Gelaran 100% Manusia Film Festival resmi berakhir. Total 65 film panjang dan pendek telah diputar dan memantik diskusi antara penonton dengan aktivis, ahli, NGO, dan filmmaker. Mulai dari isu hak reproduksi perempuan, gender, hak anak, disabilitas, kesetaraan, patriarki, dan kesehatan telah dibahas bersama. Tidak hanya dilakukan setelah pemutaran film, penonton juga bisa berinteraksi dengan sutradara film-film lokal dan luar negeri yang filmnya terpilih untuk diputarkan, di Instagram Live 100% Manusia Film Festival dan 100% Twitter Space. Diskusi pasca pemutaran menjadi ciri khas serta upaya 100% Manusia Film Festival dalam menjembatani terjadinya perubahan di masyarakat.
“Selain memutarkan film, kami ingin festival ini menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua orang untuk bisa mengekpresikan opini, ekspresi, dan kreativitas tanpa takut merasa dihakimi atau diskriminasi” kata Kurnia Dwijayanto, Festival Director 100% Manusia Film Festival dalam pidatonya di malam penutupan 100% Manusia Film Festival di Goethe Haus, Jakarta Pusat.
Festival resmi ditutup dengan film drama dari Kanada tahun 2022, Riceboy Sleeps. Film yang disutradarai oleh Anthony Shim ini bercerita tentang kehidupan seorang ibu dan anak imigran Korea yang tinggal di Kanada. Film ini juga berhasil meraih penghargaan Platform Prize di Toronto International Film Festival (TIFF) 2022 kemarin.
“Sebagai bagian dari komitmen global kami untuk mempromosikan kedamaian pluralisme dan keberagaman, Kedutaan Besar Kanada di Indonesia bangga dapat kembali mendukung pelaksanaan 100% Manusia Film Festival melalui film “Riceboy Sleeps”. Menyoroti rasisme, perundungan, dan inklusi dari sudut pandang imigran Asia di Kanada, Saya berharap film pemenang penghargaan ini disukai oleh penonton Indonesia dan bisa menjadi pemantik diskusi lebih lanjut mengenai isu-isu penting ini.” kata Bapak Richard Le Bars, Chargé d’Affaires Kedutaan Besar Kanada di Indonesia dalam sambutannya sebelum pemutaran film.
Belasan filmmaker lokal muda turut hadir dalam diskusi pemutaran film mereka di program 100% STMJ (Shorts Term Memory of Joy), 100% Homemade, dan 100% Reality Bites. Didukung oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, para pembuat film ini bercerita tentang kejadian yang menginspirasi mereka dalam mengangkat isu kemanusiaan melalui film. Juga, tantangan dan masalah yang mereka hadapi selama proses pembuatan film. Mulai dari pendanaan, waktu produksi yang singkat, cuaca, hingga mengatur jadwal produksi bersama anggota tim lainnya.
“Festival ini berhasil membawa orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan merayakan kemanusiaan. Memberikan ruang bagi kelompok minoritas dan kelompok yang terpinggirkan di masyarakat untuk didengar, ruang yang memanusiakan manusia yang seutuhnya, ruang yang semakin lama terasa semakin sempit dan langka” kata Felencia Hutabarat, Wakil Ketua 2 Dewan Kesenian Jakarta. “Penting bagi filmmaker muda, apalagi yang mengangkat isu HAM melalui film, untuk mendapatkan ruang putar dan kesempatan untuk bertemu dengan audiens untuk berdiskusi seperti yang dilakukan di 100% Manusia Film Festival” tambah Sammaria Sari Simanjuntak, Festival Ambassador 100% Manusia Film Festival.
Untuk informasi mengenai kegiatan bulanan serta Festival Film 100% Manusia tahun 2022, silahkan kunjungi 100persenmanusia.com serta ikuti media sosial di Instagram, Twitter, dan Facebook: 100persenmanusia.