthill with a wave of their hands and the flash of their eyes”
Ini adalah ketakutan yang nyata dan sifatnya filosofis, sesuatu yang menurut saya tidak dapat diberikan Marvel.
Batman VS Superman kemudian mencoba menjelaskan kompleksitas Batman, veteran beruban yang paling nggak sudah 20 tahun menjadi The Dark Knight, udah pekok, tahun demi tahun menjadi pribadi yang pesimistis. Beberapa kali ditunjukkan kalau Bruce Wayne punya sedikit gangguan atau trauma psikologis. Ada adegan halusinasi dan ada tweaking conscience yang dia anggap semacam firasat. Manipulasi psikologis sama yang diberikan Tim Burton sewaktu menggarap Batman.
Bagi fans berat komik Batman yang veteran banget, adegan waktu Bruce Wayne diangkat sama kelelawar, adegan kuburan sebagai orang tuanya bocor darah hitam dan terus tetiba setan keluar, makhluk surem lompat-lompatan dan sebagainya. Ini bukan mimpi. Ini adalah manipulasi otak Bruce untuk meyakinkan pikirannya, yang traumatis dan tersiksa secara psikologi, bahwa dia bisa menyelamatkan manusia dari ancaman perambahan setan. Apa yang kurang greget dari sini adalah konteksnya yang tidak dinarasikan secara baik oleh Snyder.
Bruce Wayne ini bukan Batman seperti yang kita kenal dari Christopher Nolan. Dia tidak pasifis. Dia adalah Batman yang tidak takut mengeksekusi. Batman ini adalah versi yang paling kelam, mencap musuhnya, menghakimi mereka dan menandai mereka untuk mati di penjara. Batman yang ini bawa senjata kemana-mana, menikmati pemukulan dan meminta untuk dipukul lagi. Gaya bertarungnya memberi teror bagi musuh-musuhnya, penjahat dan bahkan polisi.
Batman ini terinspirasi oleh game Arkham Batman. Berantemnya cepet, brutal dan malah dalam beberapa kasus, mematikan. Ben Affleck, benar – benar membawa sosok baru untuk karakter Batman, doi mantap jiwa banget meresapi perannya. Love him!!
(please do not bully Ben, we have the best Batman since Christian Bale)
Ada dua bagian lain dari film ini dimana Bruce Wayne mengalami, menurut saya lho ya, komunikasi telepati atau bentuk lain dari manipulasi mental. Flashpoint Paradox jadi sentuhan jenius Snyder. Temen saya waktu kelar nongton langsung komen; “what the fuck was that?”
Wajar, doi belom nongton Flashpoint Paradox. Hehe…he
Dengan menunjukkan adegan panggilan Flashpoint Paradox, ada kemungkinan lain yang ditanam oleh Snyder. Bahwa timeline / universe Batman VS Superman yang penongton lihat saat ini, tidak dalam timeline / universe utama DC Universe. Kalo begitu, timeline yang mana, gan? Pembaca komik DC, tau persis bahwa DC memiliki 52 timeline / universe, dengan alur cerita dan latarnya masing-masing. Saya aja sebagai pembaca komik sekarang ndak bisa nebak rahasia Snyder untuk plot selanjutnya. Bagaimana plot selanjutnya berhubungan dengan multiverse serial televisi DC lainnya, yang memiliki setidaknya terbagi menjadi tiga timeline: The Flash / Arrow (Earth-One), Jay Garrick (Earth-Two), dan timeline Supergirl (Earth – masih belum jelas)?
Dalam keseluruhan mayoritas timeline / universe DC, Superman dan Batman adalah SOKEN, sobat kentel. Superman adalah sosok yang dihormati dan memiliki hubungan baik dengan Justice League. Superman adalah superhero pertama yang muncul dan menginspirasi orang lain, bukan yang muncul terakhir kaya di Batman VS Superman. Apakah yang saat ini kita lihat adalah sisa-sisa reshuffle dari DC Universe? Apakah peringatan yang Bruce terima dari Flashpoint adalah bencana yang akan datang? Atau apakah timeline / universe di film Batman VS Superman adalah hasil dari bencana itu?
Implikasi (asedap implikasi…) ketidaktahuan tentang Flashpoint Paradox pada penonton awam adalah; mereka ndak tau kalo dalam timeline/universe Flashpoint, beberapa superhero favorit saya bukanlah sosok imut manis dan baik. Sebaliknya, cenderung menakutkan dan surem banget. Mimpi kedua sang Kelelewar (the Bat of Gotham) adalah, Apokolips, yang ada logo Darseid segede apaan tau, dan tengtara – tengtara yang pada pake emblem Superman. Untungnya saya kenal itu apaan gerangan, tapi kalo non-komik kayanya bakal sedikit bingung. Begitu adegannya penuh dan langsung muncul parademons dalam hati saya langsung berdecak kagum “subhanallove…”. Saya menduga Desaad atau mungkin beberapa karakter lain yang ngirim manipulasi. Tapi apa pun sumbernya (mungkin juga Metron) mereka menunjukkan bumi masa depan di bawah kekuasaan penuh Darkseid.
Sekali lagi ya, ini menurut saya doang ni, adegan film ini memiliki timeline berbeda dari current time Batman VS Superman ini. Begimana kalo adegan itu ternyata juga adalah bagian omongan Lex Luthor di akhir film? Luthor ngomong “dinner bell has been rung and HE is COMING? Begimana jika ternyata Luthor tidak sendirian? Apakah mungkin, Luthor itu bukan satu-satunya dalang di sini, tapi alat dari kekuatan yang lebih besar, lebih bijaksana dan jauh lebih berbahaya? Darkseid??
Model cerita mirip ini tentu tidak pertama kali terjadi, fans DC tau ide ini. Seri dari Elseworlds ditampilkan bahwa Superman From Earth 1198 dibesarkan oleh Darkseid bukan Kent. Baru-baru ini, di New 52 Stories of Earth2, di mana Superman, Batman dan Wonder Woman tewas dalam invasi Darkseid. Superman (Kal-El) kemudian dibangkitkan dan bermain untuk tim seberang. Adegan ini bukan tidak disengaja. Penulis berusaha untuk mendirikan sebuah cerita yang lebih besar untuk DC Extended Universe.
Batman VS Superman ingin Anda percaya karakter menyebalkan Lex Luthor, entah gimana mampu memanipulasi Bruce Wayne, karyawan, dan perusahaannya. Tidak hanya kali, tapi setidaknya tiga untuk membuat kondisi dimana: Batman hidup dalam ketakutan akan Superman, mempengaruhi persepsi dia tentang musuh “yang tidak diketahui” (fitur siksaan mental nan canggih dari anak buah favorit Darkseid, Desaad). Ini akan lebih “mengguncang” mental Bruce Wayne.
Di film, perhatikan dialog Alfred tentang kekejaman manusia yang dibayangi rasa takut. Alfred mencoba memperingatkan Bruce Wayne bahwa level ketakutan ini sudah mencapai titik pembunuhan tanpa segan. Ultimately, memanipulasi Bruce Wayne untuk mengancam makhluk sebenarnya mampu menghancurkan Batman layaknya lalat, yakni Superman. Bagian ini memberikan sedikit gambaran intelektualitas Lex Luthor, cemerlang dan jernih, untuk menyingkirkan satu atau sekaligus dua musuhnya.
Batman VS Superman juga memunculkan mbak Wonder Woman yang wondrous, dan kayanya udah hidup lama banget (Wonder Woman udah foto bareng ama kawan – kawannya sejak awal abad ke-20, well. awesome). Dalam foto yang sama kalo gak salah ada Chris Pine juga, Steve Trevor, mungkin…??
Wonder Woman, dengan segala hormat untuk mbak Scarlett Johansson, terlihat jelas memang tidak dimaksudkan untuk menjadi karakter wanita sensual dan seksi. Wonder Woman sudah berumur ribuan tahun, lebih dewasa dari Black Widow, beliau udah perang ngelawan Persia sampe Nazi. Apaan juga udah diliat ama beliau di muka bumi ini. Jangan salah paham, saya ndak bilang cewe Marvel buruk. Melalui Wonder Woman kita bisa melihat perbedaan besar antara DC dan Marvel. Sementara Marvel superhero agak “mirip” dewa, DC memiliki superhero dengan kekuatan sekelas dewa. Marvel punya superhero yang lucu, DC memiliki superhero yang gelap dan muram. Gal Gadot membuktikan diri dia cocok jadi Wonder Woman yang berani, agresip dan keliatannya si demen berantem. Senyum mbak Wonder Woman pas ngelawan Doomsday itu kaya mau ngomong kalo dia udah puluhan tahun ndak ketemu lawan seimbang.
Kudos to the capitol building scene. Kudeta brilian dan gelap oleh Lex Luthor, adegan “penghancuran” Superman yang apik. Individu yang paling kuat di muka bumi, berdiri beberapa meter dari pelaku bom bunuh diri dan sama sekali ndak tau mau ngapain.
The monstrousness of the act reveals Luthor’s nature as a petty, spoiled, psychologically unbalanced but nevertheless brilliant mind. He toys with everyone in that scene distracting them with the weighty question of “Who Watches the Watchmen?”.
Superman ndak bisa dihancurkan secara fisik. Lex Luthor harus memulai dari engsel terdalam, balik lagi, yakni secara mental. Muslihat Luthor efektif. Superman jelas pengen menghilang dari publik, kalo dia nongol polisi bakal nanyain kenapa itu bom bisa keliwat ama dia, makhluk Krypton yang konon bisa mendengar bahkan detak jantung manusia yang sedang diancam bahaya. Hilangnya Superman alhasil memberi cukup waktu untuk Lex Luthor menyelesaikan rencananya.
Karakter pendukung favorit saya jatuh ke Alfred, yang komentar sarkasnya, skill dan efektivitasnya yang mengagumkan, membuat Alfred menjadi bagian dari mitos Batman dengan cara yang jarang terlihat dalam komik. Definitely an upgrade to the character.
Pertarungan antara Batman dan Superman yang well-scripted cukup banyak menunjukkan kecerdikan superior Batman dan keunggulan Superman secara fisik. Adegan pertarungan ini juga menyoroti kurangnya kreativitas Superman untuk memecahkan masalah, kemungkinan besar ini karena Superman baru kerja 18 bulan jadi yah masalah pengalaman. Overall, with a shitload of planning and preparation, Batman could take a Superman who wasn’t trying to kill him.
Bagi saya, bagian terlemah dari film adalah ibu Superman dan ibu Batman yang sama-sama memiliki nama Martha terus merekan tiba – tiba jadi temenan.
“hey…your mom’s name is Martha? Mine too. We’re gonna be bestfriend forever. Awesome”
Wait, where did all the rage go, Batman?
Mengingat isu – isu kecil yang lain soal film ini, saya masih tetap memberikan 8/10, para penulis DC masih menjaga tema keseluruhan dari film sebelumnya sembari mencoba untuk menyuntikkan sedikit harapan akan sesuatu yang gagap gempita di masa depan.
Saya menunggu teror Darkseid dalam plot selanjutnya, juga ada Flashpoint yang mengisyaratkan pembentukan anggota awal dari Justice League serta potensi Wonder Woman untuk membuat film sendiri.
All in all, I say, despite the critics who might lack the information necessary to follow all of the stories shoe-horned into this movie and thus may not be able to follow the movie successfully, the movie did its best to reach the fans who knew the materials. That effort was a double-edged sword. While sending out mad-love to the fans, the movie alienated the normal, non-superhero fans who have little to no knowledge of the heroes or their respective mythos. This ability to draw in the common viewer is why Marvel has proven to be more successful. Marvel takes a single thread and plays it out so even if you barely know who anyone is, you can feel somewhat connected, though they did better in Avengers than they did in Age of Ultron.
I feel like DC can still pull success out of this movie and the DC Entertainment Universe is off to a rich, kinda crazed start. I can forgive this mess with the understanding DC is working from fear of being outstripped by Marvel.
Oh iya…terakhir. JANGAN BULLY BEN AFFLECK!!
He’s a great Batman. Love him