Sudah cukup lama Robert Downey, Jr. tidak bermain peran serius dalam sebuah film. Trilogi Iron Man (2008-2013) serta The Avengers (2012), dan yang terakhir Captain America: Civil War yang mengharuskannya menjadi seorang jutawan tampan yang mengenakan baju tempur bernama Iron Man sedikit menghalangi kualitas akting aktor yang pernah masuk bui akibat ketergantungan obat-obatan terlarang ini. Bagi yang menggemari Downey, Jr. saat berbaju Iron Man mungkin tidak begitu mengetahui bahwa ia sejatinya adalah seorang aktor watak di awal kemunculannya. Dua nominasi Oscar menjadi buktinya, yang paling memorable adalah ketika ia berperan menjadi Charlie Chaplin dalam film biografi garapan Richard Attenborough berjudul Chaplin (1992). Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kita berkesempatan untuk melihat kembali akting serius Downey, Jr., dalam sebuah film family-court drama berjudul The Judge.
Kisahnya mengetengahkan seorang pengacara sukses bernama Hank Palmer (Downey, Jr.) yang harus kembali ke kampung halamannya di Carlinville, Indiana, untuk menghadiri upacara pemakaman ibunya. Di sana, ia kembali bertemu dengan ayahnya, Joseph Palmer (Duvall) seorang hakim yang mempunyai hubungan pribadi yang buruK dengannya. Namun, permasalahan yang dihadapi Palmer jauh lebih besar dari sekadar memperbaiki hubungan dengan ayahnya, karena ia harus membela sang ayah dari tuduhan pembunuhan yang dialamatkan padanya. Sialnya, ia juga harus berurusan dengan rivalnya sesama pengacara handal, Dwight Dickham (Thornton) yang ingin menjatuhkan ayahnya.
The Judge menawarkan sebuah film bertemakan father-son relationship dalam kemasan court room drama. Selain memiliki alur cerita yang kuat, film tipikal seperti ini biasanya menitikberatkan pada kekuatan akting dari kedua aktor pemeran ayah dan anaknya. Untuk mengimbangi karisma Downey Jr., filmmaker menggaet aktor senior peraih Oscar Robert Duvall (The Godfather, Apocalypse Now) yang juga terkenal berkat peran-peran karismatiknya. Duet Downey, Jr. dan Duvall menjadi amunisi terbesar film ini. Bila chemistry keduanya terjalin, maka dipastikan filmnya akan tetap menarik dinikmati meski di beberapa sektor lain lemah.
Uniknya meski film ini terasa ‘berat’, sutradara yang menggawangi film ini justru adalah sineas handal pembesut film-film komedi. Ya, agak mengejutkan memang melihat nama David Dobkin tercantum sebagai sutradara film ini. Bukannya memandang sebelah mata, dari 11 karya penyutradaraannya, Doblin belum pernah sekalipun menyutradarai film drama serius sebelumnya. Ia lebih banyak menggarap film-film komedi sukses seperti Shanghai Knights (2003), Wedding Crashers (2005) dan The Change-Up (2011). Namun sisi positifnya, debut film dramanya ini bisa jadi tampil menghibur dengan beberapa selipan komedi di sela-sela adegan seriusnya.