Sebelum saya memulai review ini, saya ingin memberitahu satu hal, yaitu saya belum pernah menonton film-film Batman sebelum dan film Superman yang saya pernah tonton hanya Man of Steel. Jadi saya tidak akan membandingkan film ini dengan inkarnasi-inkarnasi Batman atau Superman yang lebih dulu muncul.
Batman v Superman disutradarai oleh Zack Snyder dan mengambil cerita beberapa bulan setelah pertempuran hebat antara General Zod (Michael Shannon) dan Superman (Henry Cavill). Ia pun menjadi tokoh kontroversial. Ada sisi yang mendukung adanya dewa penyelamat ini, ada juga yang membencinya sepenuh hati. Bruce Wayne a.k.a. Batman (Ben Affleck) mengambil sisi yang membenci. Alasannya, ia menyalahkan Superman atas banyaknya korban jiwa yang tidak diselamatkan dan merencanakan balas dendam. Sementara itu, Lex Luthor (Jesse Eisenberg), miliyuner di Kota Gotham, juga melihat Superman sebagai ancaman dan berusaha untuk membujuk Senator Jude Finch (Holly Hunter) untuk mengizinkan perusahaanya mengambil kryptonite bekas terraforming General Zod yang gagal untuk dijadikan senjata mengalahkan Superman.
Pertanyaannya adalah, bagaimana cara memasukkan semua plot dan subplot ini ke sebuah film yang berdurasi hanya 2 jam 25 menit (minus kredit)? Yah, inilah hasilnya. Plot yang terlalu ramai berdesakan di film yang terlalu sempit, menjadikan film ini terlalu terburu-buru untuk menyelesaikan ceritanya. Score arahan Hans Zimmer dan Junkie XL juga tidak menambah poin plus, malah membuat film ini makin bising sekaligus berisik. (MILD SPOILER AHEAD) Selain itu, scene yang menunjukkan teaser 3 tokoh Justice League yang seharusnya membuat saya terkejut dan tidak sabar, malah membuat saya terkejut DAN keheranan. Scene itu sangat poorly placed dan datang entah dari mana, sehingga tidak berkerja seperti yang diinginkan.
The best thing about this film? Jesse Eisenberg. Dari seluruh cast yang well-acted, he is the one that stands tall. Kalian bisa bilang bahwa semua yang meragukan Jesse saat pertama kali ia ditunjuk menjadi Lex Luthor itu salah besar. Jesse berhasil menangkap sosok Lex Luthor yang kejam, tak punya ampun, sinting, sekaligus weird, charming dan sedikit innocent. Ben Affleck juga membuktikan kemampuan aktingnya sebagai Bruce Wayne yang dihantui oleh bayang-bayang kematian orang tuanya. Seluruh cast mampu membawa film ini tanpa membuat kita bosan sedetikpun. Babak terakhir di film ini adalah hal terbaik kedua. Dengan visual efek yang top-notch, sinematografi yang memukau dari Larry Fong, dan arahan Snyder yang membuat kita diujung tempat duduk kita, Batman v. Superman dapat dirampungi dengan akhir yang memuaskan.
Dari semua hal positif dan negative yang saya sudah bahas, satu hal yang paling mengganggu saya adalah tokoh Mercy Graves, asisten Lex Luthor yang diperankan oleh Tao Okamoto. Seriously, dia tidak menambah bobot apapun dalam film ini. I mean, what the hell is she doing? Dia hanya jadi pajangan dan malah cuma jadi alat agar Lex Luthor terlihat lebih kejam di mata kita. Ini adalah salah satu contoh buang-buang karakter. I suppose the filmmakers harusnya memberikan alasan yang lebih berguna kenapa dia ada di film ini. Saya harap masalah ini diperbaiki dalam home release yang menjanjikan penambahan durasi menjadi 30 menit lebih panjang dan penambahan karakter yang dihapus dari theatrical release, sesuai dengan visi asli Snyder, tanpa campur tangan studio.
Batman v Superman is an okay, if not good film. Meskipun dengan plotnya yang terlalu ditumpuk, film dapat berjalan dengan mulus dan antisipasi yang dipendam oleh fans maupun moviegoer biasa akan terbayar setelah berbulan-bulan di-php, thanks to superb cast, visual efek yang memukau, dan arahan Snyder yang keeps us to the edge of our seat.
7.5/10