Batman v Superman menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Zack Snyder sukses dalam pembawaan dua superhero ternama DC ke layar lebar setelah bayang-bayang Chirtopher Nolan dengan The Dark Knight Trilogy. Awalnya cukup pesimis dengan kehadiran Ben Affleck sebagai suksesor Christian Bale. Apalagi perbedaan kostum Batman versi Nolan yang lebih modern, kini harus kembali ke versi komik. Awalnya juga mengerutkan dijat ketika mendengar Gal Gadot sebagai peran Wonder Women. Apa iya bakal diterima kalangan penikmat film?
Semua ungkapan tadi mulai terlupakan setelah nonton. 9/10 saya berikan untuk film ini. Semua tokoh dalam film punya porsi dan bukan sekedar nampang. Cerita, musik, hingga visual serasa terlupakan dari bayang-bayang Nolan.
Alur Cerita
Plot yang diarahkan Snyder cukup pintar. Tidak berat bagi penikmat superhero yang terbilang masih awam seperti saya. Dimulai dari kehancuran kota karena Superman dan Zod, membuat Bruce Wayne marah besar. Lex Luthor mencoba memanfaatkan kesempatan. Sungguh pintar Lex Luthor mengambil kesempatan dalam kesempitan. Clash of the Heroes antara Batman melawan Superman semakin menjadi. Kepintaran Lex Luthor disempurnakan dengan membangkitkan Zod menjadi Doomsday. Kedatangan Wonder Woman dalam mebantu melawan Doomsday adalah puncak kegirangan.
Panjangnya film selalu dibawa tegang karena konflik terus bermunculan. Musik Hans Zimmer menjadi penyempurna ketegangan. Bahasa film yang tidak murahan, memang tak banyak jokes seperti anti-hero-warna-merah, tapi lebih mengarah kepada kata-kata yang banyak menyindir. Contohnya seperti Bruce Wayne ketika ditanya Clark Kent dan menyindir Joker dengan “badut.”
Tokoh
Ben Affleck sebagai Bruce Wayne / Batman benar-benar pecah! Tokoh Batman yang pintar, kuat, dengan teknologi tinggi, semua tergambarkan. Hanya satu yang kurang tampak dari Bruce Wayne adalah karakter playboy seperti Bruce Wayne versi Nolan. Mungkin Snyder lebih mengutamakan ketangkasan, kebrutalan, dan kejeniusan tokoh Batman daripada menambahkan unsur playboy yang bisa membuat film semakin dipaksakan (terlalu padat).
Henry Cavill sebagai Clark Kent / Superman bukan hal yang perlu ditanyakan. Karakternya sudah melekat sejak Man of Steel pada 3 tahun sebelumnya, ditambah dengan peran sebagai jurnalis media Daily Planet menjadi sempurna. Kisah cinta Superman dengan Lois Lane tampak nyata.
Gal Gadot membungkam semua. Wonder Woman menjadi pusat perhatian. Mata saya tertuju sejak awal kemunculan Diana Prince di acara Lex Corps. Apalagi aksi Gal Gadot sebagai Wonder Woman ketika melawan Doomsday, perfect!
Lex Luthor yang diperankan Jesse Eisenberg cukup menghibur. Ciri khas Eisenberg tidak dihilangkan Snyder. Cara ngomong Eisenber dengan tampilan santai membuat film ini lebih ringan. Kelicikan Lex Luthor memang bukan seperti The Joker. Justru Snyder mencoba menyampaikan pesan tersendiri bahwa kelicikan Lex Luthor tak kalah bersaing dengan villain lain.
Sang pendamping setia keluarga Wayne, Alfred yang diperankan Jeremy Irons memang tidak sering muncul. Tapi setiap scene Alfred disuguhkan dengan porsi yang tepat. Tidak ada scene yang sia-sia. Alfred lebih banyak membantu dalam pembuatan perlengkapan Batman. Jeremy Irons memerankannya dengan lebih fresh meski sudah tua.
Amy Adams tidak lagi sekedar pemanis film. Karakter Lois Lane yang tangkas kembali diperlihatkan seperti sebelumnya dalam Man of Steel. Hanya saja perannya menjadi terlalu dipentingkan untuk terus diselamatkan oleh Superman.
Simpulan
Walaupaun banyak segi yang sempurna, kembali lagi, saya memberi 9/10 bukan 10/10. Konsep cerita Superman terlalu memanjakan Lois Lane untuk terus diselamatkan. Kebrutalan Batman yang tidak pandang bulu kurang sempurna jika tidak diberi porsi lebih terhadap detail sisi kehidupan dan teknologi-teknologinya. Wonder Woman juga harus kita pelajari di film solonya, mengapa dia bisa menjadi makhluk abadi.
Film ini masih terlalu banyak menyimpan rahasia. Banyak ungkapan yang tidak mudah secara langsung dicerna, bahkan pertanyaan akan kelanjutan di Justice League kedepannya. Patut ditunggu film-film DC berikutnya.