Pernahkah Anda memainkan game “Trust”, di mana dalam permainan itu indera penglihatan Anda ditutup, lalu Anda disuruh bergerak dengan berdasarkan aba-aba yang diberikan partner Anda? Dalam permainan itu Anda dituntut percaya dengan ucapan kawan bila tidak ingin terkena celaka, meski besar kemungkinannya peringatan yang diaba-abakannya belum tentu benar atau hanya untuk mengerjai Anda.
Sensasi kurang lebih seperti itulah yang berhasil dihadirkan oleh Rian Johnson lewat film garapan terbarunya, yang berjudul Knives Out ini. Terutama bagi penonton yang sama sekali tidak mempunyai petunjuk apapun mengenai film itu sebelumnya, bakal merasakan kenikmatan menonton yang sesungguhnya, di mana sepanjang durasi film penonton bakal dibuat menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
Akan tetapi, dengan catatan, khalayak penonton itu masuk golongan penyuka film-film yang jalan ceritanya memeras otak, penuh intrik psikologis dengan alur cerita dan tensi ketegangannya mengalir pelan tapi pasti, dan syukur-syukur bukanlah ‘virgin’ terhadap genre film sejenis.
Mengapa demikian? Pasalnya, Knives Out adalah film ala detektif old school. Tidak ada adegan aksi spektakuler, spesial efek nan mahal untuk menutupi storyline yang sebenarnya tergolong picisan maupun ledakan super dahsyat.
Diawali dengan terjadinya sebuah kasus pembunuhan yang menjadi teka-teki, lalu menyaksikan bagaimana cerita bergulir – disertai pelbagai plot twist yang menyelimutinya – menjadi hal paling menyenangkan dalam menyaksikan film bergenre ‘whodunnit’ murder mystery. Apalagi, jika sajiannya dimainkan oleh banyak nama besar Hollywood di jajaran cast-nya.
Berbicara mengenai genre film ini, perlu diinformasikan bahwa genre ini sempat menjadi salah satu primadona Hollywood sebelum tahun 2000, seiring dengan larisnya novel-novel detektif karya novelis-novelis seperti Agatha Christie. Sayangnya, pasca 2000, tren berubah. Genre yang umumnya mengedepankan penuturan alur kisah lambat dan menitikberatkan pada unsur dialog ini mulai dijauhi oleh banyak studio Hollywood yang menyadari bahwa sebagian besar penonton awam lebih menyenangi sajian formula kisah yang lebih dinamis dan alur lebih cepat.
Dan, memang terbukti setelahnya genre ini mulai kehilangan daya tariknya, di mana beberapa yang tetap dirilis pun kewalahan untuk menarik simpati penonton. Ambil contoh yang terakhir saja, Murder on the Orient Express yang notabene sudah memiliki fanbase besar dan didukung segudang nama tenar di jajaran pemainnya pun tidak berhasil menimbulkan impact yang fenomenal.
Oleh karena itulah saat kemudian tersiar kabar dari pelbagai event festival film bahwa film terbaru Rian Johnson, Knives Out yang mengusung genre tersebut ternyata berhasil menuai hasil yang sangat menggembirakan, rasanya ini akan menjadi kabar yang sangat melegakan bagi masa depan genre film ini.
Knives Out bercerita tentang polemik pemecahan kasus tewasnya Harlan Thrombey, seorang novelis kriminal yang eksentrik tepat di hari ulang tahun ke-85nya. Kasus ini berkembang menjadi polemik yang sangat pelik dengan melibatkan keluarga besar sang novelis yang masing-masing berharap peninggalan harta warisan dalam jumlah yang tidak sedikit, pelayan rumah, seorang gadis imigran bernama Marta, dan detektif partikelir bernama Benoit Blanc yang disewa oleh sosok misterius sudah memperkirakan terjadinya kasus ini. Apakah Thrombey menjadi korban pembunuhan? Jika memang benar, siapakah pelakunya?
Sebelum menjadi sosok sineas yang dibenci sebagian besar fans Star Wars, karena pilihan arahan yang digunakan dalam The Last Jedi, Rian Johnson menuai banyak pujian atas kebrilianan film-film karyanya, terutama Brick dan Looper. Oleh karena itu, Knives Out ibarat pembuktian kapasitas sang sineas sebagai sosok visioner.
Kental dengan karakteristik film old-school ‘whodunnit’ murder mystery, apa yang diperbuat Johnson di sini dijamin akan menggali perasaan nostalgia pada kisah-kisah detektif dan kenapa kita menggemarinya. Dan, rasanya, di tengah-tengah tren film mainstream masa kini Hollywood yang didominasi oleh genre film aksi no brainer sarat CGI dengan storyline dangkal, film yang menitikberatkan pada faktor storytelling, performa akting dan penuangannya, ibarat alternatif yang sangat menggoda bagi kalangan yang ingin menikmati film berkualitas. Apalagi, di sini sang sineas tampil all out.
Walaupun tentunya tipe film ini tidak mutlak dapat mudah dinikmati semua kalangan, namun bagi yang tahu tentang film berkualitas, pasti akan mengamini bahwa Knives Out punya level jauh di atas rata-rata. Tidak ubahnya seorang chef andal, Johnson mampu meramu pelbagai aspek di sini menjadi sajian yang harmonis.
Johnson membangun konflik yang diketengahkan di sini secara perlahan namun seksama. Seakan-akan sang sineas membentuk pondasi dulu yang kuat, sebelum mengedepankan apa sebenarnya yang menjadi tujuannya di paruh akhir, guna membuat penonton tercengang. Sang sineas juga menebarkan banyak jebakan dalam bentuk twist berlapis-lapis yang hasilnya ampuh mengelabui penonton, baik itu melalui shot-shot pendek terhadap hal-hal kecil (mengesankan petunjuk penting), pemilihan latar musik pengiring ataupun sisipan adegan-adegan yang ternyata hanya memegang peranan kecil dalam klimaks cerita. Hasilnya? Berani taruhan, bagi golongan penonton yang gemar menebak-nebak cerita bakal terjebak berulang-ulang.
Storyline nya sendiri sejatinya sama sekali tidak baru, namun menjadi sangat fresh berkat dukungan skrip matang yang mampu mencuatkan penokohan karakter-karakter yang ada. Belum lagi, takaran pas muatan komedi cerdas yang ditempatkan secara efektif untuk membuat penonton makin terhibur, meski tidak sampai mengaburkan plot utama yang dikedepankan.
Pengupasan konfliknya pun mengasyikkan. Johnson sepertinya tahu benar kapan harus mengulur maupun mempercepat pace filmnya, yang juga ditunjang dengan perencanaan matang, baik itu melalui dialog ataupun setiap detailnya: sehingga misteri yang menjadi daya tarik utamanya sukses menjadi hal yang menyenangkan sekaligus mengejutkan.
Dari ensamble castnya, tanpa mengecilkan performa pemain lainnya, harus diakui Daniel Craig dan Ana de Armas yang paling menonjol. Khusus untuk Craig, ia kentara sangat menikmati memainkan peran yang kontras berbeda dengan imej Bond yang sudah begitu lekat dengan namanya. Di sini, Craig sukses menunjukkan sisi eksentriknya yang membuat setiap sesi adegannya memikat. Sementara, de Armas mampu mengemban beban sebagai protagonis, dan untuk ukuran bersanding dengan banyak nama besar di sini, ia mampu tampil percaya diri dan meyakinkan sebagai pemeran tokoh yang mengundang simpati.
Usai menyaksikan Knives Out, dijamin kekaguman pada Rian Johnson akan memuncak. Betapa tidak, seperti halnya yang dilakukan Aja di Crawl (Baca juga Review Film Crawl), sudah jelas bahwa sang sineas adalah sosok yang benar-benar mencintai gaya bercerita dan menaruh respek sebagai bentuk seni yang sangat efektif jika berhasil dimaksimalkan.
Secara keseluruhan, sudah jelas Knives Out adalah sebuah milestone dalam karier perfilman Rian Johnson; yang membuatnya sebagai sosok yang sepertinya ditakdirkan untuk membuat film ini. Mampu menyuguhkan kisah yang sejatinya kontras karakteristiknya dengan tren film yang tengah digemari di masa sekarang, menjadi suguhan yang sangat solid, dan kualitas mendekati sempurna, Knives Out rasanya adalah salah satu film terbaik rilisan 2019, yang bakal membuat fans ‘whodunnit’ murder mystery akan bersorak kegirangan.