Mempertemukan Superman dan Batman. This isn’t just an ordinary blockbuster superhero movie. It’s an event, or maybe even history. Bahkan popularitas keduanya, Batman v Superman: Dawn of Justice masih jauh lebih besar dibanding film buatan sebelah ,The Avengers sekalipun. Namun seiring waktu berjalan, antusiasme perlahan berubah menjadi kekhawatiran karena banyak faktor, sebutlah pergantian jadwal rilis, keraguan akan kapasitas Zack Snyder, sampai pilihan strategi promosinya. Sebagai batu pijakan untuk DC Extended Universe sekaligus jembatan menuju Justice League, beban berat diemban oleh film ini. Melanjutkan peristiwa pada Man of Steel, dikisahkan Bruce Wayne (Ben Affleck) merasakan adanya bahaya atas kehadiran Superman (Henry Cavill) dengan kekuatan tanpa batasnya. Terlebih lagi banyak karyawan Bruce tewas saat Superman bertarung melawan Zod. Berawal dari situ, ia memulai penyelidikan terhadap si manusia baja.
Superman sendiri tengah menghadapi dilema tatkala banyak pihak mengecam aksinya yang telah banyak memakan korban jiwa warga sipil. Keduanya pun akhirnya saling mencari guna saling menghentikan. Mereka tidak sadar bahwa di balik perseteruan itu, Lex Luthor (Jesse Eisenberg) menyimpan sebuah rencana mematikan.
Terdapat banyak pemicu keresahan bagi film ini, di mana salah satunya cerita yang penuh sesak. Batman v Superman: Dawn of Justice juga berisi evil plan milik Lex Luthor serta membangun jembatan untuk DC Extended Universe ke depan khususnya Justice League (dirilis dalam dua part, 2017 dan 2019).
Artinya akan bertebaran banyak karakter dan sub-plot. Sayangnya naskah garapan David S. Goyer (di-rewrite oleh Chris Terrio) seperti kurang merangkai berbagai aspek itu secara rapih.. Lebih dari 90 menit awal film menderita karena lompatan alur acak bak tanpa koherensi satu sama lain. Naskahnya seperti kumpulan to-do list, dengan Goyer dan Terrio hanya memastikan semua dimasukkan tanpa usaha menjadikannya satu kesatuan utuh.
Kehebohan massal terjadi tiga tahun lalu tatkala Zack Snyder mengumumkan bahwa lanjutan dari Man of Steel akan mempertemukan Superman dan Batman. This isn’t just an ordinary blockbuster superhero movie. It’s an event, or maybe even history. Namun seiring waktu berjalan, antusiasme perlahan berubah menjadi kekhawatiran karena banyak faktor, sebutlah pergantian jadwal rilis, keraguan akan kapasitas Zack Snyder, sampai pilihan strategi promosinya.
Sebagai batu pijakan untuk DC Extended Universe sekaligus jembatan menuju Justice League, beban berat diemban oleh film ini.
BvS: Dawn of Justice juga berisi evil plan milik Lex Luthor serta membangun jembatan untuk DC Extended Universe ke depan khususnya Justice League (dirilis dalam dua part, 2017 dan 2019). Artinya akan bertebaran banyak karakter dan sub-plot. Sayangnya naskah garapan David S. Goyer (di-rewrite oleh Chris Terrio) seperti susah merangkai berbagai aspek itu secara rapih. Lebih dari 90 menit awal film menderita karena lompatan alur acak bak tanpa koherensi satu sama lain.
masuk ke bagian cerita. Tidak ada yang spesial. Banyak plot holes, salah satunya server room yang sangat mudah diakses org asing. Motivasi Batman untuk melawan Superman juga sudah kita ketahui dari awal trailer film ini muncul. Dan yang paling parah adalah saat suatu tindakan tidak jadi diambil akibat salah satu alasan yang sangat2 aneh*. Dan bagian akhir film tentu saja seperti film superhero biasanya terlebih Man of Steel dengan melawan satu musuh tetapi lingkungan sekitarnya dibuat hancur. Ditambah ledakan2 yg hampir menyamai level Transformers dalam urusan mengganggu mata. Sisanya hanya akan merasa seperti Dejavu krna bnyk skali adegan yang pernah kita lihat di film lain. Namanya juga film superhero 🙂
Zack Snyder membuktikan ia masih capable dalam menghantarkan adegan aksi menghibur terutama saat klimaks. Walau kesan over-the-top akibat CGI dominan kurang selaras dengan pembangunan tone serius pada babak sebelumnya, kita patut bersyukur Zack mengemas klimaksnya secara “cartoonish“. Setidaknya setelah hampir dua jam melelahkan, penonton akhirnya diajak bersenang-senang lewat cara yang total menyenangkan. Zack sudah belajar atas kesalahannya di Man of Steel. Adegan aksi film ini bergerak cepat, (surprisingly) brutal dan bombastis, tapi mudah diikuti tanpa harus membuat penonton sakit kepala.. Fun, but not intense or epic enough.
Bicara soal klimaks, bukan Batman atau Superman pencuri perhatian terbesar melainkan Wonder Woman..Bahkan sedari kemunculan awalnya di medan pertempuran -diiringi scoring “Is She With You?“- saya dan beberapa penonton lain seketika bersorak. Meskipun tampil tak seberapa lama, ketangguhan Amazon Princess ditampilkan secara maksimal ketika ia mampu meladeni kebuasan Doomsday.
Adegan saat ia terjatuh lalu tersenyum seolah berujar “this is fun” menjadi cukup memorable bagi saya
Gal Gadot jelas meruntuhkan tanggapan miring kala ia pertama di-cast dulu..
Klimaksnya memang sedikit mengobati, tapi setelah separuh jalan lebih dari total 152 menit diisi kekacauan, hiburan sesingkat itu tidak cukup sebagai penebusan.
atensi saya cukup terenggut untuk menantikan kelanjutan DC Extended Universe.
sy cukup beri 6.5 dari 10 bintang untuk BvS.