Pada tahun 2017, Johannes Roberts, sineas muda asal Inggris yang menaruh minat besar pada film thriller dan horor berhasil menarik simpati para penggemar film lewat 47 Meters Down. Roberts mampu menyuguhkan tema penyintasan serangan hiu yang agak berbeda dengan film-film sejenis. Kala itu, film yang dibintangi Mandy Moore dan Claire Holt ini dengan segala keterbatasannya mampu menyuguhkan paket tontonan yang lumayan impresif.
Sekarang dengan dukungan bujet produksi lebih besar yang dikucurkan, Roberts memoles ulang skema formula filmnya. Hasilnya, ia dapat memperluas skalanya dengan set lokasi yang lebih baik dan detail aspek yang lebih menarik, yakni gua bawah air situs artifak kuno untuk memberikan lansekap sinematik yang lebih memanja mata.
Dikisahkan, untuk menghindarkan perundungan yang diberikan Mia, pada saudari iparnya dari geng siswi populer yang dipimpin Catherine saat menjalani studio tour sekolahnya, Alexa mengajak serta Mia untuk lebih memilih melakukan aktivitas lain dengan dua sobat kentalnya, Nicole dan Sasha.
Adapun aktivitas empat gadis remaja ini adalah melakukan penyelaman untuk menjelajahi gua bawah bawah laut yang diketahui adalah situs artifak peradaban Maya. Sayangnya, kegiatan menyenangkan itu berubah menjadi situasi horor saat ternyata di gua yang juga merupakan kanal ini juga terdapat beberapa ekor hiu putih raksasa buas yang sudah berevolusi. Seiring perjuangan mereka mempertahankan hidup ke bagian laut yang lebih dalam, malah menyebabkan mereka memasuki habitat spesies hiu paling mematikan di laut.
Formula yang dikedepankan sang sineas di film ini kurang lebih sama. Para gadis remaja yang saat melakukan aktivitas di air dalam, mengalami sebuah insiden yang menjadikan situasi di luar kendali mereka. Dan tensi kesialan mereka semakin besar dengan keberadaan hiu buas. Dengan fakta karakter-karakter itu bukanlah para ahli, mudah diperkirakan reaksi mereka atas situasi tersebut.
Tidak ada kejutan sama sekali, itu yang pertama-tama harus ditanamkan di benak pada film arahan Roberts ini. Jangan pula terlalu berharap adanya segudang plot twist dan perkembangan karakter berarti, karena itu bukan bidikan utama yang mau dicapai dan film ini cukup tahu diri mengenai kodratnya itu. Apa yang disajikan adalah perjuangan bertahan hidup dari situasi horor melibatkan hiu dan dalam hal ini sajian berdurasi 90 menit tersebut bisa dibilang konsisten.
Walaupun pergerakan ceritanya di paruh awal berjalan lambat, secara overall Roberts mampu mendekati output yang pernah ia hasilkan dua tahun lalu. Tensi ketegangannya terus meningkat dengan beberapa adegannya mampu memicu jump scare penonton. Lokasi eksotis dan segala atributnya juga efektif meningkatkan atmosfer kengerian dari pembangunan storyline yang dikembangkannya ini, seraya mengembuskan napas segar baru dalam belantika premis storyline tentang film bertema serangan hiu.
Sementara para pemainnya yang didominasi nama-nama yang tidak terlalu mentereng (yang terbilang familier hanya John Corbett-red) dan hanya diujungtombaki aktris praremaja yang sudah beranjak dewasa, Sophie Nelisse. Harus diakui penampilan para pemainnya tidak terlalu istimewa namun berfungsi sesuai kebutuhan cerita.
Skripnya sendiri sejatinya lemah dengan banyaknya repetisi. Hal ini mungkin dapat dimaklumi karena mungkin saja dikarenakan banyaknya adegan dengan pencahayaan kurang, membuat para karakternya menarasikan apa saja yang mereka lakukan. Namun, jika disaksikan dengan berempati bagaimana situasi mengerikan yang dihadapi jika mengalami situasi itu sendiri, sajian ini masih sangat beralasan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, jauh dari kesan konyol sama sekali.